BAB
I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
- Latar Belakang Masalah
Al Qur`an merupakan petunjuk bagi seluruh umat manusia. Setidaknya
itulah yang diindikasikan oleh surat al Baqarah ayat 185. Di samping
itu, dalam ayat dan surat yang sama, diinformasikan juga bahwa al
Qur`an sekaligus menjadi penjelasan (bayyinaat) dari petunjuk
tersebut sehingga kemudian mampu menjadi pembeda (furqaan)-antara
yang baik dan yang buruk. Di sinilah manusia mendapatkan petunjuk
dari al Qur`an. Manusia akan mengerjakan yang baik dan akan
meninggalkan yang buruk atas dasar pertimbangannya terhadap petunjuk
al Qur`an tersebut.
Al Qur`an adalah kalaamullaah yang diturunkan kepada nabi Muhammad
saw. dengan media malaikat Jibril as. Dalam fungsinya sebagai
petunjuk, al Qur`an dijaga keasliannya oleh Allah swt. Salah satu
hikmah dari penjagaan keaslian dan kesucian al Qur`an tersebut adalah
agar manusia mampu menjalani kehidupan di dunia ini dengan
benar-menurut Sang Pencipta Allah ‘azza wa jalla sehingga kemudian
selamat, baik di sini, di dunia ini dan di sana , di akhirat sana .
Bagaimana mungkin manusia dapat menjelajahi sebuah hutan belantara
dengan selamat dan tanpa tersesat apabila peta yang diberikan tidak
digunakan, didustakan, ataupun menggunakan peta yang jelas-jelas
salah atau berasal dari pihak yang tidak dapat dipercaya? Oleh karena
itu, keaslian dan kebenaran al Qur`an terdeterminasi dengan
pertimbangan di atas agar manusia tidak tersesat dalam mengarungi
kehidupannya ini dan selamat dunia-akhirat.
Kemampuan setiap orang dalam memahami lafald dan ungkapan Al Qur’an
tidaklah sama, padahal penjelasannya sedemikian gemilang dan
ayat-ayatnya pun sedemikian rinci. Perbedaan daya nalar diantara
mereka ini adalah suatu hal yang tidak dipertentangan lagi. Kalangan
awam hanya dapat memahami makna-makna yang zahir dan pengertian
ayat-ayatnya secara global, sedangkan kalangan cendekiawan dan
terpelajar akan dapat mengumpulkan pula dari pandangan makna-makna
yang menarik. Dan diantara cendikiawan kelompok ini terdapat aneka
ragam dan tingkat pemahaman maka tidaklah mengherangkan jika
Al-Qur’an mendapatkan perhatian besar dari umatnya melalui
pengkajian intensif terutama dalam rangka menafsirkan kata-kata garib
(aneh-ganjil) atau mentakwil tarkib (susunan kalimat) dan
menterjemahkannya kedalam bahasa yang mudah dipahami.
B. Rumusan Masalah
Dari uraian diatas maka kami akan menjelaskan tentang definisi tafsir
ta’wil dan terjemah
Adapun rumusan masalahnya sebagai berikut:
Adapun rumusan masalahnya sebagai berikut:
- Apa definisi dari tafsir, ta’wil dan terjemah?
- Bagaimana pendapat sebagian ulama tentang tafsir dan ta’wil ?
- Apakah penting bagi kita untuk mempelajari Tafsir, ta’wil dan terjemah
C. Tujuan Penulisan
Tujuan dari pembahasan yang berjudul tentang tafsir ta’wil dan
terjemah yaitu:
- Untuk mengetahui tentang definisi tafsir ta’wil dan terjemah.
- Untuk mengetahui pendapat ulama’ tentang hal ini untuk memberi Penjelasan tentang pentingnya pemahaman tafsir, ta’wil dan terjemah.
BAB
II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
- Pengertian Tafsir, Takwil dan Terjemah
- Tafsir
Tafsir menurut bahasa adalah penjelasan dan menerangkan, Tafsir
diambil dari kata Al-Fasr’ yang berarti membuka dan menjelaskan
sesuatu yang tertutup. Oleh karena itu dalam bahsa arab kata tafsir
berarti membuka secara maknawi dengan menjelaskan arti yang
tertangkap dari redaksional yang eksplisit (tersurat).
Maka defenisi Al-Qur’an adalah ilmu yang membahas tentang
redaksi-redaksi Al-Qur’an dengan memperhatikan pengertian untuk
mencapai pengetahuan tentang apa yang dikehendaki oleh Allah SWT,
sesuai dengan kadar kemampuan manusia.
Adapun tentang pengertian tafsir berdasarkan istilah, para ulama
banyak memberikan komentar antara lain sebagai berikut :
- Menrut Al-Kilabi dalam At-Tashil
التفسير
شرح القران وبيان معاه والافصاح بما يقضيه
بنصّه اواشارته او نحوًا
Artinya : Tafsir adalah penjelasan Al-Qur’an dengan menerangkan
makna dari tujuan (isyarat).1
- Menurut Syekh Al-Jazari dalam shahib at-taujih :
التفسير
فى الحقيقة انما هو شرح اللفظ المستلف
عند السامع بما هو افصح عنده بما يرادفه
او يقاربه اوله دلالة عليه باحدى طرق
الدلالة.
Artinya : Tafsir adalah hakekatnya menjelaskan lafazh yang sukar
difahami dengan jalan mengemukakan salah satu lafazh yang bersinonim
(mendekati) dengan lafazh tersebut.2
- Menurut abu Hayyan
التفسير
فى الاصطلاح علم يبحث عن كيفية النطق
بالفظ القران ومدلولاتها واحكامها
الافرادية والتر كيبية ومعانيها التى
تحمل عليها حالة الركيب.
Artinya : Tafsir adalah ilmu yang mengenai cara pengucapan lafazh
Al-Qur’an serta cara mengungkapkan petunjuk kandungan hukum dan
makna yang terkandung didalamnya.3
- Menurut Az-Zarkasyi
علم
يفهم به كتاب الله المنزل على بنبيه محمد
ص.م.
وبيان
معانيه واستخراج احكامه وحكمه.
Artinya : Tafsir adalah ilmu yang digunakan untuk memahami dan
menjelaskan makna-makna Al-Qur’an yang diturunkan pada pada nabi
Muhammad SAW, serta mengumpulkan kandungan dan hukum dan hikmahnya.4
Berdasarkan beberapa rumusan tafsir yang dikemukakan para ulama
tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa tafsir adalah suatu hasil
yang tanggapan dan penalaran manusia untuk menyikapi nilai-nilai
samawi yang terdapt didalam Al-Qur’an.
- Takwil
Arti takwil menurut lughat berarti menerangkan, menjelaskan. Adapun
arti bahasanya menurut Az-Zarqoni adalah sama dengan tafsir.
Adapun mengenai arti takwil menurut istilah banyak para ulama
memberikan pendapatnya antara lain sebagai berikut ini :
- Menurut Al-Jurzzani
صرف
اللفظ عن معناه الضاهر الى معناه يحتمله
اذاكان المحتمل الذى يراه موافقا بالكتاب
والسنة.
Artinya : Memalingkan suatu lafazh dari makna d’zamirnya
terhadap makna yang dikandungnya apabila makna alternative yang
dipandang sesuai dengan ketentuan Al-kitab dan As-sunnah.5
- Menurut defenisi lain
التأويل
ترجيع الشئ الى غايته بيان ما يراد منه.
Artinya : Takwil adalah mengenbalikan sesuatu kepada ghayahnya
(tujuannya) yakni menerangkan apa yang dimaksud.6
- Menurut Ulama Salaf
- Menafsirkan dan mejelaskan makna suatu ungkapan baik yang bersesuaian dengan makna ataupun bertentangan.
- Hakekat yang sebenarnya yang dikehendaki suatu ungkapan.7
- Menurut Khalaf
صرف
اللفط عن المعنى الرجح الى معنى المرجوه
لدليل يقترن به.
Artinya : Mengalihkan suatu lafazh dari maknanya yang rajin kepada
makna yang marjun karena ada indikasi untuk itu.
Pengertian takwil menurut istilah adalah suatu usaha untuk memahami
lafazh-lafazh (ayat-ayat) Al-Qur’an melalui pendekatan pemahaman
arti yang dikandung oleh lafazh itu.
- Terjemah
Arti terjemah menurut bahasa adalah susunan dari suatu bahasa
kebahasa atau mengganti, menyalin, memindahkan kalimat dari suatu
bahasa lain kesuatu bahasa lain.8
Adapun yang dimaksud dengan terjemahan Al-Qur’an adalah seperti
dikemukakan oleh “Ash-Shabuni” yakni memindahkan Qur’an
kebahasa lain yang bukan bahasa arab dan mencetak terjemah ini
kedalam beberapa naskah untuk dibaca orang yang tidak mengerti bahasa
arab sehingga dia dapat memahami kitab Allah SWT. Dengan perantaraan
terjemah ini.9
Pada dasarnya ada tiga corak dalam penerjemahan.
- Terjemah tafsiriyah atau terjemah maknawiyah, yaitu menjelaskan makna pembicaraan dengan bahasa lain tanpa terikat dengan tertib kata-kata bahasa asal atau memperhatikan susunan kalimatnya.
Mereka yang mempunyai pengetahuan tentang bahasa-bahasa tentu mengetahui bahwa terjemah harfiyah dengan pengertian sebagaimana di atas tidak mungkin dapat dicapai dengan baik jika konteks bahasa asli dan cakupan semua maknanya tetap dipertahankan. Sebab karakteristik setiap bahasa berbeda satu dengan yang lain dalam hal tertib bagian-bagian kalimatnya. - Terjemah harfiyyah bi al-mitsli, yaitu menyalin atau mengganti kata kata dari bahasa asli dengan bahasa sinonimnya (muradif) nya kedalam bahasa barudan terikat kepada bahasa aslinya.
- Terjemah harfiyyah bi dzuni al-mitsl, yaitu menyalin atau mengganti kata kata dari bahasa asli kedalam bahasa lain dengan memperhatikan urutan makna dan segi sastranya, menurut kemampuan bahasa baruserta kemampuan penerjemahnya.
Dalam menerjemahkan al-qur’an hendaknya memenuhi syarat syarat
sebagai berikut.
- Penerjemah hendaknya mengetahui bahasa asli dan bahasa terjemah.
- Penerjemah mampu memahami dan mendalami uslub uslub dan keistimewaan keistimewaan bahasa yang diterjemahkan.
- Sighat (bentuk) terjemahnya benar dan apabila di tuangkan kembali kedalam bahasa aslinya tidak terdapat kesalahan.
- Terjemahan itu harus mewakili arti dan maksud bahasa asli dengan lengkap dan sempurna.
- Perbedaan Tafsir, Takwil dan Terjemah
Adapun perbedaan tafsir, takwil dan terjemah itu sendiri dapat
dijelaskan sebagai berikut.
- Tafsir.
Menerangkan makna lafazh yang telah diterima selama satu hari, selain
itu juga menetapkan apa yang dikehendaki ayat yang dikehendaki Allah
SWT.
- Takwil
- Menetapkan makna yang dikehendaki suatu lafazh yang dapat menerima banyak makna karena didukung oleh dalil.
- Mengoleksi salah satu makna yang mungkin diterima oleh suatu ayat tanpa menyakinkan bahwa itulah yang dikehendaki Allah SWT serta menafsirkan batin lafazh.
- Terjemah
Mengalihkan bahasa Al-Qur’an yang berasal dari bahasa arab kedalam
bahasa non arab.
- Klasifikasi Tafsir : Bi Al-Ma’tsur dan Bir-Ra’yi
- Tafsir Bi Al-Ma’tsur
Adalah penafsiran Al-Qur’an yang mendasarkan pada penjelasan
Al-Qur’an rasul, para sahabat melalui ijtihadnya. Dan aqwal
tabiin.10
Hukum Tafsir Bi Al-Ma’tsur
Tafsir Bi Al-Ma’tsur wajib untuk mengikuti dan diambil karena
terjaga dari penyelewengan makna kitabullah.
Dalam pertumbuhannya, Tafsir Bi Al-Ma’tsur menempuh tiga periode
yaitu :
Periode I : yaitu masa nabi, sahabat, dan pemulaan masa tabi’in
ketika tafsir belum tertulis dan secara umum periwayatnnya masih
secara lisan. (musyafahah).
Periode II : bermula dengan pengondifikasian hadis secara resmi pada
masa pemerintahan umar bin abdul aziz.
Periode III : dimulai dengan menyusun kitab tafsir bi al-ma’tsur
yang berdiri sendiri.11
Sementara itu, Adz-Dzahabi mencatat kelemahan tafsir bi al-ma’tsur
yaitu sebagai berikut.12
- Terjadi pemalsuan (wadh’) dalam tafsir. Dicatat oleh Adz-Dzahabi bahwa pemalsuan itu terjadi pada tahun tahun ketika terjadi perpecahan dikalangan umat islam yang menimbulkan berbagai aliran. Seperti syi’ah, khawarij, dan murji’ah.
- Masuknya unsur israiliyyat yang didefinisikan sebagai unsur unsur yahudi dan nasrani kedalam penafsiran al-qur’an.13persoalan isyarat sebenarnya sudah muncul sejak masa nabi. Hal itu berdasarkan pada dua hadits nabi yang diriwayatkan ahmad bin hanbal tentang dialog umar bin al-khatab dan nabi mengenai tulisan yang berasal dari hali kitab.
- Penghilangan sanad
Ekstensi sanad yang menjadi salah satu kualifikasi keakuratan sebuah
riwayat ternyata pada sebagian tafsir bi al-ma’tsur tidak ditemukan
lagi.14akibatnya
penilaian terhadap riwayat itu sulit dilakukan sehingga sulit pula
untuk membandingkan mana yang shahih dan mana yang tidak. Contohnya :
Tafsir Muqatil Bin Sulaiman.
- Terjerumusnya sang musafir kedalam uraian kebahasaan dan kesastraan yang bertele tele, sehingga pesan pokok al-qur’an menjadi tidak jelas.15
- Seringkali konteks turunnya ayat (asbab an-nuzul) atau sisi kronologis turunnya ayat ayat hokum yang dipahami dari uraian (nasikh-mansukh), hamper dapat dikatakan, terabaikan sama sekali sehingga ayat ayat tersebut bagaikan turun di tengah tengah masyarakat yang hampa budaya.16
- Tafsir Bir-Ra’yi
Berdasarkan pengertian ra’yi berarti keyakinan dan ijtihad.17
sebagaimana dapat didefinisikan tafsir Bir-ra’yi adalah penjelasan
yang diambil berdasarkan ijtihad dan metodenya dari dalil hukum yang
ditunjukkan.
Mengenai kebesaran tafsir bi ar-ra’yi, para ulama’ berbeda
pendapat, yang secara garis besar terbagi menjadi dua kelompok, yaitu
sebagai berikut.
- Menafsirkan al-qur’an berdasarkan ra’yi berarti membicarakan firman Allah tanpa pengetahuan. Dengan demikian hasil penafsirannya hanya bersifat perkiraan semata, padaham allah berfirman :
Artinya : “ Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak
mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran,
penglihatan, dan hati semuanya itu akan diminta
pertanggungjawabannya.” (Q.S. Al-Isro’ : 36)
- Yang berhak menjelaskan al-qur’an hanya nabi, berdasarkan firman allah :
Artinya
: dan
Kami turunkan kepadamu Al Quran, agar kamu menerangkan pada umat
manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka[829]
dan supaya mereka memikirkan,
[829]
Yakni:
perintah-perintah, larangan-larangan, aturan dan lain-lain yang
terdapat dalam Al Quran.
- Rasulullah SAW, bersabda.
من
قال فى القران برأيه او بما لا يعلم فليتبوأ
مقعده من النار
Artinya : “ siapa saja mentafsirkan al-qur’an atas dasar
pikirannya semata, atau karna atas dasar sesuatu yang belum
diketahuinya, maka bersiap siaplah mengambil tempat di neraka.
من
قال فى القران برأيه فاصاب فقد اخطأ.
Artinya : siapa saja mentafsirkan al-qur’an atas dasar
pikirannya semata, maka penafsirannya dianggap keliru walaupun secara
kebetulan hasil penafsirannya itu benar.
- Adanya tradisi dikalangan sahabat dan tabi’in untuk berhati hati ketika berbicara tentang penafsiran al-qur’an. Abu bakar pernah berkata ketika ian ditanya tentang penafsiran al-qur’an.
ايّ
سماءٍ تظلنى وايّ ارض تقلنى واين اذهب
وكيف اصنع اذ قلت فى حرفٍ من كتاب الله
بغير ما اراد تبارك وتعالى.
Artinya : “ langit mana yang akan melindungiku, bumi mana yang
memberiku tempat berpijak, kemana hendak aku pergi, dan apa yang
hendak aku lakukan, jika aku menjelaskan al-qur’an dengan sesuatu
yang tidak dikehendaki Allah.
- Kelompok yang mengizinkannya. Mereka mengemukakan argumentasi, seperti berikut ini.20
- Didalam al-qur’an banyak ditemukan ayat ayat yang menyerukan untuk mendalami kandungan al-qur’an. Umpamanya firman Allah :
Artinya
: Maka
Apakah mereka tidak memperhatikan Al Quran ataukah hati mereka
terkunci?
Artinya
: dan
kalau mereka menyerahkannya kepada Rasul dan ulil Amri[322]
di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui
kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (Rasul dan ulil
Amri)[323].
[322]
Ialah:
tokoh-tokoh sahabat dan Para cendekiawan di antara mereka.
[323]
Menurut
mufassirin yang lain Maksudnya Ialah: kalau suatu berita tentang
keamanan dan ketakutan itu disampaikan kepada Rasul dan ulil Amri,
tentulah Rasul dan ulil amri yang ahli dapat menetapkan kesimpulan
(istimbat) dari berita itu.
- Seandainya tafsir bi ar-ra’yi itu dilarang, lalu mengapa ijtihad diperbolehkan ? nabi tidak menjelaskan setiap ayat ayat al-qur’an. Ini menunjukkan bahwa umatnya diizinkan ber ijtihad kepada ayat ayat yang belum dijelaskan nabi.
- Para sahabat sering berselisih pendapat mengenai penafsiran suatu ayat, ini menunjukkan bahwa merekapun menafsirkan al-qur’an dengan ra’yinya.
- Rasulullah pernah berdo’a untuk ibnu abbas. Do’a tersebut berbunyi.
اللهم
فقهه فى الدين وعلمه التأويل
Artinya : “
yaa Allah, berilah pemahaman agama kepada Ibn Abbas dan ajarilah ia
ta’wil.
Selanjutnya, para
ulama’ membagi corak tafsir bi ar-ra’yi menjadi dua bagian, yaitu
: tafsir bi ar-ra’yi yang dapat diterima/terpuji (maqbul/mahmudah)
dan tafsir bi ar-ra’yi yang di tolak/tercela (mardud/madzmum).
Tafsir bi ar-ra’yi dapat diterima selama menghindari hal hal
berikut ini.
- Memaksakan diri mengetahui makna yang dikehendaki allahpada suatu ayat tanpa memenuhi syarat untuk itu.
- Mencoba menafsirkan ayat ayat yang maknanya hanya diketahui allah (otoritas allah semata).
- Menafsirkan al-qur’an dengan disertai hawa nafsu dan sikap istihsan (menilai bahwa sesuatu itu baik semata mata berdasarkan prestasinya).
- Mentafsirkan ayat ayat untuk mendukungsuatu madzhab yang salah dengan cara menjadikan paham madzhab sebagai dasar, sedangkan penafsirannya mengikuti paham madzhab tersebut.
- Manafsirkan al-qur’an dengan memastikan bahwa makna yang dikehendaki Allah adalah demikian …… tanpa didukung dalil.21
Diantara contoh
tafsir bi ar-ra’yi yang tidak dapat diterima adalah sebagai
berikut.22
- Penafsiran golongan syi’ah terhadap kata al-baqarah (Q.S. Al-Baqarah :67) dengan iasyah r.a.
- Penafsiran sebagai mufasir terhadap surat al-baqarah ayat 74.
Artinya
: Kemudian
setelah itu hatimu menjadi keras seperti batu, bahkan lebih keras
lagi. Padahal diantara batu-batu itu sungguh ada yang mengalir
sungai-sungai dari padanya dan diantaranya sungguh ada yang terbelah
lalu keluarlah mata air dari padanya dan diantaranya sungguh ada yang
meluncur jatuh, karena takut kepada Allah. dan Allah sekali-sekali
tidak lengah dari apa yang kamu kerjakan.
Mereka menduga ada
batu yang dapat berfikir, berbicara dan jatuh karena takut kepada
Allah, seperti teks ayat diatas.
- Penafsiran sebagian mufasir terhadap surat an-nahl ayat 68.
Artinya
: Dan
Tuhanmu mewahyukan kepada lebah: "Buatlah sarang-sarang di
bukit-bukit, di pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibikin
manusia",
Mereka berpendapat
bahwa diantara para lebah itu, ada yang diangkat sebagai nabi yang
diberi wahyu Allah, dan mereka mengemukakan cerita bohongtentang
kenabian lebah. Sementara itu, sebagian yang lain berpendapat bahwa
ada tetesan lilin jatuh kepohon, kemudian tetesan tersebut di
pindahkan oleh lebah untuk dijadikan sarang sarang dan madu.
BAB
III
PENUTUP
PENUTUP
- Kesimpulan
Al-Qur`an sebagai ”hudan-linnas” dan “hudan-lilmuttaqin”,
maka untuk memahami kandungan al-Qur`an agar mudah diterapkan dalam
pengamalan hidup sehari-hari memerlukan pengetahuan dalam mengetahui
arti/maknanya, ta`wil, dan tafsirnya sesuai dengan yang dicontohkan
Rasulullah SAW. Sehingga kehendak tujuan ayat al-Qur`an tersebut
tepat sasarannya. Terjemah, tafisr, dan ta`wil diperlukan dalam
memahami isi kandungan ayat-ayat al-Qur`an yang mulia.
Pengertian terjemah lebih simple dan ringkas karena hanya merubah
arti dari bahasa yang satu ke bahasa yang lainnya. Sedangkan istilah
tafsir lebih luas dari kata terjemah dan ta’wil , dimana segala
sesuatu yang berhubungan dengan ayat, surat, asbaabun nuzul, dan lain
sebagainya dibahas dalam tafsir yang bertujuan untuk memberikan
kepahaman isi ayat atau surat tersebut, sehingga mengetahui maksud
dan kehendak firman-firman Allah SWT tersebut.
- Saran
Demikianlah makalah yang kami berisikan tentang tafsir, ta’wil dan
terjemah. Makalah inipun tak luput dari kesalahan dan kekurangan
maupun target yang ingin dicapai.
Adapun kiranya terdapat kritik, saran maupun teguran digunakan
sebagai penunjang pada makalah ini. Sebelum dan sesudahnya kami
ucapkan terima kasih.
DAFTAR PUSTAKA
Shihab, M. Quraish,
Membumikan Al-Qur’an, Mizan Bandung, 1992.
_______, Mukjizat
Al-Qur’an, Mizan, Bandung, 1997.
Suyuthi, jalal
Ad-Din, al-itqan fi ‘ulum al-qur’an, dar al-fikr, Beirut, t.t.,
Al Qaththan, Manna’ Khalil. 2006. Studi Ilmu-Ilmu al Qur`an
(terjemahan Mabaahits fii ‘Uluumil Qur`an). Jakarta: Pustaka Litera
AntarNusa.
Ichwan, Mohammad Nor. 2005. Belajar Al-Qur’an Menyingkap
Khazanah Ilmu-ilmu al-Qur’an Melalui Pendekatan
Historis-Metodologis. Semarang: RaSAIL.
Masyhur, Kahar Drs. H..1992. POKOK-POKOK ULUMUL QURAN. Jakarta: PT
RINEKA CIPTA.
Abidin S.,Zainal. 1992. SELUK BELUK AL-QURAN. Jakarta: PT RINEKA
CIPTA.
Ash Shiddieqy, T.M. Hasbi Prof. Dr. 1987. SEJARAH DAN PENGANTAR ILMU
AL QUR-AN/TAFSIR. Jakarta: PT Bulan Bintang.
http://haidarchace.wordpress.com/2009/01/08/tafsir-al-quran/
http://qistoos.multiply.com/journal/item/14
http://renizz.blogspot.com/2009/04/1.html
http://wildaznov11.blogspot.com/2009/01/pengertian-tafsir-tawil-dan-terjemah.html
http://qistoos.multiply.com/journal/item/14
http://renizz.blogspot.com/2009/04/1.html
http://wildaznov11.blogspot.com/2009/01/pengertian-tafsir-tawil-dan-terjemah.html
1
As-Shiddieqy, TM. Hasbi, Sejarah
Dan Pengantar Ilmu Al-Qur’an,
Jakarta, Bulan Bintang, Bandung, 1994, hlm. 178
2
Ibid.
4
Lihat Manna’ Al-Qaththlan,
Mahabits Fi Ulumul Qur’an,
Mansyurat Al-Ashr Al Hadits, 1973, hlm. 324.
9
Muhammad Ali Ash-Shabuni, At-Tibyan
Fi Ulumul Qur’an,
Maktabah Al-Ghazali, Damaskus, 1390, hlm. 277.
10
Abd Al-Hayy, Al-Farmawy,
Al-Bidayah Fi
Al-Tafsir Al-Maudhu’i,
Maktabah Al-Jumhuruyyah, Mesir, t.t. hlm. 25; al-Aridh, Sejarah
Dan Metodologi Tafsir,
Ahmad Akrom, CV. Rajawali Pres, Jakarta, 1992, hlm. 42-43;
Al-Qathlan, op, cit.,
hlm. 347; Musa’id Muslim Abdillah Ali Ja’far, Atsar Al-Tathawwur
Al-Fikry fi At-Tafsir fi Al-Ashr Al-‘Abbasy, Muassasah
Ar-Risalah, Beirut, 1984, hlm. 72.
12
Ibid.
13
Lihat Sayyid Ahmad Khalil,
Dirasat Fi Al-Qur’an.
Dan Al-Ma’rifah, Mesir, 1961, hlm. 113; Adz-Dzahabi
Al-Israiliyyat Fi
At-Tafsir Wa
Al-Hadits, Majma’
Al-Buhuts Al-Islamiyyah,
Kairo, 1971, hlm. 22; Muhammad Abu Syahbah, Al-Israiliyyat
Wa Al-Mawdhu’at Fi Kutub At-Tafsir,
Maktabah As-Sunnah, Kairo, 1407, hlm. 13-14.
14
Sejak kapan kecenderungan untuk
tidak bersikap ketat terhadap penerimaan riwayat, khususnya tafsir,
yang diindikasikan dengan pengesahan terhadap sanadnya barang kali
perlu mengapresiasikan teks Mustafa azami, seorang pakar hadits.
Menurutnya, penerapan ilmu mushalah hadits dibagi menjadi tiga
priode. Periode I sahabat yang di tandai dengan penerimaan riwayat
dari para sahabat tanpa harus bersikap hati hati, karena mereka
dipandang adil semuanya. Periode kedua, yang dimulai dari masa
tabiin sampai pertengahan abad IV H. yang ditandai dengan sikap
sleksi yang ketat terhadap keadilan. Keakurasian, dan hafalan
perawinya, periode ketiga dimulai pertengahan abad ke IV H yang
ditandai dengan tidak slektifnya dalam penerimaan riwayat, lihat
Mustafa azmi, Manhaj
An-Naqd ‘Inda Al-Muhaditsin : Nasy’atuh Wa Tarikhuhu,
Maktabah Al-Kautsar, Al-Mamlakah Al-Arabiyyah As-Saudiyyah, 1990,
hlm. 7-8.
16
Ibid.
17
Basuni Faudah, Tafsir-Tafsir
Al-Qur’an, Terj.,
Pustaka Setia Bandung, 1987, hlm. 62 ; Adz-Dzahabi, Al-Tafsir …
Hlm. 254.
19
Jalaluddin Rahmat, Tafsir
Konteporer, Kritik, Dan Masalah Pengembangan Methodology,
Makalah Lada Seminar Nasional Yang Diselenggarakan HIMA Tadsir
Hadits, Fakultas Ushuluddin, IAIN SGC, Bandung, 1991, hlm. 4.
22
Al-‘Aridh Ali Hasan,
Sejarah Dan Metodoligi
Tafsir, Terj. Ahmad
Arkom, CV Rajawali Press, Jakarta, 1992, hlm. 50-54.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar