BAB I
PENDAHULUAN
- Pendahuluan Psikologi pendidikan adalah studi yang sistematis terhadap proses dan faktor-faktor yang berhubungan dengan pendidikan. Sedangkan pendidikan adalah proses pertumbuhan yang berlangsung melalui tindakan-tindakan belajar (Whiterington, 1982:10). Dari batasan di atas terlihat adanya kaitan yang sangat kuat antara psikologi pendidikan dengan tindakan belajar. Karena itu, tidak mengherankan apabila beberapa ahli psikologi pendidikan menyebutkan bahwa lapangan utama studi psikologi pendidikan adalah soal belajar. Dengan kata lain, psikologi pendidikan memusatkan perhatian pada persoalan-persoalan yang berkenaan dengan proses dan faktor-faktor yang berhubungan dengan tindakan belajar. Karena konsentrasinya pada persoalan belajar, yakni persoalan-persoalan yang senantiasa melekat pada subjek didik, maka konsumen utama psikologi pendidikan ini pada umumnya adalah pada pendidik. Mereka memang dituntut untuk menguasai bidang ilmu ini agar mereka, dalam menjalankan fungsinya, dapat menciptakan kondisi-kondisi yang memiliki daya dorong yang besar terhadap berlangsungnya tindakan-tindakan belajar secara efektif.
- Mendorong Tindakan Belajar Pada umumnya orang beranggapan bahwa pendidik adalah sosok yang memiliki sejumlah besar pengetahuan tertentu, dan berkewajiban menyebarluaskannya kepada orang lain. Demikian juga, subjek didik sering dipersepsikan sebagai sosok yang bertugas mengkonsumsi informasi-informasi dan pengetahuan yang disampaikan pendidik. Semakin banyak informasi pengetahuan yang mereka serap atau simpan semakin baik nilai yang mereka peroleh, dan akan semakin besar pula pengakuan yag mereka dapatkan sebagai individu terdidik. Anggapan-anggapan seperti ini, meskipun sudah berusia cukup tua, tidak dapat dipertahankan lagi. Fungsi pendidik menjejalkan informasi pengetahuan sebanyak-banyakya kepada subjek didik dan fungsi subjek didik menyerap dan mengingat-ingat keseluruhan informasi itu, semakin tidak relevan lagi mengingat bahwa pengetahuan itu sendiri adalah sesuatu yang dinamis dan tidak terbatas. Dengan kata lain, pengetahuan-pengetahuan (yang dalam perasaan dan pikiran manusia dapat dihimpun) hanya bersifat sementara dan berubah-ubah, tidak mutlak (Goble, 1987 : 46). Gugus pengetahuan yang dikuasai dan disebarluaskan saat ini, secara relatif, mungkin hanya berfungsi untuk saat ini, dan tidak untuk masa lima hingga sepuluh tahun ke depan. Karena itu, tidak banyak artinya menjejalkan informasi pengetahuan kepada subjek didik, apalagi bila hal itu terlepas dari konteks pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari. Namun demikian bukan berarti fungsi traidisional pendidik untuk menyebarkan informasi pengetahuan harus dipupuskan sama sekali. Fungsi ini, dalam batas-batas tertentu, perlu dipertahankan, tetapi harus dikombinasikan dengan fungsi-fungsi sosial yang lebih luas, yakni membantu subjek didik untuk memadukan informasi-informasi yang terpecah-pecah dan tersebar ke dalam satu falsafah yang utuh. Dengan kata lain dapat diungkapkan bahwa menjadi seorang pendidik dewasa ini berarti juga menjadi “penengah” di dalam perjumpaan antara subjek didik dengan himpunan informasi faktual yang setiap hari mengepung kehidupan mereka. Sebagai penengah, pendidik harus mengetahui dimana letak sumber- sumber informasi pengetahuan tertentu dan mengatur mekanisme perolehannya apabila sewaktu-waktu diperlukan oleh subjek didik.Dengan perolehan informasi pengetahuan tersebut, pendidik membantu subjek didik untuk mengembangkan kemampuannya mereaksi dunia sekitarnya. Pada momentum inilah tindakan belajar dalam pengertian yang sesungguhya terjadi, yakni ketika subjek didik belajar mengkaji kemampuannya secara realistis dan menerapkannya untuk mencapai kebutuhan-kebutuhannya. Dari deskripsi di atas terlihat bahwa indikator dari satu tindakan belajar yang berhasil adalah : bila subjek didik telah mengembangkan kemampuannya sendiri. Lebih jauh lagi, bila subjek didik berhasil menemukan dirinya sendiri ; menjadi dirinya sendiri. Faure (1972) menyebutnya sebagai “learning to be”. Adalah tugas pendidik untuk menciptakan kondisi yang kondusif bagi berlangsungnya tindakan belajar secara efektif. Kondisi yang kondusif itu tentu lebih dari sekedar memberikan penjelasan tentang hal-hal yang termuat di dalam buku teks, melainkan mendorong, memberikan inspirasi, memberikan motif-motif dan membantu subjek didik dalam upaya mereka mencapai tujuan-tujuan yang diinginkan (Whiteherington, 1982:77). Inilah fungsi motivator, inspirator dan fasilitator dari seorang pendidik.
- Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses dan Hasil Belajar Agar fungsi pendidik sebagai motivator, inspirator dan fasilitator dapat dilakonkan dengan baik, maka pendidik perlu memahami faktor-faktor yang dapat mempengaruhi proses dan hasil belajar subjek didik. Faktor-faktor itu lazim dikelompokkan atas dua bahagian, masing-masing faktor fisiologis dan faktor psikologis (Depdikbud, 1985 :11). 1. Faktor Fisiologis Faktor-faktor fisiologis ini mencakup faktor material pembelajaran, faktor lingkungan, faktor instrumental dan faktor kondisi individual subjek didik.Material pembelajaran turut menentukan bagaimana proses dan hasil belajar yang akan dicapai subjek didik. Karena itu, penting bagi pendidik untuk mempertimbangkan kesesuaian material pembelajaran dengan tingkat kemampuan subjek didik ; juga melakukan gradasi material pembelajaran dari tingkat yang paling sederhana ke tingkat lebih kompeks. Faktor lingkungan, yang meliputi lingkungan alam dan lingkungan sosial, juga perlu mendapat perhatian. Belajar dalam kondisi alam yang segar selalu lebih efektif dari pada sebaliknya. Demikian pula, belajar padapagi hari selalu memberikan hasil yang lebih baik dari pada sore hari. Sementara itu, lingkungan sosial yang hiruk pikuk, terlalu ramai, juga kurang kondisif bagi proses dan pencapaian hasil belajar yang optimal.
- Yang tak kalah pentingnya untuk dipahami adalah faktor-faktor instrumental, baik yang tergolong perangkat keras (hardware) maupun perangkat lunak (software). Perangkat keras seperti perlangkapan belajar, alat praktikum, buku teks dan sebagainya sangat berperan sebagai sarana pencapaian tujuan belajar. Karenanya, pendidik harus memahami dan mampu mendayagunakan faktor-faktor instrumental ini seoptimal mungkin demi efektifitas pencapaian tujuan-tujuan belajar. Faktor fisiologis lainnya yang berpengaruh terhadap proses dan hasil belajar adalah kondisi individual subjek didik sendiri. Termasuk ke dalam faktor ini adalah kesegaran jasmani dan kesehatan indra. Subjek didik yang berada dalam kondisi jasmani yang kurang segar tidak akan memiliki kesiapan yang memadai untuk memulai tindakan belajar.
- Faktor Psikologis Faktor-faktor psikologis yang berpengaruh terhadap proses dan hasil belajar jumlahnya banyak sekali, dan masing-masingnya tidak dapat dibahas secara terpisah. Perilaku individu, termasuk perilaku belajar, merupakan totalitas penghayatan dan aktivitas yang lahir sebagai hasil akhir saling pengaruh antara berbagai gejala, seperti perhatian, pengamatan, ingatan, pikiran dan motif.
- Perhatian Tentulah dapat diterima bahwa subjek didik yang memberikan perhatian intensif dalam belajar akan memetik hasil yang lebih baik. Perhatian intensif ditandai oleh besarnya kesadaran yang menyertai aktivitas belajar. Perhatian intensif subjek didik ini dapat dieksloatasi sedemikian rupa melalui strategi pembelajaran tertentu, seperti menyediakan material pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan subjek didik, menyajikan material pembelajaran dengan teknik-teknik yang bervariasi dan kreatif, seperti bermain peran (role playing), debat dan sebagainya. Strategi pemebelajaran seperti ini juga dapat memancing perhatian yang spontan dari subjek didik. Perhatian yang spontan dimaksudkan adalah perhatian yang tidak disengaja, alamiah, yang muncul dari dorongan-dorongan instingtif untuk mengetahui sesuatu, seperti kecendrungan untuk mengetahui apa yang terjadi di sebalik keributan di samping rumah, dan lain-lain. Beberapa hasil penelitian psikologi menunjukkan bahwa perhatian spontan cendrung menghasilkan ingatan yang lebih lama dan intensif dari pada perhatian yang disengaja.
- Pengamatan Pengamatan adalah cara pengenalan dunia oleh subjek didik melalui penglihatan, pendengaran, perabaan, pembauan dan pengecapan. Pengamatan merupakan gerbang bai masuknya pengaruh dari luar ke dalam individu subjek didik, dan karena itu pengamatan penting artinya bagi pembelajaran. Untuk kepentingan pengaturan proses pembelajaran, para pendidik perlu memahami keseluruhan modalitas pengamatan tersebut,
menetapkan secara analitis manakah di antara
unsur-unsur modalitas pengamatan itu yang paling dominan peranannya
dalam proses belajar. Kalangan psikologi tampaknya menyepakati bahwa
unsur lainnya dalam proses belajar. Dengan kata lain, perolehan
informasi pengetahuan oleh subjek didik lebih banyak dilakukan
melalui penglihatan dan pendengaran. Jika demikian, para pendidik
perlu mempertimbangkan penampilan alat-alat peraga di dalam penyajian
material pembelajaran yang dapat merangsang optimalisasi daya
penglihatan dan pendengaran subjek didik. Alat peraga yang dapat
digunakan, umpamanya ; bagan, chart, rekaman, slide dan sebagainya.
- Ingatan Secara teoritis, ada 3 aspek yang berkaitan dengan berfungsinya ingatan, yakni
(1) menerima kesan,
(2) menyimpan kesan, dan
(3) memproduksi kesan.
Mungkin karena fungsi-fungsi inilah, istilah
“ingatan” selalu didefinisikan sebagai kecakapan untuk menerima,
menyimpan dan mereproduksi kesan. Kecakapan merima kesan sangat
sentral peranannya dalam belajar. Melalui kecakapan inilah, subjek
didik mampu mengingat hal-hal yang dipelajarinya. Dalam konteks
pembelajaran, kecakapan ini dapat dipengaruhi oleh beberapa hal, di
antaranya teknik pembelajaran yang digunakan pendidik. Teknik
pembelajaran yang disertai dengan penampilan bagan, ikhtisar dan
sebagainya kesannya akan lebih dalam pada subjek didik. Di samping
itu, pengembangan teknik pembelajaran yang mendayagunakan “titian
ingatan” juga lebih mengesankan bagi subjek didik, terutama untuk
material pembelajaran berupa rumus-rumus atau urutan-urutan lambang
tertentu. Contoh kasus yang menarik adalah mengingat nama-nama kunci
nada g (gudeg), d (dan), a (ayam), b (bebek) dan sebagainya. Hal lain
dari ingatan adalah kemampuan menyimpan kesan atau mengingat.
Kemampuan ini tidak sama kualitasnya pada setiap subjek didik. Namun
demikian, ada hal yang umum terjadi pada siapapun juga : bahwa segera
setelah seseorang selesai melakukan tindakan belajar, proses
melupakan akan terjadi. Hal-hal yang dilupakan pada awalnya
berakumulasi dengan cepat, lalu kemudian berlangsung semakin lamban,
dan akhirnya sebagian hal akan tersisa dan tersimpan dalam ingatan
untuk waktu yang relatif lama. Untuk mencapai proporsi yang memadai
untuk diingat, menurut kalangan psikolog pendidikan, subjek didik
harus mengulang-ulang hal yang dipelajari dalam jangka waktu yang
tidak terlalu lama. Implikasi pandangan ini dalam proses pembelajaran
sedemikian rupa sehingga memungkinkan bagi subjek didik untuk
mengulang atau mengingat kembali material pembelajaran yang telah
dipelajarinya. Hal ini, misalnya, dapat dilakukan melalui pemberian
tes setelah satu submaterial pembelajaran selesai. Kemampuan
resroduksi, yakni pengaktifan atau prosesproduksi ulang hal-hal yang
telah dipelajari, tidak kalah menariknya untuk diperhatikan.
Bagaimanapun, hal-hal yang telah dipelajari, suatu saat,
harus diproduksi untuk memenuhi kebutuhan tertentu
subjek didik, misalnya kebutuhan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan
dalam ujian ; atau untuk merespons tantangan-tangan dunia sekitar.
Pendidik dapat mempertajam kemampuan subjek didik dalam hal ini
melalui pemberian tugas-tugas mengikhtisarkan material pembelajaran
yang telah diberikan.
- Berfikir Definisi yang paling umum dari berfikir adalah berkembangnya ide dan konsep (Bochenski, dalam Suriasumantri (ed), 1983:52) di dalam diri seseorang. Perkembangan ide dan konsep ini berlangsung melalui proses penjalinan hubungan antara bagian-bagian informasi yang tersimpan di dalam didi seseorang yang berupa pengertian-perngertian. Dari gambaran ini dapat dilihat bahwa berfikir pada dasarnya adalah proses psikologis dengan tahapan-tahapan berikut :
(1) pembentukan pengertian,
(2) penjalinan pengertian-pengertian, dan
(3) penarikan kesimpulan.
Kemampuan berfikir pada manusia alamiah sifatnya.
Manusia yang lahir dalam keadaan normal akan dengan sendirinya
memiliki kemampuan ini dengan tingkat yang reletif berbeda. Jika
demikian, yang perlu diupayakan dalam proses pembelajaran adalah
mengembangkan kemampuan ini, dan bukannya melemahkannya. Para
pendidik yang memiliki kecendrungan untuk memberikan penjelasan yang
“selengkapnya” tentang satu material pembelajaran akan cendrung
melemahkan kemampuan subjek didik untuk berfikir. Sebaliknya, para
pendidik yang lebih memusatkan pembelajarannya pada pemberian
pengertian-pengertian atau konsep-konsep kunci yang fungsional akan
mendorong subjek didiknya mengembangkan kemampuan berfikir mereka.
Pembelajaran seperti ni akan menghadirkan tentangan psikologi bagi
subjek didik untuk merumuskan kesimpulan-kesimpulannya secara
mandiri.
- Motif Motif adalah keadaan dalam diri subjek didik yang mendorongnya untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu. Motif boleh jadi timbul dari rangsangan luar, seperti pemberian hadiah bila seseorang dapat menyelesaikan satu tugas dengan baik. Motif semacam ini sering disebut motif ekstrensik. Tetapi tidak jarang pula motif tumbuh di dalam diri subjek didik sendiri yang disebut motif intrinsik. Misalnya, seorang subjek didik gemar membaca karena dia memang ingin mengetahui lebih dalam tentang sesuatu. Dalam konteks belajar, motif intrinsik tentu selalu lebih baik, dan biasanya berjangka panjang. Tetapi dalam keadaan motif intrinsik tidak cukup potensial pada subjek didik, pendidik perlu menyiasati hadirnya motif-motif ekstrinsik. Motif ini, umpamanya, bisa dihadirkan melalui penciptaan suasana kompetitif di antara individu maupun kelompok subjek didik. Suasana ini akan mendorong subjek didik untuk berjuang atau berlomba melebihi yang lain.Namun demikian, pendidik harus memonitor suasana ini secara ketat agar tidak mengarah kepada hal-hal yang negatif.
Motif ekstrinsik bisa juga dihadirkan melalui
siasat “self competition”, yakni menghadirkan grafik prestasi
individual subjek didik.Melalui grafik ini, setiap subjek didik dapat
melihat kemajuan- kemajuannya sendiri. Dan sekaligus membandingkannya
dengan kemajuan yang dicapai teman-temannya.Dengan melihat grafik
ini, subjek didik akan terdorong untuk meningkatkan prestasinya
supaya tidak berada di bawah prestasi orang lain.
BAB II
PEMBAHASAN
- Psikologi dan Pendidikan.
Secara etimologis, istilah psikologis berasal dari
bahasa Yunani, yaitu dari kata psyche berarti ”jiwa”, dan logos
yang berarti ilmu. Jadi secara harfiah psikologi berarti ilmu jiwa,
atau ilmu yang mempelajari tentang gejala- gejala kejiwaan. Namun
apabila mengacu pada salah satu syarat ilmu yaitu adanya objek yang
dipelajari maka tidaklah tepat mengartikan psikologi sebagai ilmu
jiwa karena jiwa bersifat abstrak.
Oleh karena itu yang sangat mungkin dikaji adalah
manifestasi dari jiwa itu sendiri yaitu dalam wujud perilaku individu
dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Dengan dasar ini maka
psikologi dapat diartikan sebagai suatu ilmu yang mempelajari tentang
perilaku individu dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Menurut
Whiterington (1982:10) bahwa pendidikan adalah proses pertumbuhan
yang berlangsung melalui tindakan-tindakan belajar. artinya bahwa
tindakan-tindakan belajar yang berlangsung secara terus menerus akan
menghasilkan pertumbuhan pengetahuan dan perilaku sesuai dengan
tingkatan pembelajaran yang dilalui oleh individu sendiri melalui
proses belajar-mengajar. Karena itu untuk mencapai hasil yang
diharapkan, metode dan pendekatan yang benar dalam proses pendidikan
sangat diperlukan. Kalau kita berbicara tentang individu yaitu
manusia, maka kita akan bertemu dengan beberapa keunikan
perilaku/jiwa (psyche), dan faktor ini akan berhubungan erat bahkan
menentukan dalam keberhasilan proses belajar. Didasari pada begitu
eratnya antara tugas psikologi (jiwa) dan ilmu pendidikan, kemudian
lahirlah suatu subdisiplin yaitu psikologi pendidikan (educational
psychology). Psikologi pendidikan adalah studi yang sistematis
terhadap proses dan faktor-faktor yang berhubungan dengan pendidikan.
Sedangkan pendidikan adalah proses pertumbuhan
yang berlangsung melalui tindakan-tindakan belajar. Dari dua definisi
ini maka jelas fokus dari psikologi pendidikan adalah proses belajar
mengajar.
B. Peran Psikologi Pendidikan Dalam Proses
Belajar-Mengajar
1 1.Makalah BASOM Mata Kuliah Psikologi Pendidikan
oleh Ev. Sang Putra Immanueal Duha, S.Th 7
Dalam bukunya, Drs. Alex Subor, M,si.2
mendefinisikan bahwa Psikologi Pendidikan adalah subdisiplin
psikologi yang mempelajari tingkah laku individu dalam situasi
pendidikan, yang meliputi pula pengertian tentang proses belajar dan
mengajar. Secara garis besar, umumnya batasan pokok bahasan psikologi
pendidikan dibatasi atas tiga macam3:
- Mengenai belajar, yang meliputi teori-teori, prinsip-prinsip dan ciri khas perilaku belajar peserta didik dan sebagainya.
- Mengenai proses belajar, yakni tahapan perbuatan dan peristiwa yang terjadi dalam kegiatan belajar peserta didik dan sebagianya.
- Mengenai situasi belajar, yakni suasana dan keadaan lingkungan baik bersifat fisik maupun non fisik yang berhubungan dengan kegiatan belajar peserta didik. Sementara menurut Samuel Smith, setidaknya ada 16 topik yang perlu dibahas dalam psikologi pendidikan, yaitu :
- Pengetahuan tentang psikologi pendidikan (The science of educational psychology)
- Hereditas atau karakteristik pembawaan sejak lahir (heredity)
- Lingkungan yang bersifat fisik (physical structure).
- Perkembangan siswa (growth).
- Proses-proses tingkah laku (behavior proses).
- Hakikat dan ruang lingkup belajar (nature and scope of learning).
- Faktor-faktor yang memperngaruhi belajar (factors that condition learning)
- Hukum-hukum dan teori-teori belajar (laws and theories of learning).
- Pengukuran, yakni prinsip-prinsip dasar dan batasan-batasan pengukuran/ evaluasi. (measurement: basic principles and definitions).
- Tranfer belajar, meliputi mata pelajaran (transfer of learning subject matters)
- Sudut-sudut pandang praktis mengenai pengukuran (practical aspects of measurement).
- Ilmu statistic dasar (element of statistics).
- Kesehatan rohani (mental hygiene).
- Pendidikan membentuk watak (character education).
- Pengetahuan psikologi tentang mata pelajaran sekolah menengah. (Psychology of secondary school subjects).
- Pengetahuan psikologi tentang mata pelajaran sekolah dasar (psychology of elementary school).
Dalam proses belajar-mengajar dapat dikatakan
bahwa ini inti permasalahan psikiologis terletak pada anak didik.
Bukan berarti mengabaikan persoalan psikologi seorang pendidik, namun
dalam hal 2 2. Psikologi Umum – Drs. Alex Subor, M,si 3 3. Internet
– Sumbangan Psikologi dalam pendidikan 8
seseorang telah menjadi seorang pendidik maka ia
telah melalui proses pendidikan dan kematangan psikologis sebagai
suatu kebutuhan dalam mengajar. Penguasaan guru tentang psikologi
pendidikan merupakan salah satu kompetensi yang harus dikuasai guru,
yakni kompetensi pedagogik. Muhibbin Syah (2003) mengatakan bahwa
“diantara pengetahuan- pengetahuan yang perlu dikuasai guru dan
calon guru adalah pengetahuan psikologi terapan yang erat kaitannya
dengan proses belajar mengajar peserta didik” Guru dalam
menjalankan perannya sebagai pendidik bagi peserta didiknya, tentunya
dituntut memahami tentang berbagai aspek perilaku dirinya maupun
perilaku orang-orang yang terkait dengan tugasnya, terutama perilaku
peserta didik dengan segala aspeknya, sehingga dapat menjalankan
tugas dan perannya secara efektif, yang pada gilirannya dapat
memberikan kontribusi nyata bagi pencapaian tujuan pendidikan di
sekolah. Dengan memahami psikologi pendidikan, seorang guru melalui
pertimbangan – pertimbangan psikologisnya diharapkan dapat :
- Merumuskan tujuan pembelajaran secara tepat. Dengan memahami psikologi pendidikan yang memadai diharapkan guru akan dapat lebih tepat dalam menentukan bentuk perubahan perilaku yang dikehendaki sebagai tujuan pembelajaran. Misalnya, dengan berusaha mengaplikasikan pemikiran Bloom tentang taksonomi perilaku individu dan mengaitkannya dengan teori-teori perkembangan individu.
- Memilih strategi atau metode pembelajaran yang sesuai. Dengan memahami psikologi pendidikan yang memadai diharapkan guru dapat menentukan strategi atau metode pembelajaran yang tepat dan sesuai, dan mampu mengaitkannya dengan karakteristik dan keunikan individu, jenis belajar dan gaya belajar dan tingkat perkembangan yang sedang dialami siswanya.
- Memberikan bimbingan atau bahkan memberikan konseling. Tugas dan peran guru, di samping melaksanakan pembelajaran, juga diharapkan dapat membimbing para siswanya. Dengan memahami psikologi pendidikan, tentunya diharapkan guru dapat memberikan bantuan psikologis secara tepat dan benar, melalui proses hubungan interpersonal yang penuh kehangatan dan keakraban.
- Memfasilitasi dan memotivasi belajar peserta didik.
Memfasilitasi artinya berusaha untuk mengembangkan
segenap potensi yang dimiliki siswa, seperti bakat, kecerdasan dan
minat. Sedangkan memotivasi dapat diartikan berupaya memberikan
dorongan kepada siswa untuk melakukan perbuatan tertentu, khususnya
perbuatan belajar. Tanpa pemahaman psikologi pendidikan yang memadai,
tampaknya guru akan mengalami kesulitan untuk mewujudkan dirinya
sebagai fasilitator maupun motivator belajar siswanya.
- Menciptakan iklim belajar yang kondusif. Efektivitas pembelajaran membutuhkan adanya iklim belajar yang kondusif. Guru dengan pemahaman psikologi pendidikan yang memadai memungkinkan untuk dapat menciptakan iklim sosio- emosional yang kondusif di dalam kelas, sehingga siswa dapat belajar dengan nyaman dan menyenangkan.
- Berinteraksi secara tepat dengan siswanya. Pemahaman guru tentang psikologi pendidikan memungkinkan untuk terwujudnya interaksi dengan siswa secara lebih bijak, penuh empati dan menjadi sosok yang menyenangkan di hadapan siswanya.
- Menilai hasil pembelajaran yang adil. Pemahaman guru tentang psikologi pendidikan dapat mambantu guru dalam mengembangkan penilaian pembelajaran siswa yang lebih adil, baik dalam teknis penilaian, pemenuhan prinsip-prinsip penilaian maupun menentukan hasil-hasil penilaian.
BAB III
PENUTUP
- Kesimpulan
Sebagi objek sasaran dalam proses belajar mengajar
adalah anak didik sebagai manusia individu yang memiliki perilaku,
karakteristik dan kemampuan yang berbeda satu sama lain, maka dalam
proses belajar mengajar, seorang pendidik perlu memperhatikan faktor
psikologi karena pendidikan sebagai suatu proses perubahan tingkah
laku yang diperolah melalui belajar mengajar, tidak dapat dipisahkan
dari psikologi. Guru sebagai pendidik/pengajar menjadi subjek yang
mutlak harus memiliki pengetahuan psikologi sehingga proses belajar
mengajar bisa berjalan dengan baik, setidaknya dalam meminimalisir
kegagalan dalam menyampaikan mataeri pelajaran.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.andragogi.com/document/psikologi_pendidikan.htm
11
http://id.wikipedia.org/wiki/Psikologi
http://www.scribd.com/doc/10858411/Psikologi-Pendidikan 12
Tidak ada komentar:
Posting Komentar