DOKUMEN MANBA'UL ULUM

DOKUMEN MANBA'UL ULUM
sejarah pengarsipan

Rabu, 23 Mei 2012

strategi pemb, PENGGUNAAN MEDIA SUMBER BELAJAR DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR

BAB I
PENDAHULUAN


1.1.    LATAR BELAKANG
Dalam proses belajar mengajar kehadiran media mempunyai arti yang cukup penting. Karena dalam kegiatan tersebut ketidak jelasan bahan yang disampaikan dapat dibantu dengan menghadirkan media sebagai perantara. Media dapat mewakili apa yang kurang mampu guru ucapkan melalui kata-kata atau kalimat tertentu. Dengan demikian, anak didik lebih mudah mencerna bahan daripada tanpa bantuan media. Akhirnya, dapat dipahami bahwa media adalah alat Bantu apa saja yang dapat dijadikan sebagai penyalur pesan guna mencapai tujuan pengajaran. Berikut akan dibahas secara rinci namun ringkas.

1.2.    RUMUSAN MASALAH
a.    apa pengertian media pembelajaran?
b.    Apa pengertian  media sebagai alat Bantu?
c.    Apa penjelaskan media sebagai sumber belajar?
d.    Apa saja macam-macam media?
e.    prinsip-prinsip apa yang di gunakan untuk pemilihan dan penggunaan media?
f.    Apa penjelaskan dasar pertimbangan pemilihan dan penggunaan media?
g.    Apa penjelaskan pengembangan dan pemanfaatan media sumber?

1.3.    BATASAN PEMBAHASAN
a.    Mengetahui pengertian media.
b.    Menjelaskan media sebagai alat Bantu.
c.    Menjelaskan media sebagai sumber belajar.
d.    Mengetahui macam-macam media.
e.    Menjelaskan prinsip-prinsip pemilihan dan penggunaan media.
f.    Menjelaskan dasar pertimbangan pemilihan dan penggunaan media.
g.    Menjelaskan pengembangan dan pemanfaatan media sumber.












BAB II
PEMBAHASAN
PENGGUNAAN MEDIA SUMBER BELAJAR DALAM  PROSES BELAJAR MENGAJAR

2.1.    Pengertian Media
Kata “media” berasal dari bahasa latin dan merupakan bentuk jamak dari kata “medium” yang secara harfiah berarti “perantara atau pengantar”. Dengan demikian, media merupakan wahana penyalur informasi belajar atau penyalur pesan. Secara luas media dapat diartikan dengan manusia, benda ataupun peristiwa yang  memungkinkan anak didik memperoleh pengetahuan dan keterampilan.
Dalam proses belajar mengajar kehadiran media mempunyai arti yang cukup penting. Karena dalam kegiatan tersebut ketidak jelasan bahan yang disampaikan dapat dibantu dengan menghadirkan media sebagai perantara. Media dapat mewakili apa yang kurang mampu guru ucapkan melalui kata-kata atau kalimat tertentu. Dengan demikian, anak didik lebih mudah mencerna bahan daripada tanpa bantuan media. Akhirnya, dapat dipahami bahwa media adalah alat Bantu apa saja yang dapat dijadikan sebagai penyalur pesan guna mencapai tujuan pengajaran.

2.2.    Media Sebagai Alat Bantu
Media sebagai alat Bantu dalam proses belajar mengajar adalah suatu kenyataan yang tidak dapat dipungkiri. Karena memang gurulah yang menghendakinya untuk membantu tugas guru dalam menyampaikan pesan-pesan dari bahan pelajaran yang diberikan oleh guru kepada anak didik. Guru sadar bahwa tanpa bantuan media, maka bahan pelajaran sukar untuk dicerna dan dipahami oleh setiap anak didik, terutama bahan pelajaran yang rumit atau kompleks.
Sebagai alat Bantu, media mempunyai fungsi melicinkan jalan menuju tercapainya tujuan pengajaran. Hal ini dilandasi dengan keyakinan bahwa proses belajar mengajar dengan bantuan media mempertinggi kegiatan belajar anak didik dalam tenggang waktu yang cukup lama. Itu berarti kegiatan belajar anak didik dengan bantuan media akan menghasilkan proses dan hasil belajar yang lebih baik daripada tanpa bantuan media.
Akhirnya, dapat dipahami bahwa media adalah alat Bantu dalam proses belajar mengajar. Dan gurulah yang mempergunakannnya untuk membelajarkan anak didik demi tercapainya tujuan pengajaran.

2.3.    Media Sebagai Sumber Belajar
Belajar mengajar adalah suatu proses yang mengolah sejumlah nilai untuk dikonsumsi oleh setiap anak didik. Nilai-nilai itu tidak datang dengan sendirinya, tetapi terambil dari berbagai sumber. Sumber belajar yang sesungguhnya banyak sekali terdapat di mana-mana; di sekolah, di halaman, di pusat w:st="on"kota, di pedesaan, dan sebagainya. Udin Saripuddin dan Winataputra (199;65) mengelompokkan sumber-sumber belajar menjadi lima kategori, yaitu manusia, buku/perpustakaan, media massa, alam lingkungan, dan media pendidikan. Karena itu, sumber belajar adalah segala sesuatu yang dapat dipergunakan sebagai tempat di mana bahan pengajaran terdapat atau asal untuk belajar seseorang.
Media sebagai sumber belajar diakui sebagai alat Bantu auditif, visual, dan audiovisual. Penggunaan ketiga jenis sumber belajar ini tidak sembarangan, tetapi harus disesuaikan dengan perumusan tujuan instruksional, dan tentu saja dengan kompetensi guru itu sendiri dan sebagainya. Untuk tercapainya tujuan pengajaran tidak mesti dilihat dari kemahalan suatu media, yang sederhana juga bisa mencapainya, asalkan guru pandai menggunakannya. Maka guru yang pandai menggunakan media adalah guru yang bisa memanipulasi media sebagai sumber belajar dan sebagai penyalur informasi dari bahan yang disampaikan kepada anak didik dalam proses belajar mengajar.

2.4.    Macam-Macam Media
1.    Dilihat Dari Jenisnya, Media Dibagi ke Dalam :
a.    Media auditif
Media auditif adalah media yang hanya mengandalkan kemampuan suara saja, Seperti radio, cassette recorder, piringan hitam. Media ini tidak cocok untuk orang tuli atau mempunyai kelainan dalam pendengaran.
b.    Media visual
Media visual adalah media yang hanya mengandalkan indra penglihatan. Media visual ini ada yang menampilkan gambar diam seperti film strip (film rangkai), slides (film bingkai) foto, gambar atau lukisan, cetakan. w:st="on"Ada pula media visual yang menampilkan gambar atau symbol yang bergerak seperti film bisu, film kartun.
c.    Media Audiovisual
Media audiovisual adalah media yang mempunyai unsure suara dan unsure gambar. Jenis media ini mempunyai kemampuan yang lebih baik, karena meliputi kedua jenis media yang pertama dan kedua.

2.    Dilihat dari Daya Liputnya, Media Dibagi Dalam :
a.    Media dengan Gaya Liput Luas dan Serentak, contoh: radio dan televisi.
b.    Media dengan Gaya Liput yang Terbatas oleh Ruang dan Tempat, contoh: film.
c.    Media untuk Pengajaran Individual, contoh: modul berprogram melalui computer.

3.    Dilihat dari Bahan Pembuatannya, Media Dibagi Dalam :
a.    Media Sederhana yaitu media yang mudah diperoleh dan harganya murah, serta cara pembuatannya mudah.
b.    Media Kompleks yaitu media yang bahan dan lat pembuatannya sulit diperoleh serta mahal harganya, sulit membuatnya dan penggunaannya memerlukan keterampilah yang memadai.

2.5.    Prinsip-Prinsip Pemilihan dan Penggunaan Media
Drs. Sudirman N. (1991) mengemukakan beberapa prinsip pemilihan media pengajaran yang dibaginya ke dalam tiga kategori, sebagai berikut:
1.    Tujuan Pemilihan
Memilih media yang akan digunakan harus berdasarkan maksud dan tujuan pemilihan yang jelas. Pemilihan media untuk pembelajaran (siswa belajar), untuk informasi yang bersifat umum, ataukah sekedar untuk hiburan saja mengisi waktu kosong. Lebih spesifik lagi, untuk pengajaran kelompok atau pengajaran individual.
2.    Karakteristik Media Pengajaran
Setiap media mempunyai karakteristik tertentu, baik dilihat dari segi keampuhannya, cara pembuatannya, maupun cara penggunaannya. Memahami karakteristik berbagai media pengajaran merupakan kemampuan dasar yang harus dimiliki guru dalam kaitannya dengan keterampilan pemilihan media pengajaran.
3.    Alternatif Pilihan
Memilih pada hakikatnya adalah proses membuat keputusan dari berbagai alternative pilihan. Guru bisa menentukan pilihan media mana yang akan digunakan apabila terdapat beberapa media yang dapat diperbandingkan. Sedangkan apabila media pengajaran itu hanya satu, maka guru tidak bisa memilih, tetapi menggunakan apa adanya.
Menurut Dr. Nana Sudjana (1991; 104) tentang prinsip-prinsip penggunaan media agar mencapai hasil yang baik yaitu:
a.    Menentukan jenis media dengan tepat,
b.    Menetapkan atau memperhitungkan subjek dengan tepat,
c.    Menyajikan media dengan tepat,
d.    Menempatkan atau memperlihatkan media pada waktu, tempat dan situasi yang tepat.

2.6.    Dasar Pertimbangan Pemilihan dan Penggunaan Media
1.    Faktor-Faktor yang Perlu Diperhatikan Dalam Memilih Media Pengajaran
a.    Objektivitas
Artinya guru tidak boleh memilih suatu media pengajaran atas dasar kesenangan pribadi. Apabila secara objektif, berdasarkan hasil penelitian atau percobaan, suatu media pengajaran menunjukkan keefektifan dan efesiensi yang tinggi, maka guru jangan merasa bosan menggunakannya.
2.    Program Pengajaran
Progam pengajaran yang akan disampaikan kepada anak didik harus sesuai dengan kurikulum yang berlaku, baik isinya, strukturnya, maupun kedalamannya.
3.    Sasaran Program
Sasaran program yang dimaksud adalah anak didik yang akan menerima informasi pengajaran melalui media pengajaran.
4.    Situasi dan Kondisi
Situasi dan kondisi yang dimaksud adalah:
1)    Situasi dan kondisi sekolah atau tempat dan ruangan yang dipergunakan.
2)    Situasi serta kondisi anak didik yang akan mengikuti pelajaran mengenai jumlahnya, motivasi dan kegairahan.
5.    Kualitas Teknik
Dari segi teknik, media pengajaran yang akan digunakan perlu diperhatikan, apakah sudah memenuhi syarat atau belum.
6.    Kefektifan dan Efesiensi Penggunaan
Keefektifan berkenaan dengan hasil yang dicapai, sedangkan efesiensi berkenaan dengan proses pencapaian hasil tersebut.
2.     Kriteria Pemilihan Media Pengajaran
Menurut Nana Sudjana dan Ahmad Rivai (1991; 5), dalam memilih media untuk kepentingan pengajaran sebaiknya memperhatikan criteria-kriteria sebagai berikut:
a.    Ketepatannya dengan tujuan pengajaran,
b.    Dukungan terhadap isi bahan pelajaran,
c.    Kemudahan memperoleh media,
d.    Keterampilan guru dalam menggunakannya,
e.    Tersedia waktu untuk menggunakannya,
f.    Sesuai dengan taraf berpikir siswa.

2.7.    Pengembangan Pemanfaatan Media Sumber
Media pengajaran adalah suatu alat Bantu yang tidak bernyawa. Alat ini bersifat netral. Peranannya akan terlihat jika guru pandai memanfaatkannya dalam belajar mengajar. Nana Sudjana (1991) merumuskan fungsi media pengajaran menjadi enam kategori, sebagai berikut:
1.    Penggunaan media dalam proses belajar mengajar bukan merupakan fungsi tambahan, tetapi mempunyai fungsi sendiri sebagai alat Bantu untuk mewujudkan situasi belajar mengajar yang efektif.
2.    Penggunaan media pengajaran merupakan bagian yang integral dari keseluruhan siatuasi mengajar.
3.    Media pengajaran dalam pengajaran, penggunaanya integral dengan tujuan dari isi pelajaran.
4.    Penggunaan media dalam pengajaran bukan semata-mata alat hiburan melainkan proses belajar supaya lebih menarik perhatian siswa.
5.    Penggunaan media dalam pengajaran lebih diutamakan untuk mempercepat proses belajar mengajar.
6.    Penggunaan media dalam pengajaran diutamakan untuk mempertinggi mutu belajar mengajar.
Ketika fungsi-fungsi media pelajaran itu diaplikasikan ke dalam proses belajar mengajar, maka terlihatlah peranannya sebagai berikut:
a.    Sebagai penjelas dari keterangan terhadap suatu bahan yang guru sampaikan.
b.    Media dapat memunculkan permasalahan untuk dikaji lebih lanjut dan dipecahkan oleh para siswa dalam proses belajarnya.
c.    Media sebagai sumber belajar bagi siswa.
d.    Ada enam langkah yang bisa ditempuh guru pada waktu ia mengajar dengan mempergunakan media sebagai berikut:
1.    Merumuskan tujuan pengajaran dengan memanfaatkan media.
2.    Persiapan guru.
3.    Persiapan kelas.
4.    Langkah penyajian pelajaran dan pemanfaatan media.
5.    Langkah kegiatan belajar siswa.
6.    Langkah evaluasi pengajaran.
Nana Sudjana (1991) mengemukakan nilai-nilai praktis media pengajaran adalah:
a.    Dengan mefia dapat meletakkan dasar-dasar yang nyata untuk berpikir.
b.    Dengan media dapat memperbesar minat dan perhatian siswa untuk belajar.
c.    Dengan media dapat meletakkan dasar untuk perkembangan belajar sehingga hasil belajar bertambah mantap.
d.    Memberikan pengalaman yang nyata dan dapat menumbuhkan kegiatan berusaha sendiri pada setiap siswa.
e.    Menumbuhkan pemikiran yang teratur dan berkesinambungan.
f.    Metode belajar lebih bervariasi.
g.    Bahan pengajaran akan lebih jelas maknanya.
h.    Siswa lebih banyak melakukan kegiatan belajar.











BAB III
PENUTUP

3.1.    KESIMPULAN
Demikian pembahasan mengenai penggunaan dalam proses belajar mengajar ini. Untuk dapat merasakan manfaatnya, guru dapat mempergunakan dan mengembangkannya dalam proses belajar mengajar, baik di kelas maupun di luar kelas. Media yang dapat dimanfaatkan oleh guru adalah media yang sesuai dengan misi tujuan. Cara memanfaatkan media tergantung dari jenis dan karakteristik suatu media. Cara kerja media visual tentu berbeda dengan cara kerja media audiovisual. Cara pemakaiannya tidak mesti harus guru, tetapi siswa juga bisa, selama untuk mencpai tujuan pengajaran.










DAFTAR PUSTAKA


Djamarah, Syaiful Bahri dan Aswan Zain. 1995. Strategi Belajar Mengajar. Rineka Cipta
Thomas Gordon, Guru yang Efektif Cara untuk mengatasi kesulitan dalam kelas, Disadur oleh Drs. Mudjito, M.A., Rajawali Pers, Jakarta Cetakan III, 1990.
______ , Menjadi Guru Profesional, Remaja Rosdakarya, Bandung, Cetakan II, 1990.
______ , Psikologi Belajar Mengajar, Sinar Baru, Bandung, Cetakan, 1992.
W. James Popham Eva L. Baker, Bagaimana Mengajar secara Sistemnatis, Yogyakarta, Cetakan IV, 1992.

strategi pemb, BELAJAR MENGAJAR YANG EFEKTIF

BAB I
PENDAHULUAN

1.1.    Latar Belakang Masalah
Salah satu upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan di sekolah ialah dengan cara melalui perbaikan proses pengajaran. Dimana didalamnya terdapat kegiatan belajar dan mengajar. Berbagai konsep dan wawasan baru tentang proses belajar mengajar di sekolah telah muncul dan berkembang seiring pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan tujuan untuk memenuhi tuntutan zaman yang menuntut agar tercipta anak didik yang mampu membawa zaman ini lebih baik lagi, lebih maju dan berkembang dari pada zaman yang telah lalu dan zaman sekarang dan mampu mengembangkannya.
Dalam kaitannya dengan tuntutan pendidikan yang harus mampu melahirkan dan menyiapkan anak didik yang berkualitas, Guru adalah personel yang menduduki posisi penting dan strategis dalam rangka pengembangan sumberdaya manusia dan yang selalu dituntut untuk terus mengikuti perkembangan konsep-konsep baru dalam dunia kepengajaran tersebut. Demikian pula para supervisor pendidikan, pengawas dan pengelola lembaga pendidikan juga seyogyanya juga selalu mengikuti perkembangan itu.
Tentunya untuk menjadikan pendidikan tersebut bermutu atau untuk meningkatkan mutu pendidikan dengan semua proses yang ada didalamnya, termasuk pengajaran yang dilakukan guru/ pendidik atau team pendidik dalam lembaga itu harus benar-benar membuat suatu langkah atau tahapan-tahapan dalam pengajaran yang disesuaikan oleh kondisi dan psikologi anak didik, agar pengajaran yang dilakukan bisa efisien dan efektif.

1.2.    Rumusan Masalah
a.    Apakah pengertian dari pembelajaran itu?.
b.    Bagaimanakah tahapan-tahapan pembelajaran yang mampu menjadikan pembelajaran itu efisien dan efektif?.

1.3.    Tujuan Penulisan
1.    Dapat mengetahui, mengerti dan memahami pengertian dari pengajaran.
2.    Dapat mengetahui tahapan-tahapan dalam proses pengajaran.








BAB II
PEMBAHASAN

BELAJAR MENGAJAR YANG EFEKTIF

2.1.    Pengertian Pembelajaran (Education)
Berbicara tentang pembelajaran adalah membicarakan sesuatu yang tidak akan pernah berakhir sejak manusia menjadi “calon manusia”  - ada (lahir) - sampai nanti akhir hayat . Karena manusia akan selalu mengalami proses belajar dan mengajar. Jika kita menguak arti kata "pembelajaran” maka akan terdapat dua kegiatan didalamnya, yaitu belajar (learn) dan mengajar/ pengajaran (learning)  yaitu suatu proses kegiatan yang dirancang/ didesain dan dilaksanakan untuk peserta didik agar mereka mau belajar, dimana proses itu mempunyai tujuan untuk dapat menghasilkan perubahan sikap dan tingkah laku peserta didik dalam ranah kognitif (pengetahuan), psikomotorik (keterampilan) dan afektif (sikap).
Belajar (learn) itu sangat luas sekali maknanya, namun jika sempitkan makna tersebut maka akan memunculkan beberapa pengertian atau definisi, diantaranya belajar adalah suatu aktifitas atau suatu proses untuk memperoleh pengetahuan, meningkatkan ketrampilan, memperbaiki prilaku, sikap dan mengokohkan kepribadian. Atau belajar juga bisa diartikan suatu kegiatan atau proses yang didesain untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Tokoh pendidikan behaviorisme, seperti Hilgard memberikan definisi dari belajar yaitu proses mencari ilmu yang terjadi dalam diri seseorang melalui latihan, pembelajaran, dan lain-lain sehingga terjadi perubahan dalam dirinya.
Pengajaran (teaching) atau lebih dikenalnya dengan sebutan mengajar amat dekat kaitannya dengan pengertian paedagogy, yaitu suatu seni atau ilmu untuk menjadi seorang guru. William H. Burton seorang behaviorism memberikan definisi pengajaran /mengajar adalah upaya memberikan stimulus, bimbingan, pengarahan dan dorongan kepada anak didik agar terjadi proses belajar.
Hasan Langgulung seperti yang dikutip oleh Ramayulis.  Beliau menyatakan bahwa pengajaran itu berarti pemindahan pengetahuan dari seseorang yang mempunyai pengetahuan kepada orang lain yang belum mengetahui. Roestiyah NK menyatakan mengajar adalah membimbing anak didik dalam proses belajar.
Secara umum seorang pendidik/guru itu harus memenuhi dua kategori, yaitu memiliki capability dan loyality, yakni guru itu harus memiliki kemampuan dalam bidang ilmu yang diajarkannya, memiliki kemampuan teoritik tentang mengajar yang baik, dari mulai perencanaan, implementasi sampai evaluasi. Memiliki loyalitas keguruan, yakni loyal terhadap tugas-tugas keguruan yang tidak semata di dalam kelas saja, tapi sebelum dan sesudah kelas. 
Sedangkan pengertian dari pendidikan agama islam adalah usaha sadar dan terencana untuk mempersiapkan anak didik dalam memahami, menghayati, meyakini dan mengamalkan agama islam melalui pendidikan, pengajaran dan latihan.

2.2.    Tahapan-Tahapan Dalam Pembelajaran (Education).
Jika kita lihat bagaimana terjadinya proses belajar-mengajar, kita akan menjumpai beberapa kegiatan lain yang menjadi komponen pendukung terjadinya belajar-mengajar. Pembelajaran sebagai suatu proses kegiatan, dari berbagai sumber secara umum dapat dikatakan terdiri atas tiga fase atau tahapan. Fase-fase/ tahapan-tahapan dalam proses pembelajaran yang dimaksud meliputi: tahap perencanaan, tahap pelaksanan, dan tahap evaluasi. Adapun dari ketiganya ini akan dibahas sebagaimana berikut:
A.    Tahap Pendahuluan.
Dalam tahap pendahuluan ini berisi tahapan perencanaan pembelajaran kedepan yang nantinya akan menjadi pedoman untuk mencapai hasil apa yang diharapkan dalam akhir pembelajaran dan tentunya akan dijadikan pedoman dalam proses pengajaran. Kegiatan pembelajaran yang baik senantiasa berawal dari rencana yang matang. Perencanaan yang matang akan menunjukkan hasil yang optimal dalam pembelajaran.
Dalam perencanaan ini ada beberapa tahapan yang menjadi strength point seperti yang dipaparkan oleh Kemp lewat desain pengembangan pembelajaran PAI dalam model J.E.Kemp yang berpijak pada empat unsur dasar perencanaan pembelajaran yang merupakan wujud jawaban atas pertanyaan
1)    untuk siapa program itu dirancang? Peserta didik,
2)    kemampuan apa yang ingin anda pelajari? Tujuan,
3)    bagaimana isi pelajaran/ keterampilan yang dapat dipelajari? Metode,
4)    bagaimana anda menentukan tingkat penguasaan terhadap pelajaran yang sudah dicapai? Evaluasi. , keempat point ini akan dijelaskan dibawah ini:
1.      Merumuskan Tujuan/ Kompetensi Pengajaran
Yaitu perumusan tingkah laku/ kemampuan-kemampuan yang dirumuskan secara khusus (spesifik), operasional dan berupa jenis-jenis kemampuan/tingkah laku yang diharapkan dapat dimiliki oleh anak didik setelah mereka mengikuti pelajaran-pelajaran yang kita berikan kepada mereka.
2.      Mengembangkan/ Mempersiapkan Alat-Alat Evaluasi
Langkah ini memiliki fungsi yang nantinya digunakan untuk menilai sejauh mana siswa menguasai materi yang telah diberikan dan yang telah dirumuskan dalam tujuan pengajaran tersebut. Adanya persiapan alat evaluasi ini ditempuh dalam perencanaan pembelajaran ini karena didasarkan pada prinsip pengajaran yang berorientasi pada tujuan hasil (output oriented). 
3.      Merancang dan Menetapkan Kegiatan-Kegiatan Mengajar.
Dalam langkah ketiga ini dapat berupa kegiatan-kegiatan yang akan ditempuh oleh guru dan siswa selama proses pengajaran nantinya yang juga harus dirumuskan, agar siswa dapat memiliki sikap dan kemampuan yang sesuai dengan tujuan yang telah dirumuskan.
4.      Merencanakan Program Kegiatan
Hal-hal pokok yang harus ditetapkan dalam perencanaan program kegiatan:
a.      Merumuskan materi pelajaran beserta komponennya
    Menyusun materi pelajaran tiap mata pelajaran.
    Menyusun Silabus. Silabus diartikan sebagai garis besar, ringkasan, ikhtisar, atau pokok-pokok isi atau materi pelajaran.
    Menyusun Rencana pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Rencana pembelajaran bersifat khusus dan kondisional, dimana setiap sekolah tidak sama kondisi siswa dan sarana prasarana sumber belajarnya.
    Penilaian Pembelajaran. Penilaian merupakan tindakan atau proses untuk menentukan nilai terhadap sesuatu. Penilaian merupakan proses yang harus dilakukan oleh guru dalam rangkaian kegiatan pembelajaran. Prinsip penilaian antara lain : Valid, mendidik, berorientasi pada kompetensi, adil dan objektif, terbuka, berkesinambungan, menyeluruh dan bermakna.
b.      Menyiapkan metode yang akan digunakan.
Metode pembelajaran adalah cara guru mengorganisasikan meteri pelajaran dan peserta didik agar terjadi proses secara efektif dan efisien. Banyak sekali macam-macam dari metode-metode pembelajaran yang digunakan dalam mengajar, diantaranya
1)    Metode ceramah/kuliah,
2)    Metode diskusi,
3)    Metode demonstrasi,
4)    Metode eksperimen,
5)    Metode pemberian tugas, dll.
c.      Menyusun jadwal.
Dalam menyusun jadwal kegiatan/ program pembelajaran, ada beberapa hal yang harus diperhatikan dan harus dibuat, yaitu:
1.    Analisis hari efektif, hari libur, analisis program dan materi pembelajaran. Untuk mengawali kegiatan penyusunan program pembelajaran, guru perlu membuat analisis hari efektif selama satu semester.
2.    Membuat program tahunan, program semester dan program tagihan . Program Tagihan merupakan Sebagai bagian dari kegiatan pembelajaran, tagihan merupakan tuntutan kegiatan yang harus dilakukan atau ditampilkan siswa. Jenis tagihan dapat berbentuk ujian lisan, tulis, dan penampilan yang berupa kuis, tes lisan, tugas individu, tugas kelompok, unjuk kerja, praktek, penampilan, atau porto folio.

2.3.    Tahap Pelaksanaan
Hakikat dari tahap pelaksanaan adalah kegiatan operasional pembelajaran itu sendiri. Dalam tahap ini, guru melakukan interaksi belajar-mengajar melalui penerapan berbagai strategi metode dan tekhnik pembelajaran, pemanfaatan seperangkat media dan tentunya dengan tambahan pemahaman/ penguasaan teori pendidikan, prinsip mengajar, teori belajar dan yang lainnya yang relevan untuk proses pembelajaran. Dalam proses ini, ada beberapa aspek yang harus diperhatikan oleh seorang guru, diantaranya ialah:
a.    Aspek pendekatan dalam pembelajaran
Pendekatan pembelajaran terbentuk oleh konsepsi, wawasan teoritik dan asumsi-asumsi teoritik yang dikuasai guru tentang hakikat pembelajaran. Mengingat pendekatan pembelajaran bertumpu pada aspek-aspek dari masing-masing komponen pembelajaran. Dalam beberapa sumber ditemukan beberapa penggolongan pendekatan dari banyaknya pendekatan yang ada dalam pembelajaran, diantaranya adalah
1.    Pendekatan pembelajaran pemrosesan informasi, yaitu upaya membantu siswa untuk memproses informasi yang diperoleh.
2.    Pendekatan pembelajaran individu, yaitu upaya membantu siswa untuk mengembangkan pribadi agar lebih produktif terhadap situasi dan lingkungan. 
3.    Pendekatan sistem pembelajaran, yaitu mengidentifikasi kebutuhan, memilih problem, mengidentifikasi syarat-syarat pemecahan problem, memilih, menetapkan, penggunaan metode dan alat yang tepat, mengevaluasi hasil dan merevisi sebagian atau keseluruhan sistem yang dilaksanakan yang tidak dapat terlaksana atau yang tidak relevan dengan proses pembelajaran. 
4.    Pendekatan paedagody, yaitu pendekatan/ upaya yang dilakukan sebagai seni dan ilmu untuk mengajar dan mendidik anak didik (the art and science of teaching children). Dalam hal ini guru sebagai central education. Dan pendekatan andragogy, yaitu upaya yang dilakukan sebagai seni dan ilmu untuk membantu anak didik dalam belajar (the art and science of helping adults learn). Dalam hal ini posisi anak didik lebih dominan dalam proses belajar, guru hanya membantu, mengarahkan dan membimbing saja, anak didik-lah yang aktif dalam proses pembelajaran. (Knowles, 1970; cross, 1981).
Dan karena setiap mata pelajaran, bahkan setiap satu pokok bahasan tidak cukup hanya dengan menggunakan satu pendekatan, maka pendekatan-pendekatan dalam setiap satuan pembelajaran itu akan bersifat multi-pendekatan dan akan tercakup penggunaannya dalam sejumlah pendekatan yang lain secara serempak. Seperti yang diterangkan dalam buku Petunjuk Pelaksanaan Proses Belajar Mengajar (Depdikbud, 1994:40-70).  Misalnya dalam pembelajaran Agama Islam, pendekatan yang digunakan adalah
a)    pendekatan pengalaman,
b)    pendekatan rasional,
c)    pendekatan emosional,
d)    pendekatan fungsional, dll.

b.    Aspek Strategi, Metode dan Taktik
Pembelajaran sebagai proses, aktualisasinya mengimplisitkan adanya strategi. Strategi berkaitan dengan perwujudan proses pembelajaran itu sendiri, Menurut Atwi Suparman (2004:208) seperti yang dikutip oleh Bambang Warsita,  secara garis besar, komponen strategi dalam pembelajaran dikelompokkan menjadi:
a)      Mengurutkan kegiatan pembelajaran
Pendahuluan dalam pembelajaran. Bagian ini merupakan bagian awal dalam proses pembelajaran, dalam bagian ini guru dituntut untuk bisa memberikan motivasi (penyemangat) diawal pembelajaran,
Penyajian materi/ bahan ajar. Kegiatan ini merupakan inti dari pembelajaran. contoh atau ilustrasi, memberikan latihan yang sesuai dengan materi pelajaran yang disampaikan.
Penutup. Tahapan ini adalah tahapan akhir dari urutan kegiatan pembelajaran. Tahapan yang dilakukan adalah memberikan penegasan atau kesimpulan dan penilaian terhadap penguasaan materi pelajaran yang telah diberikan, baik dengan mengguanakan tes formatif (Suharsimi Arikunto,1998:42)  maupun dengan umpan balik (feedback) dan selanjutnya adalah pemberian pengayaan/ tindak lanjut (follow up).
b)      Penggunaan metode dan taktik  yang tepat sesuai kebutuhan
Menurut Nana Sudjana (1989:69) metode yang baik digunakan adalah metode variasi/ kombinasi dari beberapa metode mengajar, Seperti yang diterangkan dalam buku Petunjuk Pelaksanaan Proses Belajar Mengajar (Depdikbud, 1994:40-70).  Misalnya pembelajaran Moral Pancasila, menggunakan metode
a)    ceramah murni,
b)    inquiry,
c)    ceramah bervariasi,
d)    demonstrasi,
e)    karya wisata,
f)    observasi, dll.
c)      Penggunaan media pembelajaran
Media/sarana/alat adalah segala bentuk dan saluran  yang digunakan untuk menyampaikan pesan atau informasi pembelajaran untuk mencapai suatu tujuan pembelajaran. Media pendidikan terdiri dari alat pengajaran, alat peraga, alat pendidikan,  dapat berbentuk orang atau guru, alat-alat elektronik, media cetak, media audio, media audiovisual (video), multimedia dan lain sebagainya untuk mendukung suksesnya proses pembelajaran.
d)     Pemanfaatan/ penggunaan alokasi waktu yang telah disediakan dengan baik.
Guru harus tahu alokasi waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pembelajaran. Baik itu satu pokok bahasan atau satu kompetensi dasar didalam beberapa kali tatap muka. Tujuannya agar materi pelajaran yang sudah tersusun dalam rancangan pembelajaran/ silabus dapat tersampaikan semuanya.
e)      Pengelolaan kelas
Kelas merupakan lingkungan fisik yang meliputi ruang kelas, keindahan kelas, pengaturan tempat duduk, pengaturan ventilasi/ udara dan cahaya/ pencahayaan, dan pengaturan sarana yang lain. Dan juga merupakan lingkungan sosioemosional  yang meliputi tipe kepemimpinan guru, sikap guru, suara guru, pembinaan hubungan baik dan lain sebagainya. Menurut Winzer (1995), pengelolaan kelas adalah cara - cara yang ditempuh guru dalam menciptakan lingkungan kelas agar tidak terjadi kekacauan dan memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mencapai tujuan akademis dan sosial.

2.4.    Tahap Evaluasi
Pada hakekatnya evaluasi merupakan suatu kegiatan untuk mengukur perubahan perilaku yang telah terjadi untuk dijadikan tolak ukur perencanaan dan pengembangan pembelajaran kedepannya. Seharusnya evaluasi tidak hanya dilakukan dengan mengadakan ulangan harian atau ulangan umum saja. Tetapi, hendaknya dilakukan tiap kali selesai proses pembelajaran dengan tujuan untuk mengetahui perubahan dan kemajuan peserta didik setiap kompetensi dasar dengan mencakup tiga aspek, yaitu aspek kognitif, afektif, psikomotorik. Moekijat (seperti dikutip Mulyasa) mengemukakan teknik evaluasi belajar pengetahuan, keterampilan, dan sikap sebagai berikut:
1)    Evaluasi belajar pengetahuan (kognitif), dapat dilakukan dengan ujian tulis, lisan, dan daftar isian pertanyaan.
2)    Evaluasi belajar keterampilan (psikomotorik), dapat dilakukan dengan ujian praktek, analisis keterampilan dan analisis tugas serta evaluasi oleh peserta didik itu sendiri.
3)    Evaluasi belajar sikap (afektif), dapat dilakukan dengan daftar sikap isian dari diri sendiri, daftar isian sikap yang disesuaikan dengan tujuan program.

BAB III
PENUTUP

3.1     Kesimpulan
Dari uraian dan penjelasan diatas, maka kita akan mengetahui bahwa segala sesuatunya dalam proses pembelajaran terdapat beberapa tahapan. Dimulai dari tahapan perencanaan pembelajaran atau persiapan pembelajaran yang kemudian apa yang telah direncanakan tersebut dilaksanakan (tahap pelaksanaan pembelajaran) dan yang terakhir adalah evaluasi pembelajaran dari semua komponen yang ada didalamnya, mulai dari perencanaan pembelajaran, pelaksanaan dalam pembelajaran dan hasil pembelajaran.
Dan bagi seorang pendidik/ guru hendaknya mempersiapkan segala sesuatunya sebelum memulai pengajarannya/  kegiatannya. Agar pengajaran yang dilakukan itu efisien dan efektif. Oleh karena itu, ada beberapa  prinsip yang perlu dipahami dan diterapkan oleh guru dalam mengaktualisasikan pengajarannya, diantaranya guru harus:
1.    Memahami tujuan pendidikan.
2.    Menguasai bahan ajar.
3.    Memahami teori-teori pendidikan selain teori pengajaran.
4.    Memahami prinsip-prinsip mengajar.
5.    Memahami metode-metode mengajar.
6.    Memahami teori-teori belajar.
7.    Memahami beberapa model pengajaran yang penting.
8.    Memahami prinsip-prinsip evaluasi.
9.    Memahami langkah-langkah membuat lesson plan.

























DAFTAR PUSTAKA


Challjah Hasan, Dimensi-dimensi Psikologi Pendidikan, Al-Ikhlas, Surabaya, Cetakan I, 1994.

______ , Menjadi Guru Profesional, Remaja Rosdakarya, Bandung, Cetakan II, 1990.
______ , Psikologi Belajar Mengajar, Sinar Baru, Bandung, Cetakan, 1992.
Thomas Gordon, Guru yang Efektif Cara untuk mengatasi kesulitan dalam kelas, Disadur oleh Drs. Mudjito, M.A., Rajawali Pers, Jakarta Cetakan III, 1990.
W. James Popham Eva L. Baker, Bagaimana Mengajar secara Sistemnatis, Yogyakarta, Cetakan IV, 1992.

strategi pemb, HAKIKAT CIRI DAN KOMPONEN BELAJAR MENGAJAR

PBAB I
PENDAHULUAN

1.1.    Latar Belakang
Siapapun tidak akan pernah menyangkal bahwa kegiatan belajar mengajar tidak berproses dalam kehampaan, tetapi dengan penuh makna. Kegiatan belajar mengajar adalah suatu kondisi yang dengan sengaja diciptakan. Gurulah yang menciptakannya guna membelajarkan anak didik. Guru yang mengajar dan anak didik yang belajar. Di sini tentu saja tugas guru berusaha menciptakan suasana belajar yang menggairahkan dan menyenangkan bagi semua anak didik. Dalam hal tersebut semua komponen pengajaran diperankan secara optimal guna mencapai tujuan pengajaran yang telah ditetapkan.
1.2.    Rumusan Masalah
a.    Apakah hakikat belajar mengajar itu?
b.    Apa saja cirri-ciri belajar mengajar?
c.    Apa saja komponen belajar mengajar?

1.3.    Batasan Pembahasan
a.    Menjelaskan tentang hakikat belajar mengajar.
b.    Menjelaskan tentang ciri-ciri belajar mengajar.
c.    Menjelaskan tentang komponen belajar mengajar.

BAB II
PEMBAHASAN
HAKIKAT CIRI DAN KOMPONEN BELAJAR MENGAJAR

2.1.    Hakikat Belajar Mengajar
Dalam kegiatan belajar mengajar anak adalah sebagai subjek dan sebagai objek dari kegiatan pengajaran. Karena itu, inti proses pengajaran tidak lain adalah kegiatan belajar anak didik dalam mencapai suatu tujuan pengajaran. Tujuan pengajaran tentu saja akan dapat tercapai jika anak didik berusaha secara aktif untuk mencapainya. Belajar pada hakikatnya adalah “perubahan” yang terjadi di dalam belajar.
Kegiatan mengajar bagi seorang guru menghendaki hadirnya sejumlah anak didik. Berbeda dengan belajar. Belajar tidak selamanya memerlukan kehadiran seorang guru. Cukup banyak aktifitas yang dilakukan oleh seseorang di luar dari keterlibatan guru. Mengajar merupakan kegiatan yang mutlak memerlukan keterlibatan individu anak didik. Bila tidak ada anak didik atau objek didik, siapa yang diajar.
Mengajar pada hakikatnya adalah suatu proses, yaitu proses mengatur, mengorganisasi lingkungan yang ada disekitar anak didik, sehingga dapat menumbuhkan dan mendorong anak didik melakukan proses belajar. Guru dituntut untuk mengatur strategi pengajarannya terhadap berbagai macam gaya-gaya anak didik. Akhirnya, bila hakikat belajar adalah “perubahan”, maka hakikat belajar mengajar adalah proses “pengaturan” yang dilakukan oleh guru.

2.2.    CIRI-CIRI BELAJAR MENGAJAR
Sebagai suatu proses pengaturan, kegiatan belajar mengajar tidak terlepas dari cirri-ciri tertentu, yang menurut Edi Suardi sebagai berikut:
1.      Belajar mengajar memiliki tujuan,yaitu untuk mmbentuk anak didik dalam suatu perkembangan tertentu.
2.      Ada suatu prosedur yang direncanakan, didesain untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
3.      Kegiatan belajar mengajar ditandai dengan satu pengggarapan materi yang khusus.
4.      Ditandai dengan aktivitas anak didik. Anak didik merupakan syarat mutlak berlangsungnya kegiatan belajar mengajar.
5.      Dalam kegiatan belajar mengajar, guru berperan sebagai pembimbing yaitu guru harus berusaha menghidupkan dan memberikan motivasi, agar terjadi proses interaksi yang kondusif.
6.      Dalam kegiatan belajar mengajar membutuhkan disiplin, yaitu sebagai suatu pola tingkah laku yang diatur sedemikian rupa menurut ketentuan yang sudah ditaati oleh pihak guru maupun anak didik dengan sadar.
7.      Ada batas waktu. Untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu dalam system berkelas.
8.      Evaluasi. Evaluasi harus dilakukan setelah guru melaksanakan kegiatan belajar mengajar, untuk mengetahui tercapai tidaknya tujuan pengajaran yang telah ditentukan.

2.3.    KOMPONEN-KOMPONEN BELAJAR MENGAJAR
Sebagai suatu system tentu saja kegiatan belajar mengajar mengandung sejumlah komponen sebagai berikut:
1.      Tujuan
Tujuan adalah suatu cita-cita yang ingin dicapai dari pelaksanaan suatu kegiatan. Dalam kegiatan belajar mengajar, tujuan adalah suatu cita-cita yang ingin dicapai dalam kegiatannya. Tujuan dalam pendidikan dan pengajaran adalah suatu cita-cita yang bernilai normative, yaitu dalam tujuan terdapat sejumlah nilai yang harus ditanamkan kepada anak didik.
Tujuan adalah komponen yang dapat mempengaruhi komponen pengajaran lainnya, seperti bahan pelajaran, kegiatan belajar mengajar, pemilihan metode, alat, sumber dan alat evaluasi. Suatu tujuan pengajaran mengatakan suatu hasil yang kita harapkan dari pengajaran itu dan bukan sekadar suatu proses dari pengajaran itu sendiri.
Jadi, guru tidak dapat mengabaikan perumusan tujuan bila ingin memprogramkan pengajaran.

2.      Bahan Pelajaran
Bahan pelajaran adalah substansi yang akan disampaikan dalam proses belajar mengajar. Tanpa bahan mengajar proses belajar mengajar tidak akan berjalan. Karena itu, guru yang akan mengajar pasti memiliki dan menguasai bahan pelajaran yang akan disampaikannya pada anak didik.
Bahan adalah salah satu sumber belajar bagi anak didik.  Bahan pelajaran menurut Suharsimi Arinkunto (1990) merupakan unsur inti yang ada didalam kegiatan belajar mengajar, karena memang bahan pelajaran itulah yang diupayakan untuk dikuasai oleh anak didik.  Selain itu, bahan ajaran itu harus sesuai dengan kebutuhan anak didik. Hal itu akan memotivasi anak didik dalam jangka waktu tertentu.
Dengan demikian, bahan pelajaran merupakan komponen yang tidak bisa diabaikan dalam pengajaran, sebab bahan adalah inti dalam proses belajar mengajar yang akan disampaikan kepada anak didik.

3.      Kegiatan Belajar Mengajar
Kegiatan belajar mengajar adalah inti kegiatan dalam pendidikan. Segala sesuatu yang telah diprogramkan akan dilaksanakan dalam proses belajar mengajar. Dalam kegiatan belajar mengajar, guru dan anak didik terlibat dalam sebuah interaksi dengan bahan pelajaran sebagai mediumnya. Dalam interaksi itu anak didiklah yang lebih aktif bukan guru. Guru hanya berperan sebagai motivator dan fasilitator.
Dengan demikian, kegiatan belajar mengajar yang bagaimana pun, juga ditentukan dari baik atau tidaknya program pengajaran yang telah dilakukan dan akan berpengaruh terhadap tujuan yang akan dicapai.

4.      Metode
Metode adalah suatu cara yang dipergunakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam kegiatan belajar mengajar, metode diperlukan oleh guru dan penggunaannya bervariasi sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai setelah pengajaran berakhir. Dalam belajar mengajar, guru tidak harus terpaku dengan menggunakan satu metode, tetapi guru sebaiknya menggunakan metode yang bervariasi agar jalannya pengajaran tidak membosankan, tetapi menarik perhatian anak didik.
Prof. Dr. Winarno Surakhmad, M. Sc. Ed, mengemukakan lima macam factor yang mempengaruhi penggunaan metode mengajar sebagai berikut:
a.    Tujuan yang berbagai jenis dan fungsinya.
b.    Anak didik yang berbagai tingkat kematangannya.
c.    Situasi yang berbagai-bagai keadaannya.
d.    Fasilitas yang berbagao-bagai kualitas dan kuantitasnya.
e.    Pribadi guru serta kemampuan profesionalnya yang berbeda-beda.
    
5.      Alat
Alat adalah segala sesuatu yang dapat digunakan dalam rangka mencapai tujuan pengajaran. Sebagai segala sesuatu yang dapat digunakan dalam mencapai tujuan pengajaran, alat mempunyai fungsi , yaitu alat sebagai perlengkapan, alat sebagai membantu mempermudah usaha mencapai tujuan, dan alat sebagai tujuan.
Sebagai alat Bantu dalam pendidikan dan pengajaran, alat material (audiovisual) mempunyai sifat sebagai berikut:
a.    Kemampuan untuk meningkatkan persepsi.
b.    Kemampuan untuk meningkatkan pengertian.
c.    Kemampuan untuk meningkatkan transfer (pengalihan) belajar.
d.    Kemampuan untuk memberikan penguatan atau pengetahuan hasil yang dicapai.
e.    Kemampuan untuk meningkatkan retensi (ingatan).

6.      Sumber Pelajaran
Belajar mengajar telah diketahui, bukanlah berproses dalam kehampaan, tetapi berproses dalam kemaknaan, didalamnya ada sejumlah nilai yang disampaikan kepada anak didik. Nilai-nilai itu tidak datang dengan sendirinya, tetapi terambil dari berbagai sumber guna dipakai dalam proses belajar mengajar. Jadi, dari berbagai sumberlah bahan pelajaran itu diambil.
Yang dimaksud dengan sumber-sumber bahan dan belajar adalah segala sesuatu yang dapat dipergunakan sebagai tempat di mana bahan pengajaran terdapat atau asal untuk belajar seseorang. Jadi, sumber belajar itu merupakan bahan/materi untuk menambah ilmu pengetahuan yang mengandung hal-hal baru bagi si pelajar.
Untuk mendapatkan gambaran apa-apa saja yang termasuk kategori sumber-sumber belajar, berikut dikemukakan pendapat-pendapat:
Ny. Dr. Roestiyah. N.K. (1989; 53) mengatakan bahwa sumber belajar itu adalah:
a.     Manusia (dalam keluarga, sekolah dan masyarakat);
b.     Buku/perpustakaan;
c.     Mass media (majalah, w:st="on"surat kabar, radio, tv dan lain-lain);
d.     Dalam lingkungan;
e.      Alat pelajaran (buku pelajaran, peta, gambar, kaset, papan tulis, spidol, kapur, dan lain-lain);
f.      Museum (tempat penyimpanan benda-benda kuno).
Drs. Sudirman N, dkk. (1991; 203) mengemukakan macam-macam sumber belajar sebagai berikut:
a.       Manusia (people)
b.      Bahan (materials)
c.       Lingkungan (setting)
d.      Alat dan perlengkapan (tool and equipment);
e.       Aktivitas (activities);
1)      Pengajaran berprogram,
2)      Simulasi,
3)      Karyawisata,
4)      System pengajaran modul.
Aktivitas sebagai sumber belajar biasanya meliputi:
    Tujuan khusus yang harus dicapai oleh siswa;
    Materi (bahan pelajaran) yang harus dipelajari;
    Aktivitas yang harus dilakukan oleh siswa untuk mencapai tujuan pengajaran.
Drs. Udin Saripuddin winataputra, M.A dan Drs. Rustana Ardiwinata (1991; 165) berpendapat bahwa terdapat sekurang-kurangnya w:st="on"lima macam sumber belajar, yaitu:
a.        Manusia;
b.        Buku/perpustakaan;
c.        Media w:st="on"massa;
d.        Alam lingkungan:
1)      Alam lingkungan terbuka;
2)      Alam lingkungan sejarah atau peninggalan sejarah;
3)      Alam lingkungan manusia.
e.       Media pendidikan.

7.      Evaluasi
Istilah evaluasi berasal dari bahasa Inggris, yaitu evaluation. Menurut Wand dan Brown, evaluasi adalah suatu tindakan atau suatu proses untuk menentukan nilai dari sesuatu. Berbeda dengan pendapat, Ny. Dr. roestuyah, N.K. (1989; 85) mengatakan bahwa evaluasi adalah kegiatan mengumpulkan data seluas-luasnya, sedalam-dalamnya, yang bersangkutan dengan kapbilitas siswa guna mengetahui sebab akibat dan hasil belajar siswa yang dapat mendorong dan mengembangkan kemampuan belajar.
Tujuan evaluasi dapat dilihat dari dua segi, yaitu :
a.      Tujuan umum dari evaluasi adalah :
1)      Mengumpulkan data-data yang membuktikan taraf kemajuan murid dalam mencapai tujuan yang diharapkan;
2)      Memungkinkan pendidik/guru menilai aktivitas /pengalaman yang di dapat;
3)      Menilai metode mengajar yang dipergunakan.
b.      Tujuan khusus dari evaluasi adalah :
1)      Merangsang kegiatan siswa;
2)      Menemukan sebab-sebab kemajuan atau kegagalan;
3)      Memberikan bimbingan yang sesuai dengan kebutuhan, perkembangan dan bakat siswa yang bersangkutan;
4)      Memperoleh bahan laporan tentang perkembangan siswa yang diperlukan orang tua dan lembaga pendidikan;
5)      Untuk memperbaiki mutu pelajaran/cara belajar dan metode mengajar. (Abu Ahmadi dan Widodo Su Priyono, 1991; 189)
Ketika evaluasi memberi manfaat bagi guru dan siswa, maka evaluasi mempunyai fungsi sebagai berikut:
a.        Untuk memberikan umpan balik kepada guru sebagai dasar untuk memperbaiki proses belajar mengajar, serta mengadakan perbaikan program bagi murid,
b.        Untuk memberikan angka yang tepat tentang kemajuan atau hasil belajar dari setiap murid,
c.        Untuk menentukan murid di dalam situasi belajar mengajar yang tepat, sesuai dengan tingkat kemampuan yang dimiliki oleh murid,
d.        Untuk mengenal latar belakang murid yang mengalami kesulitan-kesulitan belajar, yang digunakan sebagai dasar untuk memecahkan kesulitan-kesulitan belajar yang timbul.  (Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono, 1991; 189)




BAB III
PENUTUP

3.1.    Kesimpulan
Akhirnya, bila hakikat belajar adalah “perubahan”, maka hakikat belajar mengajar adalah proses “pengaturan” yang dilakukan oleh guru. Sebagai suatu proses pengaturan, kegiatan belajar mengajar tidak terlepas dari cirri-ciri tertentu untuk mencapai hasil yang telah ditentukan.
Sebagai suatu system tentu saja kegiatan belajar mengajar mengandung sejumlah komponen sebagai berikut: tujuan, bahan pelajaran, kegiatan belajar mengajar, metode, alat, sumber pelajaran, dan evaluasi.

DAFTAR PUSTAKA

Djamarah, Syaiful Bahri dan Aswan Zain. 1995. Strategi Belajar Mengajar. Rineka Cipta.
Bahri Djamarah, Syaiful. 1997. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.

strategi pemb, STRATEGI BELAJAR MENGAJAR BERDASARKAN KONSEP ISLAMI

BAB I
PENDAHULUAN

1.1.    Latar Belakang
Tujuan pendidikan Islam adalah terciptanya insane kamil. Menurut Muhaimin bahwa insan kamil adalah manusia yang mempunyai wajah Qur’ani, tercapainya insan yang memiliki dimensi religius, budaya dan ilmiah.
Untuk mengaktualisasikan tujuan tersebut dalam pendidikan Islam, pendidik yang mempunyai tanggung jawab mengantarkan manusia kea rah tujuan tersebut. Jusru itu keberadaan pendidik dalam dunia pendidikan sangat krusial, sebab kewajibannya tidak hanya mentransformasikan pengetahuan (knowledge) tetapi juga dituntut menginternalisasikan nilai-nilai (value/qimah) pada peserta didik. Bentuk nilai yang di internalisasikan paling tidak meliputi: nilai etis, nilai pragmatis, nilai efek sensorik dan nilai religius.
Secara factual, pelaksanaan internalisasi nilai dan transformasi pengetahuan pada peserta didik secara integral merupakan tugas yang cukup berat di tengah kehidupan masyarakat yang kompleks apalagi pada era globalisasi dan informasi.
Hal ini disebabkan karena profesi pendidikdari segi materi kurang menguntungkan, karena sebagian masyarakat dalam era globalisasi ini dipengaruhi paham materialisme yang menyebabkan mereka bersifat materialistik.
Berbeda dengan gambaran tentang pendidik pada umumnya pendidik Islam, adalah orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan peserta didik dalam mengembangkan potensinya, dan dalam pencapaian tujuan pendidikan baik dalam aspek kognitif, afektif, maupun psikomotorik.

1.2.    Rumusan Masalah
a.    Apa yang dimaksud dasar pendidikan yang islami?
b.    Kenapa pendidikan harus mempunyai tujuan dan fungsi?
c.    Apa saja tanggung jawab seorang pendidik menurut islam?
d.    Syarat dan kode etik yang seperti apa yang menurut islami?
e.    Apa pengertian strategi belajar mengajar?

1.3.    Batasan Pembahasan
a.    Untuk mengetahui dasar pendidikan yang islami
b.    Untuk mengetahui tujuan dan fungsi pendidikan
c.    Untuk mengetahui kedudukan dan tanggung jawab seorang pendidik
d.    Untuk mengetahui syarat dan kode etik menurut syariat islam
e.    Untuk menetahui pengertian strategi belajar mengajar



BAB II
PEMBAHASAN
STRATEGI BELAJAR MENGAJAR BERDASARKAN KONSEP ISLAMI

2.1.    Dasar Pendidikan yang Islami
Tauhid merupakan hal yang amat fundamental terhadap segala aspek kehidupan para penganut agama Islam, tak terkecuali pada aspek pendidikan. Dalam kaitan ini seluruh pakar sependapat bahwa dasar pendidikan Islam adalah Tauhid. Melalui dasar tauhid ini, H. M. Quraish Shihab (1996) merumuskan hal-hal sebagai berikut:
Pertama, kesatuan kehidupan. Bagi manusia ini berarti bahwa kehidupan duniawi menyatu dengan kehidupan ukhrawinya. Sukses atau kegagalan duniawi menyatu dengan kehidupan ukhrawinya. Sukses atau kegagalan ukhrawi ditentukan oleh amal duniawinya.
Kedua, kesatuan ilmu. Tidak ada pemisahan antara ilmu-ilmu agama dan ilmu-ilmu umum, karena semuanya bersumber ari satu sumber, yaitu Allah SWT.
Ketiga, kesatuan iman dan rasio. Karena masing-masing dibutukan dan masing-masing mempunyai wilayahnya sehingga harus saling melengkapi.
Keempat kesatuan agama. Agama yang dibawa oleh para Nabi kesemuanya bersumber dari Allah SWT, prinsip-prinsip pokoknya menyangkut akidah, syari’ah dan akhlak tetap sama dari zaman dahulu sampai sekarang.
Kelima, kesatuan individu dan masyarakat. Masing-masing harus saling menunjang.

2.2.    Fungsi dan Tujuan Pendidikan yang Islami
H. Abuddin Nata (2001) menjelaskan bahwa fungsi pendidikan yang Islami adalah sebagai penyiapan kader-kader khalifah dalam rangka membangun kerajaan dunia yang makmur, dinamis, harmonis dan lestari sebagaimana disyaratkan oleh Allah. Dengan demikian pendidikan islam mestinya adalah pendidikan yang paling ideal, karena kita hanya berwawasan kehidupan secara utuh dan multi dimensional. Tidak hanya berorientasi untuk membuat dunia menjadi sejahtera dan gegap gempita, tetapi juga mengajarkan bahwa dunia sebagai ladang, sekaligus sebagai ujian untuk dapat lebih baik di akhirat.
Dengan demikian, pendidikan yang Islami mengemban misi melahirkan manusia yang tidak hanya memanfaatkan persediaan alam, tetapi juga manusia yang mau bersyukur kepada yang membuat manusia dan alam, memperlakukan manusia sebagai khalifah dan memperlakukan alam tidak hanya sebagai obyek penderita semata, tetapi juga sebagai komponen integral dari sitem kehidupan. Pendidikan yang Islami, tidak lain adalah upaya mengefektifkan aplikasi nilai-nilai agama yang dapat menimbulkan transformasi nilai dan pengetahuan secara utuh kepada manusia, masyarakat dan dunia pada umumnya.
2.3.    Kedudukan Dan Tanggung Jawab Pendidik/Guru Dalam Agama Islam
Pendidik dalam ajaran agama Islam kedudukannya sangat dihargai.Sabda Rasulullah SAW: “Tinta para ulama lebih tinggi nilainya dari pada darah para syuhada.” (H.R. Abu Daud & Tirmidzi).
Sabda Rasul tersebut menggambarkan tingginya kedudukan orang yang mempunyai ilmu pengetahuan (pendidik). Hal ini beralasan bahwa dengan pengetahuan dapat mengantarkan manusia untuk selalu berpikir dan menganalisa hakikat semua fenomena yang ada pada alam, sehingga mampu membawa manusia semakin dekat dengan Allah. Dengan kemampuan yang ada pada manusia maka diharapkan dapat terlahir teori-teori yang menyokong pada kemashlahatan manusia.
Untuk melaksanakan tugas sebagai pewaris para Nabi, pendidik hendaklah bertolak pada kaidah amar makruf wa nahyu anil munkar, yakni menjadi prinsi tauhid sebagai pusat kegiatan penyebaran misi Iman, Islam dan Ihsan. Kekuatan yang dikembangkan oleh pendidik sendiri adalah individualitas, sosial dan moral (nilai-nilai agama dan moral).
Dengan demikian, maka tanggung jawab pendidik sebagaimana disebutkan oleh Abd al-Rhaman al-Nahlawi adalah, mendidik individu supaya beriman kepada Allah dan melaksanakan syari’at-Nya, mendidik supaya beramal saleh dan mendidik masyarakat untuk saling menasehati dalam melaksanakan kebenaran, saling menasehati agar tabah dalam mengahadapi kesusahan, beribadah kepada Allah serta menegakkan kebenaran.
Jadi, di dalam Islam kedudukan guru adalah amat tinggi. Guru merupakan pembimbing dan penasehat umat. Jika tidak ada guru, maka manusia akan menjadi hewan lantara tidak ada pengajaran dan bimbingan. Siapa yang memuliakan guru berarti ia secara tidak langsung telah memuliakan Rasul, siapa yang memuliakan Rasul berarti memuliakan Allah, dan siapa yang memuliakan Allah syurgalah tempat kediamanya. Sebaliknya jika seseorang mendurhakai guru berarti ia mendurhakai Rasul. Barang siapa yang mendurhakai Rasul berarti ia memurkai Allah. Siapa yang memurkai Allah maka nerakalah tempatnya. Oleh karena itu peserta didik mestilah memelihara adab yang baik bersama guru.
Adab yang baik tersebut antara lain :
1.    Memberi salam dan senantiasa hormat kepada guru;
2.    Duduk dengan sopan dan senantiasa dalam keadaan tenang;
3.    Jika ingin bertanya minta izin terlebih dahulu;
4.    Cari waktu yang tepat untuk bertanya;
5.    Jangan menyinggung perasaan guru;
6.    Memberi bantuan kepada guru apa yang dapat dibantu;
7.    Lakukan apa yang paling disenangi oleh guru selama itu baik dan benar;
8.    Berkata dengan baik dengan guru, dengan menggunakan bahasa yang baik dan sopan;
9.    Tidak meninggika suara ketika berbicara dengan guru.

2.4.    Kode Etik Pendidik Dalam Pendidikan Islam
Sebenarnya banyak sekali kode etik pendidik yang dikemukakan oleh pakar pendidikan Islam baik pakar pendidikan Islam di dunia Islam maupun di Indonesia. Dari sekian banyak pendapat tersebut penulis mengemukakan kode etik yang paling lengkap yang pernag disusun oleh para pakar pendidikan Islam, yaitu seperti yang dikemukakan oleh Al Kanani.
Al-Kanani (w. 733 H) mengemukakan persyaratan seorang pendidik atas tiga macam yaitu (1) yang berkenaan dengan dirinya sendiri, (2) yang berkenaan dengan pelajaran, (3) yang berkenaan dengan muridnya.
Pertama, syarat-syarat guru berhubungan dengan dirinya, yaitu:
1.    Hendaknya guru senantiasa insyaf akan pengawasan Allah trhadapnya dalam segala perkataan dan perbuatan bahwa ia memegang amanah ilmiah yang diberikan Allah kepadanya. Karenanya, ia tidak mengkhianati amanah itu, malah ioa tunduk dan merendahkan diri kepada Allah SWT.
2.    Hendaknya guru memelihara kemuliaan ilmu. Salah satu bentuk pemeliharaanya adalah tidak mengajarkannya kepada orang yang tidak berhak menerimanya, yaitu orang-orang yang menuntut ilmu hanya untuk kepentingan dunia semata.
3.    Hendaknya guru bersifat zuhud. Artinya ia mengambil rizki dunia hanya untuk sekedar memenuhi kebutuhan pokok diri dan keluarganya secara sederhana. Ia hendaknya tidak tamak terhadap kesenangan dunia, sebab sebagai orang yang berilmu, ia lebih tahu ketimbang orang awam bahwa kesenangan itu tidak abadi.
4.    Hendaknya guru tidak berorientasi duniawi dengan menjadikan ilmunya sebagai alat untuk mencapai kedudukan, harta, prestise, atau kebanggaan atas orang lain.
5.    Hendaknya guru menjauhi mata pencaharian yang hina dalam pandangan syara’ dan menjauhi situasi yang bisa mendatangkan fitnah dan tidak melakukan sesuatu yang dapat menjatuhkan harga dirinyadi mata orangbanyak. Sebagaimana firman Allah SWT.
                
artinya: “Hai norang-orang yang beriman makanlah diantara rizki yang halal lagi baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Alllah, jika benar-benar kepada-Nya kamu menyembah”. (Q.S. Al-Baqarah:172)
6.    Hendaknya guru memelihara syiar-syiar Islam, seperti melaksanakan shalat berjamaah di masjid, mengucapkan salam, serta menjalankan amar ma’ruf dan nahi munkar. Dalam melakukan semua itu hendaknya ia bersabardan tegar dalam menghadapi celaan dan cobaan.
7.    Guru hendaknya rajin melakukan hal-hal yang disunahkanoleh agama, baik dengan lisan maupun perbuatan, seperti membaca Al-Quran, berdzikir, dan shalat tengah malam. Hal ini sejalan dengan firman Allah SWT.
   •     •          
artinya: “Dan dirikanlah sembahyang itu pada kedua tepi siang (pagi dan petang) dan pada bahagian permulaan malam. Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapus (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk. Itulah peringatan bagi orang-orang yang ingat. (Q.S. Hud: 114)
8.    Guru hendaknya memelihara akhlak yang mulia dalam pergaulannya dengan orang banyak dan menghindarkan diri dari akhlak yang buruk. Sebagai pewaris Rasululllah SAW sudah sepantasnya seorang pendidik untuk memperlihatkan akhlak yang terpuji, sebagaimana peran yang dimainkan oleh Rasulullah SAW dalam menghadapi umatnya (sebagai teladan atau panutan).
9.    Guru hendaknya selalu mengisi waktu-waktu luangnya dengan hal-hal yang bermanfaat, seperti beribadah, membaca dan mengarang. Ini berarti bahwa seorang pendidik harus selalu pandai memanfaatkan segala kondisi sehingga hari-harinya tidak ada yang terbuang.
10.    Guru hendaknya selalu belajar dan tidak merasa malu untuk menerima ilmu dari orang yang lebih rendah daripadanya, baik secara kedudukan maupun usianya.
11.    Guru hendaknya rajin meneliti, menyusun, dan mengarang dengan memperhatikan keterampilan dah keahlian yang dibutuhkan untuk itu.
Kedua, syarat-syarat yang berhubungan dengan pelajaran (paedagogis-didiktis), yaitu:
1.    Sebelum keluar dari rumah untuk mengajar, hendaknya guru bersuci dari najis dan kotoranserta mengenakan pakaian yang baik dengan maksudmengagungkan ilmu dan syariat.
2.    Ketika keluar dari rumah, hendaknya guru selalu berdo’a agar tidak sesat dan menyesatkan, dan terus berdzikir kepada Allah SWT. Hingga sampai ke majlis pengajaran. Ini menegaskan bahwa sebelum mengajarkan ilmunya, seorang guru sepantasnya untuk menyucikan hati dan niatnya.
3.    Hendaknya guru mengambil tempat pada posisi yang membuatnya dapat terlihat oleh semua murid.
4.    Sebelum mulai mengajar, hendaknya guru membaca sebagian dari ayat Al-Quran agar memperoleh berkah dalam mengajar, kemudian membaca basmalah.
5.    Guru hendaknya mengajarkan bidang studi sesuai hierarki nilai kemuliaan dan kepentingannya yaitu tafsir Al-Quran, kemudian hadits, ushuludin, ushul fiqih dan seterusnya. Barangkali untuk seorang guru pemegang mata pelajaran umum, hendaklah selalu mendasarkan materi pelajarannya dengan Al-Quran dan hadits Nabi, dan kalau perlu mencoba untuk meninjaunya dari kaca mata Islam.
6.    Hendaknya guru selalu mengatur volume suaranya agar tidak terlalu keras, hingga membisingkan ruangan, tidak pula terlalu rendah hingga tidak terdengar oleh siswa.
7.    Hendaknya guru menjaga ketertiban majelis dengan mengarahkan pembahasan pada objek tertentu. Artinya dalam memberikan materi pelajaran, seorang guru memperhatikan tata cara penyampaian yang baik (sistematis), sehingga apa yang disampaikan akan mudah dicerna oleh siswa.
8.    Guru hendaknya menegur murig-murid yang tidak menjaga sopan santun dalam kelas, seperti menghina teman, tertawa keras, tidur, berbicara dengan teman atau tidak menerima kebenaran.
9.    Guu hendaknya bersikap bijak mdalam melakukan pembahasan, menyampaikan pelajaran, dan menjawab pertanyaan. Apabila ia ditanya tentang sesuatu yang ia tidak tahu, hendaklah ia mengatakan bahwa ia tidak tahu. Hal ini menegaskan bahwa seorang guru tidak boleh bersikap pura-pura tahu.
10.    Terhadap murid baru, hendaknya gurubersikap wajar dan menciptakan suasana yang membuatnya merasa telah menjadi bagian dari kesatuan teman-temannya.
11.    Guru hendaknya menutup setiap akhir belajar mengajar dengan kata-kata wallahu a’lam (Allah Maha Tahu) yang menunjukkan keikhlasan kepada Allah SWT.
12.    Guru hendaknya tidak mengasuh bidang studi yang tidak dikuasainya. Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi pelecehan ilmiah dan sebaliknya akan terjadi hal yang sifatnya untuk memuliakan ilmu dalam proses belajar mengajar.
Ketiga, kode etik guru di tenga-tengah para muridnya, antara lain:
1.    Guru hendaknya mengajar dengan niat mengharapkan ridha Allah SWT, menyebarkan ilmu, menghidupkan syara’, menegakkan kebenaran, dan melenyapkan kebatilan serta memelihara kemaslahatan umat.
2.    Guru hendaknya tidak menolak untuk mengajar murid yang tidak mempunyai niat tulus dalam belajar.
3.    Guru hendaknya mencintai muridnya seperti ia mencintai dirinya sendiri. Artinya, seorang guru hendaknya menganggap bahwa muridnya itu adalah merupakan bagian dari dirinya sendiri.
4.    Guru hendaknya memotivasi murid untuk menuntut ilmu seluas mungkin.
5.    Guru hendaknya menyampaikan pelajaran dengan bahasa yang mudah dan berusaha agar muridnya dapat memahami pelajaran.
6.    Guru hendaknya mengadakan evaluasi terhadap kegiatan belajar mengajar yang dilakukannya. Hal ini dimaksudkan agar guru selalu memperhatikan tingkat pemahan siswanya dan pertambahan keilmuan yang diperolehnya.
7.    Guru hendaknya bersikap adil terhadap semua muridnya.
8.    Guru hendaknya berusaha membantumembantu kemaslahatan murid, baik dengan kedudukan maupun hartanya.
9.    Guru hendaknya terus memantau perkembangan murid, baik intelektual maupun akhlaknya. Murid yang sholeh akan menjadi “tabungan” bagi guru, baik di dunia maupun di akhirat.

2.5.    Pengertian Strategi Belajar Mengajar
Di dalam sejarah dunia pendidikan guru merupakan sosok figur teladan bagi siswa/i yang harus memiliki strategi dan teknik-teknik dalam mengajar. Kegiatan belajar mengajar sebagai sistem intruksional merupakan interaksi antara siswa dengan komponen-komponen lainnya, dan guru sebagai pengelola kegiatan pembelajaran agar lebih aktif dan efektif secara optimal. Salah satu langkah untuk memiliki strategi itu ialah menguasai teknik-teknik penyajian, atau biasanya di sebut metode mengajar. Teknik penyajian pelajaran adalah suatu pengetahuan tentang cara mengajar yang dipergunakan oleh guru atau insturktur kepada siswa di dalam kelas agar pelajaran itu dapat ditangkap, dipahami dan digunakan siswa dengan baik. Di dalam kenyatan cara atau metode mengajar atau teknik penyajian yang digunakan guru untuk menyampaikan informasi atau message lisan kepada siswa, berbeda dengan cara yang ditempuh untuk memantapkan siswa dalam menguasai pengetahuan, keterampilan serta sikap. Maka, yang disebut dengan strategi belajar mengajar ialah memikirkan dan mengupayakan konsistansi aspek-aspek komponen pembentuk kegiatan sistem intruksional dengan siasat tertentu. Strategi Belajar Mengajar adalah pola-pola umum kegiatan guru – anak didik dalam perwujudan kegiatan belajar mengajar untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Dengan mempelajari Strategi Belajar Mengajar berarti setiap guru  mulai memasuki suatu kegiatan yg bernilai edukatif. Nilai edukatif mewarnai interaksi yang terjadi antara guru dgn ank didik. Interaksi yg bernilai edukatif dikarenakan kegiatan belajar mengajar yang dilakukan, diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu yang telah dirumuskan sebelum pengajaran dilakukan. Guru dengan sadar merencanakan kegiatan pengajaran secara sistematis dgn memanfaatkan segala sesuatu guna kepentingan pembelajaran.
Sehingga bahan pelajaran yg disampaikan guru dapat difahami dan diaplikasikan siswa dengan tuntas.














BAB III
PENUTUP

3.1.    Kesimpulan
Dalam rangka melaksanakan tugas sebagai pewaris para nabi (waratsatul Anbiya’), para pendidik hendaklah bertolak pada amar ma’ruf dan nahi munkar dalam artian menjadikan prinsip tauhid sebagai pusat penyebaran misi iman, Islam dan ihsan, dan kekuatan rohani pokok yang dikembangkan oleh pendidikadalah individualitas, sosialitas dan moralitas (nilai-nilai agama dan moral).
Peran dan fungsi yang cukup berat untuk diemban ini tentu saja membutuhkan sosok seorang guru atau pendidikan yang utuh dan tahu dengan kewajiban dan tanggungjawab sebagai seorang pendidik. Pendidik itu harus mengenal Allah SWT dalam arti yang luas, dan Rasul, serta memahami risalah yang dibawanya.








DAFTAR PUSTAKA


Anwar. Tambunan. 2003. Belajar dan Pembelajaran. FKIP UHN, Pematangsiantar.
N. K. Roestiyah. 1990. Strategi Belajar Mengajar. Rineka Cipta, Jakarta.
Janwar. Tambunan. 2004. Profesi Keguruan. FKIP UHN,  Pematangsiantar.
Prof. Pupuh Fathurrohman dan M. Sobbry Sutikno, M.Pd, 2007, Strategi Belajar Mengajar - Strategi Mewujudkan Pembelajaran Bermakna melalui Penanaman Konsep Umum dan Konsep Islami, Bandung : PT. Refika Aditama



strategi pemb, BERBAGAI PENDEKATAN DALAM BELAJAR MENGAJAR

BAB I
PENDAHULUAN

1.1.    Latar Belakang
    Dalam kegiatan belajar mengajar yang berlangsung telah terjadi interaksi yang bertujuan. Guru dan anak didiklah yang menggerakkannya. Interaksi yang bertujuan itu disebabkan gurulah yang memaknainya dengan menciptakan lingkungan yang bernilai edukatif demi kepentingan anak didik dalam belajar.
    Guru ingin memberikan layanan yang terbaik bagi anak didik, dengan menyediakan lingkungan yang menyenangkan dan menggairahkan. Guru berusaha menjadi pembimbing yang baik dengan peranan yang aktif dan bijaksana, sehingga tercipta hubungan dua arah yang harmonis antara guru dan anak didik.
    Dalam mengajar, guru harus pandai menggunakan pendekatan secara arif dan bijaksana, bukan sembarangan yang bisa merugikan anak didik. Pandangan guru terhadap anak didik akan menentukan sikap dan perbuatan. Setiap guru tidak selalu mempunyai pandangan yang sama dalam menilai anak didik. Hal ini akan mempengaruhi pendekatan yang diambil guru dalam melakukan pengajaran.
    Oleh karena itu, sebelum guru melakukan pengajaran diharapkan telah mengetahui pendekatan yang diambil adalah tepat untuk anak didiknya. Supaya proses belajar mengajar bisa berjalan lancar. Maka dalam hal ini penyusun mengambil judul “Berbagai Pendekatan Dalam Belajar Mengajar”, karena penyusun melihat pendekatan yang tepat dapat menyampaikan tujuan pembelajaran dan pendekatan dalam belajar mengajar harus dapat diketahui dan dipahami guru.

1.2.    Rumusan Masalah
a.    Apa yang dimaksud dengan pendekatan indovidual ?
b.    Apa yang dimaksud dengan pendekatan kelompok ?
c.    Apa yang dimaksud dengan pendekatan bervariasi ?
d.    Apa yang dimaksud dengan pendekatan edukatif ?
e.    Apa yang dimaksud dengan pendekatan keagamaan ?
f.    Apa yang dimaksud dengan pendekatan kebermaknaan ?

1.3.    Batasan Pembahasan
a.    Menerangkan tentang pendekatan individual
b.    Menerangkan tentang pendekatan kelompok
c.    Menerangkan tentang pendekatan bervariasi
d.    Menerangkan tentang pendekatan edukatif
e.    Menerangkan tentang pendekatankeagamaan
f.    Menerangkan tentang pendekatan kebermaknaan



BAB II
BERBAGAI PENDEKATAN DALAM
BELAJAR MENGAJAR

Guru yang memandang anak didik sebagai pribadi yang berbeda dengan anak didik lainnya akan berbeda dengan guru yang memandang anak didik sebagai makhluk yang sama dan tidak ada perbedaan dalam segala hal. Maka adalah penting meluruskan pandangan yang keliru dalam menilai anak didik. Sebaiknya guru memandang anak didik sebagai individu dengan segala perbedaan, sehingga mudah melakukan pendekatan dalam pengajaran. Ada beberapa pendekatan yang diajukan dalam pembicaraan ini dengan harapan dapat membantu guru dalam memecahkan berbagai maslaah dalam kegiatan belajar mengajar. Demi jelasnya ikutilah uraian berikut.
2.1.    Pendekatan Individual
Pendekatan individual merupakan pendekatan langsung dilakukan guru terhadap anak didiknya untuk memecahkan kasus anak didiknya tersebut.
Pendekatan individual mempunyai arti yang sangat penting bagi kepentingan pengajaran. Pengelolaan kelas sangat memerlukan pendekatan individual ini. Pemilihan metode tidak bisa begitu saja mengabaikan kegunaan pendekatan individual, sehingga guru dalam melaksanakan tugasnya selalu saja melakukan pendekatan individual terhadap anak didik di kelas. Persoalan kesulitan belajar anak lebih mudah dipecahkan dengan menggunakan pendekatan individual, walaupun suatu saat pendekatan kelompok diperlukan.
2.2.    Pendekatan Kelompok
Pendekatan kelompok merupakan pendekatan yang dilakukan guru dengan cara mengelompokkan anak didiknya sesuai dengan kriterianya demi tercapainya kegiatan belajar mengajar.
Ketika guru inhin menggunakan pendekatan kelompok, maka guru harus sudah mempertimbangkan bahwa hal itu tidak bertentangan dengan tujuan. Fasilitas belajar pendukung, metode yang akan dipakai sudah dikuasai, dan bahan yang akan diberikan kepada anak didik memang cocok didekati dengan pendekatan kelompok. Karena itu, pendekatan kelompok tidak bisa dilakukan seacara sembarangan, tetapi harus mempertimbangkan hal-hal lain yang ikut mempengaruhi penggunaannya.
2.3.    Pendekatan Bervariasi
Ketika guru dihadapkan kepada permasalahan anak didik yang bermasalah, maka guru akan berhadapan dengan permasalahan anak didik yang bervariasi. Setiap masalah yang dihadapi oleh anak didik tidak selalu sama, terkadang ada perbedaan.
Permasalahan yang dihadapi oleh setiap anak didik biasanya bervariasi, maka pendekatan yang digunakan pun akan lebih tepat dengan pendekatan bervariasi pula. Misalnya, anak didik yang tidak disiplin dan anak didik yang suka berbicara akan berbeda pemecahannya dan menghendaki pendekatan yang berbeda-beda pula. Demikian juga halnya terhadap anak didik yang membuat keribuatan. Guru tidak bisa menggunakan teknik pemecahan yang sama untuk memecahkan permasalahan yang lain. Kalaupun ada, itu hanya pada kasus tertentu. Perbedaan dalam teknik pemecahan kasus itulah dalam pembicaraan ini didekati dengan “pendekatan bervariasi”.
2.4.    Pendekatan Edukatif
Apa pun yang guru lakukan dalam pendidikan dan pengajaran dengan tujuan untuk mendidik, bukan karena motif-motif lain, seperti dendam, gengsi, ingin ditakuti dan sebagainya.
Anak didik yang telah melakukan kesalahan, yakni membuat keribuatan di kelas ketika guru sedang memberikan pelajaran, misalnya, tidak tepat diberikan sanksi hukum dengan cara memukul badannya hingga luka atau cidera. Ini adalah tindakan sanksi hukum yang tidak bernilai pendidikan. Guru telah melakukan pendekatan yang salah. Guru telah menggunakan teori power, yakni teori kekuasaan untuk menundukkan orang lain. Dalam pendidikan, guru akan kurang arif dan bijaksana bila menggunakan kekuasaan, karena hal itu bisa merugikan pertumbuhan dan perkembangan kepribadian anak didik. Pendekatan yang benar bagi guru adalah dengan melakukan pendekatan edukatif adalah setiap tindakan, sikap, dan perbuatan yang guru lakukan harus bernilai pendidikan, dengan tujuan untuk mendidik anak didik agar menghargai norma hukum, norma susila, norma moral, norma sosial dan norma agama.
Selain berbagai pendekatan yang disebabkan di depan, ada lagi pendekatan-pendekatan lain. Berdasarkan kurikulum atau Garis-garis Besar Program Pengajaran (GHBP) Pendidikan Agama Islam SLTP Tahun 1994 disebutkan lima macam pendekatan untuk pendidikan agama Islam, yaitu :
a.    Pendekatan Pengalaman
Meskipun pengalaman diperlukan dan selalu dicari selama hidup, namun tidak semua pengalaman tidak bersifat mendidik (edukative experience), karena ada pengalaman yang tidak bersifat mendidik (misedukative experience). Suatu pengalaman dikatakan tidak mendidik, jika guru tidak membawa anak ke arah tujuan pendidikan, akan tetapi mengyelewengkan dari tujuan itu, misalnya “mendidik anak menjadi pencopet”. Karena itu, ciri-ciri pengalaman yang edukatif adalah berpusat pada suatu tujuan yang berarti bagi anak (meaningful), kontinu dengan kehidupan anak, interaktif dengan lingkungan dan menambah integrasi anak. Demikianlah pendapat Witherington.
b.    Pendekatan Pembiasaan
Menanamkan kebiasaan yang baik memang tidak mudah dan kadang-kadang makan waktu yang lama. Tetapi sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan sukar pula untuk mengubahnya. Maka adalah penting, pada awal kehidupan anak, menanamkan kebiasaan-kebiasaan yang baik saja dan jangan sekali-kali mendidik anak berdusta, tidak disiplin, suka berkelahi dan sebagainya. Tetapi tanamkanlah kebiasaan seperti ikhlas melakukan puasa, gemar menolong orang yang kesukaraan, suka membantu fikir dan miskin, gemar melakukan salat lima waktu, aktif berpartisipasi dalam kegiatan yang baik-baik, dan sebagainya. Maka dari itu pengaruh lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat tidak bisa dielakkan dalam hal ini.
c.    Pendekatan Emosional
Emosi mempunyai peranan yang penting dalam pembentukan kepribadian seseorang. Itulah sebabnya pendekatan emosional yang berdasarkan emosi atau perasaan dijadikan sebagai salah satu pendekatan dalam pendidikan dan pengajaran, terutama untuk pendidikan agama Islam. Pendekatan emosional dimaksudkan di sini adalah suatu usaha untuk menggugah perasaan dan emosi siswa dalam meyakini, memahami dan menghayati ajaran agamanya. Dengan pendekatan ini diusahakan selalu mengembangkan perasaan keagamaan siswa agar bertambah kuat keyakinannya akan kebesaran Allah SWT. dan kebenaran ajaran agamanya. Untuk mendukung tercapainya tujuan dari pendekatan emosional ini, metode mengajar yang perlu dipertimbangkan antara lain adalah metode ceramah, bercerita dan sosiodrama.
d.    Pendekatan Rasional
Karena kemampuhan akal (rasio) itulah akhirnya dijadikan pendekatan yang disebut pendekatan rasional guna kepentingan pendidikan dan pengajaran di sekolah. Untuk mendukung pemakaian pendekatan ini, maka metode mengajar yang perlu dipertimbangkan antara lain adalah metode ceramah, tanya jawab, diskusi, kerja kelompok, latihan dan pemberian tugas.
e.    Pendekatan Fungsional
Pendekatan fungsional yang diterapkan di sekolah diharapkan dapat menjembatani harapan tersebut. Untuk memperlicin jalan ke arah itu, tentu saja dipergunakan metode mengajar. Dalam hal ini ada beberapa metode mengajar yang perlu dipertimbangkan, antara lain adalah metode latihan, pemberian tugas, ceramah, tanya jawab dan demontrasi.
2.5.    Pendekatan Keagamaan
Khususnya untuk mata pelajaran umum, sangat berkepentingan dengan pendekatan keagamaan. Hal ini dimaksudkan agar nilai budaya ilmu itu tidak sekuler, tetapi menyatu dengan nilai agama. Dengan penerapan prinsip-prinsip mengajar seperti prinsip korelasi dan sosialisasi, guru dapat menyisipkan pesan-pesan keagamaan untuk semua mata pelajaran umum. Tentu saja guru harus menguasai ajaran-ajaran agama yang sesuai dengan mata pelajaran yang dipegang. Misalnya : surah Yasiin ayat 34 dan 36 adalah bukti nyata bahwa pelajaran biologi tidak bisa dipisahkan dari ajaran agama.
Akhirnya pendekatan agama dapat membantu guru untuk memperbaiki kerdilnya jiwa agama di dalam diri siswa, yang pada akhirnya nilai-nilai agama tidak dicemoohkan dan dilecehkan, tetapi diyakini, dipahami, di hanyati dan di amalkanselama hayat siswa di kandung badan.
2.6.    Pendekatan Kebermaknaan
Bahasa adalah alat untuk menyampaikan dan memahami gagasan, pikiran, pendapat dan perasaan, secara lisan maupun tulisan. Bahasa Inggris adalah bahasa asing pertama di Indonesia yang dianggap penting untuk tujuan penyerapan dan pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi, seni budaya dan pembinaan hubungan dengan bangsa-bangsa lain di dunia.
Dalam rangka penguasaan bahasa Inggris tidak bisa mengabaikan masalahpendekatan yang harus digunakan dalam proses belajar mengajar. Kegagalan penguasaan bahasa Inggris oleh siswa, salah satu sebabnya adalah kurang tepatnya pendekatan yang digunakan oleh guru selain faktor lain seperti faktor sejarah, fasilitas dan lingkungan serta kompetensi guru itu sendiri. Hal ini perlu dipecahkan, salah satu alternatif ke arah pemecahan masalah tersebut diajukanlah pendekatan baru, yaitu pendekatan kebermaknaan.

BAB III
PENUTUP

3.1.    KESIMPULAN
Dalam kegiatan belajar mengajar yang berlangsung telah terjadi interaksi yang bertujuan. Guru dan anak didiklah yang menggerakkannya. Ketika kegiatan belajar mengajar itu berproses, guru harus dengan ikhlas dalam bersikap dan berbuat, serta mau memahami anak didiknya dengan segala konsekuensinya. Hal ini akan mempengaruhi pendekatan yang guru ambil dalam pengajaran. Pendekatan yang tepat maka akan berlangsung belajar mengajar yang menyenangkan.
Akhirnya, perlu diikhtisarkan bahwa ada berbagai pendekatan yang dapat dipergunakan dalam pendidikan dan pengajaran, yaitu : Pendekatan individual, pendekatan kelompok, pendekatan bervariasi, pendekatan edukatif (pendidikan), pendekatan pengalaman, pendekatan pembiasaan, pendekatan emosional, pendekatan rasional, pendekatan fungsional, pendekatan keagamaan dan pendekatan kebermaknaan.





DAFTAR PUSTAKA

Challjah Hasan, Dimensi-dimensi Psikologi Pendidikan, Al-Ikhlas, Surabaya, Cetakan I, 1994.
______ , Menjadi Guru Profesional, Remaja Rosdakarya, Bandung, Cetakan II, 1990.
______ , Psikologi Belajar Mengajar, Sinar Baru, Bandung, Cetakan, 1992.
Thomas Gordon, Guru yang Efektif Cara untuk mengatasi kesulitan dalam kelas, Disadur oleh Drs. Mudjito, M.A., Rajawali Pers, Jakarta Cetakan III, 1990.
W. James Popham Eva L. Baker, Bagaimana Mengajar secara Sistemnatis, Yogyakarta, Cetakan IV, 1992.

strategi pemb, KEDUDUKAN, PEMILIHAN DAN PENENTUAN METODE DALAM BELAJAR MEBGAJAR

BAB I
PENDAHULUAN

1.1.    Latar Belakang
Pendidikan secara umum, merupakan suatu usaha untuk menambah kecakapan, pengertian dan sikap belajar dan pengalaman yang diperlukan untuk mementingkan kelangsungan hidup serta mencapai tujuan hidup. Usaha tersebut terdapat baik dalam masyarakat yang masih terbelakang maupun masyarakat yang sudah maju atau masyarakat yang sangat maju.
Belajar mengajar sebagai salah satu proses merupakan suatu sistem yang tidak terlepas dari komponen-komponen lain yang  saling berinteraksi di dalamnya. Salah satu komponen dalam proses tersebut adalah sumber belajar. Sumber belajar tidak lain adalah daya yang bisa dimanfaatkan guna kepentingan proses belajar mengajar, baik secara langsung maupun tidak langsung. Olehnya itu dalam desain pengajaran yang biasa disusun guru terdapat salah satu komponen pengajaran. Begitu juga pendidik atau guru merupakan seorang fasilitator, yang bertugas memfasilitasi aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik dalam proses pembelajaran. Seorang pendidik harus mampu membangun suasana belajar yang kondusif sehingga siswa mampu belajar sendiri.
Dewasa ini khusus di kota Makassar, banyak acara-acara televisi dalam tayangannya sehingga sangat menyita waktu belajar, acara demi acara tersebut sangat fantastis dari satu chanel ke chanel yang lain. Semua stasiun televisi bersaing untuk menampilkan mulai dari film kartun hingga film Hollywood sehingga para siswa hampir engga untuk menjauhi acara tersebut sehingga banyak tugas-tugas mereka terabaikan, di lain pihak ada siswa yang memanfaatkan media elektronika untuk menyelesaikan tugas-tugas sekolah dengan menemukan jawaban yang dapat dipertanggungjawabkan, tentang kebenaran suatu penelitian ilmiah.

1.2.    Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang yang telah penulis uraikan di atas, maka untuk mendapatkan kejelasan suatu Karya Ilmiah dan tujuan pembahasan yang hendak dicapai sehingga penulis dapat merumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut :
1.    Bagaimana langkah-langkah penerapan metode penugasan siswa dalam proses pembelajaran
2.    Bagaimana pengaruh metode penugasan terhadap efektivitas proses pembelajaran

1.3.    Tujuan Pembahasan
Setiap aktivitas manusia senantiasa diiringi dengan suatu harapan sebagai kerangka landasan untuk melangkah lebih jauh dalam membiasakan sesuatu, termasuk membuat dan menulis suatu  karya tulis yang bermutu atau berguna. Harapan tersebut terkadang manifestasikan yang pada akhirnay dalam suatu tujuan, demikian halnya dengan penulisan karya  ilmiah ini yang sasaran utamanya adalah :
1.    Untuk mengetahui langkah-langkah penerapan metode pengugasan siswa dalam proses pembelajaran
2.    Untuk mengetahui efektivitas metode penugasan siswa dalam proses pembelajaran


BAB II
PEMBAHASAN
KEDUDUKAN, PEMILIHAN DAN PENENTUAN METODE DALAM BELAJAR MEBGAJAR


2.1.    Kedudukan Metode dalam Belajar Mengajar
Kegiatan belajar mengajar yang melahirkan interaksi unsur-unsur manusiawi adalah sebagai suatu proses dalam rangka mencapai tujuan pengajaran. Guru  dengan sadar berusaha mengatur lingkungan belajar agar bergairah bagi anak didik. Dengan seperangkat teori dan pengalamannya, seorang guru dapat mempergunakan metode untuk mempersiapkan program pengajaran dengan baik dan sistematis.
Dari hasil analisis yang dilakukan, lahirlah pemahaman tentang kedudukan metode sebagai alat motivasi ekstrinsik, sebagai pengajaran, dan sebagai alat untuk mencapai tujuan, untuk memahami kedudukan metode belajar mengajar penulis dapat membaginya ke dalam beberapa bagian yaitu:
a.    Metode sebagai alat motivasi ekstrinsik
Sebagai salah satu komponen pengajaran, metode menempati peranan yang tidak kalah pentingnya dari komponen lainnya dalam kegiatan belajar mengajar. Tidak ada satupun kegiatan belajar mengajar yang tidak menggunakan metode pengajar. Ini berarti guru memahami benar kedudukan metode sebagai alat motivasi intrinsik dalam kegiatan belajar mengajar.
Motivasi ekstrinsik menurut Sardiman A.M adalah motif-motif yang akitif dan berfungsi, karena adanya perangsang dari luar. Oleh karena itu, metode berfungsi sebagai alat perangsang dari luar yang dapat membangkitkan belajar seseorang.
b.    Metode sebagai strategi pengajaran
Dalam kegiatan belajar mengajar tidak semua anak didik mampu berkonsentrasi dalam waktu relatif yang lama, daya serap anak didik terhadap bahan yang diberikan juga bermacam-macam, ada yang cepat dan yang sedang dan ada pula yang lambat. Faktor intelegensi mempengaruhi daya serap anak didik terhadap bahan pelajaran yang diberikan sehingga menghendaki pemberian waktu yang bervariasi, agar penguasaan penuh dapat tercapai.
Menurut Dra. Rosita, guru harus memiliki startegi agar anak didik dapat belajar secara efektif dan efisien, mengenai pada tujuan yang diharapkan salah satu langkah untuk memiliki strategi ini adalah harus menguasai teknik-teknik penyajian atau biasa disebut metode pengajar, dengan demikian, metode mengajar adalah strategi.
c.    Metode sebagai alat untuk mencapai tujuan
Tujuan adalah salah satu cita-cita yang akan dicapai dalam kegiatan belajar mengajar. Tujuan adalah pedoman yang memberi arah kemana kegiatan belajar mengajar akan dibawa. Guru tidak bisa membawa kegiatan belajar mengajar menurut sekehendak hatinya dan mengabaikan tujuan yang telah dirumuskan karena itu sama artinya dengan perbuatan yang sia-sia. Kegiatan belajar mengajar yang tidak mempunyai tujuan sama halnya ke pasar tanpa tujuan, sehingga sukar untuk menyelesaikan mana kegiatan yang harus dilakukan dan mana yang harus diabaikan dalam upaya yang mencapai keinginan yang dicita-citakan.
Tujuan dari kegiatan belajar  mengajar tidak akan pernah tercapai selama komponen-komponen lainnya tidak terpenuhi. Salah satunya adalah komponen metode. Metode adalah salah satu alat untuk mencapai tujuan, dengan memanfaatkan metode secara akurat, guru akan mampu mencapai tujuan pengajaran  karena metode pengajaran pelicin jalannya pengajaran menuju tujuan. Ketika dirumuskan agar anak didik memiliki keterampilan tertentu, maka metode yang digunakan harus disesuaikan dengan tujuan.

2.2.    Pemilihan dan Penentuan Metode dalam Pengajaran
Metode mengajar yang guru gunakan dalam setiap kali pertemuan kelas bukanlah asal pakai, tetapi setelah melalui seleksi yang berkesesuaian dengan perumusan tujuan instruksional khusus. Jarang sekali terlihat guru merumuskan tujuan hanya dalam satu rumusan, tetapi guru merumuskan lebih dari satu tujuan, karenanya guru pun selalu menggunakan metode lebih dari satu. Pemakaian metode yang satu digunakan untuk mencapai tujuan yang satu, sementara penggunaan metode yang lain juga digunakan mencapai tujuan yang lain. Sesuai dengan kehendak tujuan pengajaran yang telah dirumuskan diantaranya :
1.    Nilai strategi metode. Kegiatan  belajar mengajar adalah sebuah interaksi yang bernilai pendidikan yang di dalamnya terjadi interaktif edukatif antara guru dan anak didik, ketika guru menyampaikan bahan pengajaran kepada anak didiknya di kelas.
2.    Efektifitas penggunaan metode. Ketika anak didik tidak mampu berkonsentrasi, ketika sebagian besar anak didik membuat kegaduhan, ketika anak didik menunjukkan kelesuan, ketika minat anak didik semakin berkurang dan ketika sebagian besar anak didik tidak menguasai bahan yang telah guru sampaikan,  ketika itulah guru mempertanyakan faktor penyebabnya dan berusaha mencari jawaban secara tepat, karena bila tidak, maka apa yang guru sampaikan akan sia-sia.
3.    Pentingnya pemilihan dan penentuan metode. Tidak sentral yang harus dicapai oleh setiap kegiatan belajar mengajar adalah tercapainya tujuan pengajaran dan sejauh mana tingkat efektifitas dan efisiensi suatu metode yang dipergunakan oleh guru dalam memberikan pelajaran, sehingga siswa mampu memenuhi isi pelajaran yang diberikan oleh guru mereka.
4.    Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan metode. Metode yang biasa disebut dengan cara penyajian pelajaran tidak berdiri  sendiri, tetapi dipengaruhi oleh faktor-faktor lain. Olehnya itu untuk jelasnya akan dikemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi metode diantaranya :
a.    Anak didik, faktor anak didik merupakan suatu hal yang agak rumit
b.    Tujuan yaitu sasaran-sasaran yang dituju dari setiap kegiatan belajar mengajar
c.    Situasi artinya kegiatan belajar mengajar yang guru ciptakan tidak selamanya sama dari hari ke hari
d.    Fasilitas, merupakan hal yang mempengaruhi pemilihan dan penentuan metode mengajar
e.    Guru, setiap guru mempunyai kepribadian yang berbeda-beda.

2.3.    Macam Macam Metode Mengajar
1.    Metode Ceramah
Metode ceramah yaitu sebuah metode mengajar dengan menyampaikan informasi dan pengetahuan secara lisan kepada sejumlah siswa yang pada umumnya mengikuti secara pasif. Muhibbin Syah, (2000). Metode ceramah dapat dikatakan sebagai satu-satunya metode yang paling ekonomis untuk menyampaikan informasi, dan paling efektif dalam mengatasi kelangkaan literatur atau rujukan yang sesuai dengan jangkauan daya beli dan paham siswa. Metode ini berbentuk penjelasan konsep, prinsip dan fakta pada akhir perkuliahan ditutup dengan Tanya jawab antara dosen dan mahasiswa.
2.    Tanya Jawab
Metode tanya jawab adalah suatu metode dimana guru menggunakan atau memberi pertanyaan kepada murid dan murid menjawab, atau sebaliknya murid bertanya pada guru dan guru menjawab pertanyaan murid itu ( Soetomo, 1993 : 150 )
3.    Diskusi
Muhibbin Syah ( 2000 ), mendefinisikan bahwa metode diskusi adalah metode mengajar yang sangat erat hubungannya dengan memecahkan masalah (problem solving). Metode ini lazim juga disebut sebagai diskusi kelompok (group discussion) dan resitasi bersama (socialized recitation). Metode diskusi dapat pula diartikan sebagai siasat “penyampaian” bahan ajar yang melibatkan peserta didik untuk membicarakan dan menemukan alternatif pemecahan suatu topik bahasan yang bersifat problematis. Guru, peserta didik atau kelompok peserta didik memiliki perhatian yang sama terhadap topik yang dibicarakan dalam diskusi.
4.    Demonstrasi
Menurut Muhibbin (2000) Metode demonstrasi adalah metode mengajar dengan cara memperagakan barang, kejadian, aturan, dan urutan melakukan suatu kegiatan, baik secara langsung maupun melalui penggunaan media pembelajaran yang relevan dengan pokok bahasan atau materi yang sedang disajikan. Menurut Syaiful Bahri Djamarah (2000) Metode demonstrasi adalah metode yang digunakan untuk memperlihatkan sesuatu proses atau cara kerja suatu benda yang berkenaan dengan bahan pelajaran.
5.    Karyawisata/ Pengalaman Lapangan
Metode karyawisata adalah metode pembelajaran yang mengajak siswa untuk mengunjungi obyek-obyek dalam rangka untum menambah dan memperluas wawasan obyek yang dipelajari tersebut ( sesuai dengan bidangnya). Misalnya untuk pelajaran pendidikan geografi siswa dapat diajak ke obyek pemukiman transmigrasi atau obyek morfologi. Untuk pelajaran pendidikan sejarah, siswa dapat diajak ke situs sejarah. Untuk pelajaran pendidikan ekonomi siswa dapat diajak mengunjungi pabrik, atau obyek kegiatan ekonomi.
6.    Penugasan
Metode resitasi adalah metode penyajian bahan dimana guru memberikan tugas tertentu agar siswa melakukankegiatan belajar. Metode ini diberikan karena dirasakan bahan pelajaran terlalu banyak , sementara waktu sedikit. Metode pemberian tugas adalah cara dalam proses belajar mengajar dengan jalan memberi tugas kepada siswa. Tugas-tugas itu dapat berupa mengikhtisarkan karangan, (dari surat kabar, majalah atau buku bacaan) membuat kliping, mengumpulkan gambar, perangko, dan dapat pula menyusun karangan.
7.    Eksperimen Laboratorium
Metode eksperimen menurut Syaiful Bahri Djamarah (2000:95) adalah cara penyajian pelajaran, di mana siswa melakukan percobaan dengan mengalami sendiri sesuatu yang dipelajari. Dalam proses belajar mengajar, dengan metode eksperimen, siswa diberi kesempatan untuk mengalami sendiri atau melakukan sendiri, mengikuti suatu proses, mengamati suatu obyek, keadaan atau proses sesuatu. Dengan demikian, siswa dituntut untuk mengalami sendiri, mencari kebenaran, atau mencoba mencari suatu hukum atau dalil, dan menarik kesimpulan dari proses yang dialaminya itu.
8.    Bermain Peran/ Simulasi
Metode ini menampilkan simbol-simbol atau peralatan yang menggantikan proses kejadian atau benda yang sebenarnya. Metode ini adalah suatu cara penguasaan bahan pelajaran melalui pengembangan dan penghayatan anak didik. Metode yang melibatkan interaksi antara dua siswa atau lebih tentang suatu topik atau situasi. Siswa melakukan peran masing-masing sesuai dengan tokoh yang ia lakoni, mereka berinteraksi sesama mereka.
9.    Metode Meragakan
Metode meragakan ialah metode yang dilakukan dengan menggunakan alat peraga (benda) dalam mengajar.
10.    Metode Sosio Drama
Metode yang di pergunakan untuk menjelaskan sesuatu, anak – anak sendiri disuruh melakukannya atau apabila tujuan yang mencakup masalah perhubungan antara manusia seperti peristiwa sejarah.
11.    Metode Test
Ialah metode mengajar dengan jalan memberikan tes kepada anak – anak untuk mengetahuikemampuan anak dalam suatu kegiatan pelajaran. Biasanya dilakukan setelah sesuatu bahan pelajaran diberikan kepada anak-anak tes disusun dengan bentuk tes objektif, tes diberikan kepada semua anak dengan bahan yang sama.
12.    Metode Drill
Metode mengajar dengan mempergunakan latihan-latihan secara intensif dan berulang- ulang adalah memberikan latihan tertulis kepada anak karena bahan pelajaran baru sedikit sedang waktu ujian semakin mendekat.
13.    Metode Infiltrasi
Metode ini disebut juga metode susupan, selipan maksudnya antipati atau jiwa ajaran tertentu diselipkan atau diselundupkan kedalam sesuatu. Mata pelajaran pada waktu guru menerangkan pelajaran tersebut misalkan jiwa agama kita selipkan pada waktu mengajar umum.
Metode ini dimaksudkan untuk memberikan nilai tambah dalam pelajaran yang diberikan, seperti nilai Islam pada pelajaran Geografi. Ketika guru membahas mengenai penciptaan langit dan bumi dapat diselipkan kutipan ayat yang menyatakan kebesaran Allah SWT.
14.    Metode Gotong Royong
Metode gotang raoyong ialah metode yang dilakukan dengan bekerja sama antara beberapa orang anak untuk menyelesaikan suatu tugas atau masalah. Metode ini disebut juga metode kelimpok atau metode beregu dan metode kelompoknya disebut studi club, studi grup.
15.    Metode Survey
Metode yang dilakukan dengan mengadakan penelitian suatu masalah dengan mengmpulkan data-data yang diperlukan dan langsung terjun kemasyarakat.
16.    Metode Wawancara
Metode yang dilakukan dengan mengadakan tanya jawab atau wawancara antara kedua pihak yang langsung berhadapan muka.
17.    Metode Problem Solving
Metode yang digunakan dengan cara langsung menghadapi masalah mengetahui dengan sejelas-jelasnya dan menemukan kesukaran- kesukarannya sehingga dapat dipecahkan.
18.    Metode Proyek
Prinsipnya usaha dengan metode proble solving hanya lebih kompleks sebab dilakukan dengan metode survey, wawancara, metode kelompok. Satu kelompok dibagibagi dalam beberapa unit.
19.    Metode Dikte
Metode yang dilakukan dengan jalan mendikte pelajaran (kuliah) untuk dicatat oleh murid, metode ini lazim dipakai pada perguruan tinggi. Adapun metode dikte ini dimaksudkan untuk mentransfer pemahaman dosen kepada mahasiswanya.

2.4.    PRAKTIK MENGGUNAKAN METODE MENGAJAR
Proses Belajar Mengajar ditinjau dari sudut siswa
Dalam proses belajar mengajar yang mengaktifkan siswa, peranan siswa lebih besar, karena siswa tidak diberi bahan ajar yang sudah jadi atau yang sudah selesai untuk tinggal menghafal, tetapi mereka diberi persoalan-persoalan yang membutuhkan pencarian, pengamatan, percobaan, analisis, sintesis, perbandingan, penilaian dan penyimpulan oleh para siswa sendiri.
Guru dan anak didik tidak dapat dipisahkan dari dunia pendidikan, dimana ada guru disitu ada anak didik yang ingin belajar dari guru, sebaliknya di mana anak didik di sana ada guru yang ingin memberikan binaan dan bimbingan kepada anak didik. Guru dengan ikhlas memberikan apa yang diinginkan oleh anak didiknya, tidak ada sedikitpun dalam benak guru terlintas pikiran negatif untuk tidak mendidik anak didiknya, meskipun sejuta permasalahan sedang merangsang kehidupan seorang guru.
Belajar merupakan serangkaian upaya untuk mengembangkan kemampuan-kemampuan dan sikap serta nilai siswa, untuk memenuhi proses belajar mengajar ditinjau dari sudut siswa, penulis merumuskan beberapa ciri-ciri di mana adanya beberapa perubahan tertentu yang dialami siswa diantaranya :
a.    Perubahan terjadi secara sadar. Hal ini berarti siswa yang belajar akan menyadari terjadinya perubahan itu atau sekurang-kurangnya siswa merekam telah terjadi adanya suatu perubahan dalam dirinya
b.    Perubahan dalam belajar bersifat fungsional. Sebagai hasil belajar, perubahan yang terjadi dalam diri siswa berlangsung terus menerus dan tidak statis.
c.    Perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif. Dalam perubahan belajar perubahan-perubahan itu selalu bertambah dan tertuju untuk memperoleh suatu lebih baik dari sebelumnya
d.    Perubahan dalam proses belajar mengajar bukan bersifat sementara, artinya perubahan yang terjadi karena proses belajar yang sifat utamanya adalah menetap atau permanen
e.    Perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah, artinya perubahan tingkah laku itu terjadi karena ada tujuan yang akan dicapai
f.    Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku, maksudnya perubahan yang diperoleh siswa setelah melalui  proses belajar yang meliputi perubahan keseluruhan tingkah laku secara menyeluruh dalam setiap kebiasaan, keterampilan, pengetahuan dan sebagainya.
Proses Belajar Mengajar ditinjau dari sudut guru
Untuk melaksanakan tugas dalam meningkatkan proses belajar mengajar, guru menempati kedudukan sebagai figur sentral, karena ditangan  para gurulah terletak keberhasilan atau tidaknya pencapaian tujuan pembelajaran di sekolah, serta pada tangan mereka pulalah bergantungnya masa depan karier para peseta didik yang menjadi tumpuan para orang tuanya. Proses belajar mengajar tersusun atas sejumlah komponen atau unsur yang saling berhubungan secara timbal balik dan saling bergantung satu sama lain diantara komponen-komponen yang selalu terdapat dalam kegiatan proses belajar mengajar adalah :
a.    Peserta didik yang terus berusaha mengembangkan dirinya seoptimal mungkin selalu berbagai kegiatan (belajar) guna mencapai tujuan sesuai harapan tahapan perkembangan di jalaninya
b.    Tujuan (yaitu apa yang diharapkan) merupakan seperangkat tugas atau tuntutan yang harus dipenuhi atau sistem nilai yang harus tampak dalam perilaku yang merupakan karakteristik kepribadian peserta didik
c.    Guru yang selalu mengusahakan segala sumber dan menggunakan strategi belajar mengajar dengan tepat dan baik.
Kegiatan belajar mengajar merupakan dua hal yang tidak bisa dipisahkan sebab siswa melakukan kegiatan belajar karena guru mengajar, atau guru mengajar agar siswa belajar. Oleh karena keduanya merupakan suatu keterpaduan, maka pendekatan atau metode mengajar yang digunakan oleh guru menentukan kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa,  kegiatan belajar mengajar yang ditinjau dari sudut guru dapat kita lihat pada beberapa bentuk kegiatan mengajar yaitu :
a.    Mengajar secara ekspositori. Kegiatan belajar mengajar yang bersifat menerima jadi karena guru menggunakan pendekatan belajar yang bersifat ekspositori baik pada tahap perencanaan maupun pada pelaksanaan mengajar.
b.    Mengajar dengan mengaktifkan siswa. Berbeda halnya dengan kegiatan mengajar yang bersifat ekspositori, dalam pelaksanaan kegiatan mengajar dengan mengaktikan siswa, guru tidak banyak melakukan aktivitas, siswa walaupun demikian tidak berarti bahwa guru tinggal diam, akan tetapi harus  memberikan petunjuk kepada siswa tentang apa yang akan diberikan kepada siswa.
Proses Belajar mengajar ditinjau dari sudut kurikulum
Kurikulum merupakan input dari sistem pengembang kurikulum sedangkan output sistem pengembangan kurikulum adalah sistem pengajaran agar dapat di peroleh pemahaman hubungan antara kurikulum dengan pengajaran yang akan dicapai. Kegiatan-kegiatan belajar selain mempelajari yang sudah di temukan, bahkan termasuk pada kegiatan kurikulum, bila kegiatan itu merupakan penunjang atau penyertaan dalam mempelajari suatu mata pelajaran tertentu dari kurikulum.
Dengan demikian proses pendidikan dapat diarahkan kepada pembentukan pribadi anak dengan utuh dan ini dicapai melalui proses belajar mengajar melalui kurikulum sekolah. Dalam pembentukan kurikulum ada beberapa komponen yaitu :
a.    Komponen tujuan, yaitu arah atau sasaran yang hendak di tuju oleh proses penyelenggaraan pendidikan
b.    Isi kurikulum yaitu pengalaman belajar yang diperoleh murid disekolah dalam hal ini murid melakukan berbagai kegiatan dalam rangka memperoleh pengalaman belajar.
c.    Metode atau proses belajar mengajar, yaitu cara murid memperoleh pengalaman belajar untuk mencapai tujuan, metode kurikulum berkenaan dengan proses pencapain tujuan sedangkan proses itu sendiri bertalian dengan bagaimana pengalaman belajar atau isi kurikulum diorganisasi. Setiap bentuk yang digunakan membawa dampak terhadap proses memperoleh pengalaman yang  dilaksanakan.






BAB III
PENUTUP


3.1.   Kesimpulan
Dari pembahasan di atas dapat penulis katakana atau simpulkan, bahwa dalam interaksi belajar mengajar terjadi proses pengaruh mempengaruhi secara timbal balik antara guru dan siswa aktif artinya dalam arti sikap, mental dan perbuatan. Hal ini dapat kita lihat pada pengertian belajar yang merupakan serangkaian upaya untuk mengembangkan kemampuan dan sikap serta nilai siswa, baik kemampuan intelektual, sosial, efektif maupun psikomotor, agar siswa mampu mandiri.
Setelah menguraikan beberapa pembahasan, dalam karya tulis, maka untuk memahami isi karya ilmiah penulis mengambil beberapa kesimpulan dari isi karya tulis ini sebagai berikut :
1.    Metode penugasan siswa dan resitasi sangat efektif karena dapat memberikan kepada siswa untuk berkreasi atas tugas yang diberikan kepadanya, apalagi waktunya lebih lama di luar jam pelajaran sekolah, sehingga siswa memiliki keluasan waktu untuk mengerjakan tugas dengan sebaik mungkin, bahkan siswa dapat menjawab tugas sesuai dengan hasil bacaannya dari beberapa literatur atau pendapat para ahli sehingga dapat memberi atau membuka cakrawala berpikir secara luas dan kritis. Atau pengetahuan yang siswa peroleh dari hasil bacaannya dapat diingat lebih lama, sehingga ia memiliki keberanian untuk mengambil inisiatif bertanggung jawab terhadap masalah yang diberikan kepadanya dan berdiri sendiri untuk mengatasi kesulitan masalah
2.    Bila dibandingkan dengan metode-metode yang lain dalam proses belajar mengajar maka metode pemberian tugas hampir mencakup beberapa metode di dalamnya, termasuk metode tanya jawab, artinya pada saat guru dan murid, termasuk juga mengandung metode demonstasi, yaitu jika tugas berbentuk penelitian, maka siswa akan menjawabnya dengan menggunakan alat peraga untuk mendekatkan pemahaman jawabannya.
3.    Efektifitas metode penugasan siswa jika dikaitkan dengan interaksi, maka akan terjadi interaksi antara dua pihak yaitu pihak guru, dan pihak siswa yang saling aktif.









DAFTAR PUSTAKA



Abu Ahmadi, Drs. H. Joko Tri Prasty, Strategi Belajar Mengajar. Cetakan I; Bandung: CV. Pustaka Setia. 1997.
Hamailk Oemar, Dr. Psikologi Belajar Mengajar. Cetakan III; Bandung: Sebar Baru Algensinso, 2002.
Ibrahim R. Nana Syaodih, S. Perencanaan Pengajaran. Cetakan I; Jakarta: Rineka Cipta. 1996.
Nochi Nasution, M.A. dkk. Materi Pokok Psikologi Pendidikan Program Penyataraan D-II. Modul 1-6. Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Islam dan Universitas Terbuka. Jakarta Depag. 1997.
Subandijah. Pengembangan dan Inovasi Kurikulum. Cetakan II; Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 1996.
Syaiful BahriDjamarah. Guru dan Anak dalam Interaksi Edukatif. Cetakan I; Jakarta : PT. Rineka Cipta. 2000.
_______, Strategi Belajar Mengajar. Cet. I; Jakarta: PT. Rineka Cipta. 1996.