DOKUMEN MANBA'UL ULUM

DOKUMEN MANBA'UL ULUM
sejarah pengarsipan

Rabu, 23 Mei 2012

pai 2, PENGERTIAN TASYRI’ & FAKTOR PENDORONG PERKEMBANGAN TASYRI’

BAB I
PENDAHULUAN

1.1.    Latar Belakang
Muhammad adalah seorang revolusioner sejati, keberhasilannya merubah pola kehidupan masyarakat Arab hingga seluruh belahan dunia dalam berbagai aspek kehidupan, menjadikannya layak mendapat julukan ini. Setidaknya pendapat ini diyakini oleh semua umat Islam dan sebagian orientalis. Michael H. Hart dalam bukunya yang berjudul 100 Tokoh yang Paling Bepengaruh di Dunia menempatkan Nabi Muhammad dalam urutan pertama. Ia mengatakan bahwa Muhammad adalah sosok manusia yang  berhasil memimpin dan menyebarkan Agama Islam hingga seluruh dunia. Namun, setelah terjadinya perang salib akibat gerakan ekspansi kekuasaan dan keagamaan yang dilakukan oleh pasukan Islam sejak masa Khulafa’ ar-Rasyidun menimbulkan kebencian dikalangan umat Kristen terhadap sosok Nabi Muhammad Saw.  Kebencian  ini diwujudkan melalui berbagai cara, misalnya saja melalui propaganda melalui pendapat, tulisan-tulisan, buku yang semuanya bertujuan menjatuhkan pamor Muhammad dihadapan umatnya dan umat manusia lainnya.
Al-Qur’an dan al-Hadits yang menjadi sumber hukum Islam juga tidak lepas dari sasaran sebagian orientalis yang tidak menghendaki Islam berkembang. Mereka mengatakan bahwa al-Qur’an merupakan karya Muhammad yang disesuaikan dengan kondisi Arab pada masa itu. Sehingga al-Qur’an tidaklah wajib diimani. Hal ini kemudian bertentang dengan doktrin Islam yang tercantum dalam al-Qur’an yang mengatakan bahwa al-Quran berasal dari Allah SWT. dan tidak ada campur tangan manusia sama sekali di dalamnya, meskipun unsur kebudayaan Arab pada masa itu menjadi latar belakang turunyna ayat-ayat al-Quran.
Sejarah penetapan hukum Islam (tarikh Tasyri’) tidak terlepas dari fenomena di atas. Proses penurunan ayat-ayat al-Quran hingga masa wafatnya Nabi Saw. Maka pada makalah kali ini penulis akan membahas tentang tasyri’ pada masa awal abad 2 H sampai pertengahan 4 H.

1.2.    Rumusan Masalah
1.    Untuk melihat perkembangan pada masa awal abad ke 2 sampai pertengahan abad ke 4?
2.    Bagaimana cara Untuk mengetahui faktor yang mendorong perkembangan hukum Islam?

1.3.    Tujuan Masalah
1.    Untuk melihat perkembangan pada masa awal abad ke 2 sampai pertengahan abad ke 4?
2.    Bagaimana cara Untuk mengetahui faktor yang mendorong perkembangan hukum Islam?

BAB II
PEMBAHASAN


2.1.    PENGERTIAN TASYRI’
Tasyri’ berarti penetapan atau pemberlakuan syariat yang berlangsung sejak diutusnya Rasulullah saw dan berakhir hingga wafat beliau. Namun para ulama kemudian memperluas pembahasan tarikh (sejarah) tasyri’ sehingga mencakup pula perkembangan fiqh Islami dan proses kodifikasinya serta ijtihad-ijtihad para ulama sepanjang sejarah umat Islam. Oleh karena itu pembahasan tarikh tasyri’ dimulai sejak pertama kali wahyu diturunkan kepada Nabi Muhammad saw hingga masa kini.
Tasyri’ juga bermakna legislation, enactment of law, artinya penetapan undang-undang dalam agama Islam. Kata Syariat secara bahasa berarti al-utbah (lekuk liku lembah), dan maurid al- ma’i (sumber air) yang jernih untuk diminum. Lalu kata ini digunakan untuk mengungkapkan al-thariqah al-mustaqimah (jalan yang lurus). Sumber air adalah tempat kehidupan dan keselamatan jiwa, begitu pula dengan jalan yang lurus yang menunjuki manusia kepada kebaikan, di dalamnya terdapat kehidupan dan kebebasan dari dahaga jiwa dan akal. Sebagaiman firman Allah SWT dalam surat al-Jatsiah ayat 18 di atas. Juga firman Allah SWT dalam surat al-Syura ayat 13. Dia Telah mensyari’atkan bagi kamu tentang agama apa yang Telah diwasiatkan- Nya kepada Nuh. Dan firman Allah SWT dalam surat al-Maidah ayat 48. ….untuk tiap-tiap umat diantara kamu, kami berikan aturan dan jalan yang terang…. Syari’ah adalah “law statute” artinya hukum yang telah ditetapkan dalam agama Islam. Syariat menurut fuqaha’ berarti hukum yang ditetapkan oleh Allah SWT melalui Rasul untuk hamba-Nya agar mereka mentaati hukum ini atas dasar iman, baik yang berkaitan dengan aqidah, amaliah atau disebut ibadah dan muamalah atau yang berkaitan dengan akhlak. Menurut Muhammad Ali al-Tahanuwi, syariat adalah hukum-hukum Allah yang ditetapkan untuk hamba-Nya yang disampaikan melalui para Nabi atau Rasul, baik hukum yang berhubungan dengan amaliah atau aqidah. Syariat disebut juga din (agama) dan millah. Syari’ah Islamiyah didefinisikan dengan “apa yang telah ditetapkan Allah Taala untuk hamba-hamba-Nya berupa aqidah, ibadah, akhlaq, muamalat, dan sistem kehidupan yang mengatur hubungan mereka dengan Tuhan dan hubungan dengan sesama makhluk agar terwujud kebahagiaan dunia dan akhirat.
Tarikh al-tasyri’ menurut Muhammad Ali al-sayis adalah : “Ilmu yang membahas keadaan hukum Islam pada masa kerasulan (Rasulullah SAW masih hidup) dan sesudahnya dengan periodisasi munculnya hukum serta hal-hal yang berkaitan dengannya, (membahas) ciri-ciri spesifikasi keadaan fuqaha’ dan mujtahid dalam merumuskan hukum-hukum tersebut”.

2.2.    FASE-FASE TASYRI’
1.    Fase Tasyri’: dari awal kenabian Muhammad saw hingga wafat beliau (11 H).
2.    Fase Perkembangan Fiqh Pertama: Masa Khulafa Rasyidin, 11-40 H.
3.    Fase Perkembangan Fiqh Kedua: Masa Sahabat Yunior atau Tabi’in Senior sampai Permulaan Abad 2 H.
4.    Fase Perkembangan Fiqh Ketiga: dari Permulaan Abad ke-2 hingga Pertengahan Abad ke-4 Hijriyah.
5.    Fase Perkembangan Fiqh Keempat: dari Pertengahan Abad ke-4 hingga Jatuhnya Baghdad tahun 656 H.
6.    Fase Perkembangan Fiqh Kelima: dari Jatuhnya Baghdad hingga kini.
Dalam menyusun sejarah pembentukan dan pembinaan hukum (fiqh) Islam, di kalangan ulama fiqh kontemporer terdapat beberapa macam cara. Dua diantaranya yang terkenal adalah cara menurut Syekh Muhammad Khudari Bek (mantan dosen Universitas Cairo) dan cara Mustafa Ahmad az-Zarqa (guru besar fiqh Islam Universitas Amman, Yordania). Cara pertama, periodisasi pembentukan hukum (fiqh) Islam oleh Syekh Muhammad Khudari Bek dalam bukunya, Tarikh at-Tasyri’ al-Islamy (Sejarah Pembentukan Hukum Islam). Ia membagi masa pembentukan hukum (fiqh) Islam dalam enam periode, yaitu:
1.    Periode awal, sejak Muhammad bin Abdullah diangkat menjadi rasul;
2.    Periode para sahabat besar;
3.    Periode sahabat kecil dan tabi’in;
4.    Periode awal abad ke-2 H sampai pertengahan abad ke-4 H;
5.    Periode berkembangnya mazhab dan munculnya taklid mazhab; dan
6.    Periode jatuhnya Baghdad (pertengahan abad ke-7 H oleh Hulagu Khan [1217-1265]) sampai sekarang.
Cara kedua, pembentukan hukum (fiqh) Islam oleh Mustafa Ahmad az-Zarqa dalam bukunya, al-Madkhal al-Fiqhi al-’Amm (Pengantar Umum fiqh Islam). Ia membagi periodisasi pembentukan dan pembinaan hukum Islam dalam tujuh periode. Ia setuju dengan pembagian Syekh Khudari Bek sampai periode kelima, tetapi ia membagi periode keenam menjadi dua bagian, yaitu:
1.    Periode sejak pertengahan abad ke-7 H sampai munculnya Majallah  al-Ahkam al-’Adliyyah (Hukum Perdata Kerajaan Turki Usmani) pada tahun 1286 H; dan
2.    Periode sejak munculnya Majallah  al-Ahkam al-’Adliyyah sampai sekarang.
Periodisasi sejarah pembentukan hukum Islam menurut yang akan dibahas berikut ini adalah Periode awal abad ke-2 H sampai pertengahan abad ke-4 H.

2.3.   TASYRI’ PADA MASA AWAL ABAD 2H – 4H.
Pertengahan abad ke-2 sampai pertengahan abad ke-4 H. Periode ini disebut sebagai periode gemilang karena fiqh dan ijtihad ulama semakin berkembang. Pada periode inilah muncul berbagai mazhab, khususnya mazhab yang empat, yaitu Mazhab Hanafi, Mazhab Maliki, Mazhab Syafi’i dan Mazhab Hanbali. Pertentangan antara Madrasah al-hadits dengan Madrasah ar-ra’yu semakin menipis sehingga masing-masing pihak mengakui peranan ra’yu dalam berijtihad, seperti yang diungkapkan oleh Imam Muhammad Abu Zahrah, guru besar fiqh di Universitas al-Azhar, Mesir, bahwa pertentangan ini tidak berlangsung lama, karena ternyata kemudian masing-masing kelompok saling mempelajari kitab fiqh kelompok lain. Imam Muhammad bin Hasan asy-Syaibani, ulama dari Mazhab Hanafi yang dikenal sebagai Ahlurra’yu (Ahlulhadits dan Ahlurra’yu), datang ke Madinah berguru kepada Imam Malik dan mempelajari kitabnya, al-Muwaththa’ (buku hadits dan fiqh). Imam asy-Syafi’i, salah seorang tokoh ahlulhadits, datang belajar kepada Muhammad bin Hasan asy-Syaibani. Imam Abu Yusuf, tokoh ahlurra’yu, banyak mendukung pendapat ahli hadits dengan mempergunakan hadits-hadits Rasulullah SAW. Oleh sebab itu, menurut Imam Muhammad Abu Zahrah. kitab-kitab fiqh banyak berisi ra’yu dan hadits. Hal ini menunjukkan adanya titik temu antara masing-masing kelompok.
Kitab-kitab fiqh pun mulai disusun pada periode ini, dan pemerintah pun mulai menganut salah satu mazhab fiqh resmi negara, seperti dalam pemerintahan Daulah Abbasiyah yang menjadikan fiqh Mazhab Hanafi sebagai pegangan para hakim di pengadilan. Disamping sempurnanya penyusunan kitab fiqh dalam berbagai mazhab, dalam periode ini juga disusun kitab-kitab ushul fiqh, seperti kitab ar-Risalah yang disusun oleh Imam Syafi’i. Sebagaimana pada periode ketiga, pada periode ini fiqh iftirâdî semakin berkembang karena pendekatan yang dilakukan dalam fiqh tidak lagi pendekatan aktual di kala itu, tetapi mulai bergeser pada pendekatan teoritis. Oleh sebab itu, hukum untuk permasalahan yang mungkin akan terjadi pun sudah ditentukan.

2.4.    FAKTOR PENDORONG PERKEMBANGAN TASYRI’
1.    Luasnya wilayah
Sebagian orang yang daerahnya dikuasai umat islam menjadi penganut islam. Kemudian mereka belajar agama islam dibawah bimbingan para imam. Di antara ulama yang menjadi guru adalah penghafal hadits, Alqur’an, penafsir alqur’an, dan penjelas Al – sunnah. Mereka mulai memasuki persaingan dalam pengembangan ilmu, diantaranya ilmu kedokteran, ilmu logika karya Aristoteles dan sebagainya.
2.    Luasnya ilmu pengetahuan
Dalam bidang ilmu kalam terjadi berbagai perdebatan : setiap kelompok memiliki cara berpikir tersendiri dalam memahami akidah islam. Selain itu, saat terjadi pula pertarungan pemikiran antara mutakallimin, muhaditsin, dan fuqoha.
3.    Adanya upaya umat islam untuk melestarikan Alqur’an
Baik yang dicatat, termasuk yang dikumpulkan dalam satu mushaf, maupun yang dihafal. Pelestarian alqur’an melalui hafalan dilakukan dengan mengembangkan cara membacanya, sehingga saat ini dikenal corak – corak bacaan alqur’an.
BAB III
PENUTUP

3.1.    Kesimpulan
1.    Tasyri’ berarti penetapan atau pemberlakuan syariat yang berlangsung sejak diutusnya Rasulullah saw dan berakhir hingga wafat beliau. Namun para ulama kemudian memperluas pembahasan tarikh (sejarah) tasyri’ sehingga mencakup pula perkembangan fiqh Islami dan proses kodifikasinya serta ijtihad-ijtihad para ulama sepanjang sejarah umat Islam. Oleh karena itu pembahasan tarikh tasyri’ dimulai sejak pertama kali wahyu diturunkan kepada Nabi Muhammad saw hingga masa kini.
2.    Fase fase tasyri’
a)    Fase Tasyri’: dari awal kenabian Muhammad saw hingga wafat beliau (11 H).
b)    Fase Perkembangan Fiqh Pertama: Masa Khulafa Rasyidin, 11-40 H.
c)    Fase Perkembangan Fiqh Kedua: Masa Sahabat Yunior atau Tabi’in Senior sampai Permulaan Abad 2 H.
d)    Fase Perkembangan Fiqh Ketiga: dari Permulaan Abad ke-2 hingga Pertengahan Abad ke-4 Hijriyah.
e)    Fase Perkembangan Fiqh Keempat: dari Pertengahan Abad ke-4 hingga Jatuhnya Baghdad tahun 656 H.
f)    Fase Perkembangan Fiqh Kelima: dari Jatuhnya Baghdad hingga kini.
3.    Pertengahan abad ke-2 sampai pertengahan abad ke-4 H. Periode ini disebut sebagai periode gemilang karena fiqh dan ijtihad ulama semakin berkembang. Pada periode inilah muncul berbagai mazhab, khususnya mazhab yang empat, yaitu Mazhab Hanafi, Mazhab Maliki, Mazhab Syafi’i dan Mazhab Hanbali.












DAFTAR PUSTAKA

Daud Ali, Muhammad. Hukum Islam (Pengantar Ilmu dan Tata Hukum Islam di Indonesia). Jakarta: PT. Grafindo Persada. 1999
Harjono, Anwar. Hukum Islam (Keluasan dan Keadilan). Jakarta: Bulan Bintang. 1987
Pulungan Suyuthi. Fiqih Siyasah (Ajaran, Sejarah, dan Pemikiran). Jakarta: PT. Grafindo Persada. 1999
Schacht Joseph. Pengantar Hukum Islam. Yogyakarta: Islamika

1 komentar: