BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Keberhasilan menanamkan nilai-nilai rohaniah (keimanan dan ketakwaan pada Allah swt.) dalam diri peserta didik, terkait dengan satu faktor dari sistem pendidikan, yaitu metode pendidikan yang dipergunakan pendidik dalam menyampaikan pesan-pesan ilahiyah, sebab dengan metode yang tepat, materi pelajaran akan dengan mudah dikuasai peserta didik. Dalam pendidikan Islam, perlu dipergunakan metode pendidikan yang dapat melakukan pendekatan menyeluruh terhadap manusia, meliputi dimensi jasmani dan rohani (lahiriah dan batiniah), walaupun tidak ada satu jenis metode pendidikan yang paling sesuai mencapai tujuan dengan semua keadaan. Sebaik apapun tujuan pendidikan, jika tidak didukung oleh metode yang tepat, tujuan tersebut sangat sulit untuk dapat tercapai dengan baik. Sebuah metode akan mempengaruhi sampai tidaknya suatu informasi secara lengkap atau tidak. Bahkan sering disebutkan cara atau metode kadang lebih penting daripada materi itu sendiri. Oleh sebab itu pemilihan metode pendidikan harus dilakukan secara cermat, disesuaikan dengan berbagai faktor terkait, sehingga hasil pendidikan dapat memuaskan. (Anwar, 2003: 42) Rasul saw.
sejak awal sudah mencontohkan dalam mengimplementasikan metode pendidikan yang tepat terhadap para sahabatnya. Strategi pembelajaran yang beliau lakukan sangat akurat dalam menyampaikan ajaran Islam. Rasul saw. sangat memperhatikan situasi, kondisi dan karakter seseorang, sehingga nilai-nilai Islami dapat ditransfer dengan baik. Rasulullah saw. juga sangat memahami naluri dan kondisi setiap orang, sehingga beliau mampu menjadikan mereka suka cita, baik meterial maupun spiritual, beliau senantiasa mengajak orang untuk mendekati Allah swt. dan syari’at-Nya. Makalah ini akan menyajikan hadis-hadis Nabi saw. tentang metode pendidikan dalam lingkup makro dan mikro, yang dilaksanakan Rasulullah.
1.2. Rumusan Masalah
a. Seperti apa hadits yang mengungkap tentang pendidikan?
b. Sejak kapa metode pendidikan berpanutan dengan hadits?
c. Apa hubungannya hadits dengan pendidikan?
1.3. Batasan Pembahasan
a. Menjelaskan metode pendidikan dalam hadits.
BAB II
PEMBAHASAN
HADIS-HADIS TENTANG METODE PENDIDIKAN
2.1. Pengertian Metode Pendidikan.
Satu dari berbagai komponen penting untuk mencapai tujuan pendidikan adalah ketepatan menentukan metode. Sebab dengan metode yang tepat, materi pendidikan dapat diterima dengan baik. Metode diibaratkan sebagai alat yang dapat digunakan dalam suatu proses pencapaian tujuan. Tanpa metode, suatu materi pelajaran tidak akan dapat berproses secara efektif dan efisien dalam kegiatan pembelajaran menuju tujuan pendidikan. Secara etimologi kata metode berasal dari bahasa Yunani yaitu meta yang berarti ”yang dilalui” dan hodos yang berarti ”jalan”, yakni jalan yang harus dilalui. Jadi secara harfiah metode adalah cara yang tepat untuk melakukan sesuatu.
Secara terminologi, para ahli memberikan definisi yang beragam tentang metode, di antaranya pengertian yang dikemukakan Surakhmad (1998: 96), bahwa metode adalah cara yang di dalam fungsinya merupakan alat untuk mencapai tujuan. Menurut Yusuf, metodologi adalah ilmu yang mengkaji atau membahas tentang bermacam-macam metode mengajar, keunggulannya, kelemahannya, kesesuaian dengan bahan pelajaran dan bagaimana penggunaannya. Poerwakatja Berdasarkan definisi yang dikemukakan para ahli mengenai pengertian metode pendidikan, beberapa hal yang mesti ada dalam metode yaitu:
a. Melaksanakan aktivitas pembelajaran dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab;
b. Aktivitas tersebut memiliki cara yang baik dan tujuan tertentu;
c. Tujuan harus dicapai secara efektif.
Ada istilah lain dalam pendidikan yang mengandung makna berdekatan dengan metode, yaitu pendekatan dan teknik/strategi, sebagai berikut:
a. Pendekatan (al-madkhal/approach). Pendekatan yaitu sekumpulan pemahaman mengenai bahan pelajaran yang mengandung prinsip-prinsip filosofis. Jadi pendekatan merupakan kebenaran umum yang bersifat mutlak.
b. Metode . Metode adalah rencana menyeluruh yang berkenaan dengan penyajian bahan/materi pelajaran secara sistematis dan metodologis serta didasarkan atas suatu pendekatan, sehingga perbedaan pendekatan mengakibatkan perbedaan penggunaan metode.
Nahlawi mengatakan metode pendidikan Islam adalah metode dialog, metode kisah Qur’ani dan Nabawi, metode perumpamaan Qur’ani dan Nabawi, metode keteladanan, metode aplikasi dan pengamalan, metode ibrah dan nasihat serta metode tarģîb dan tarhîb.
Berdasarkan rumusan-rumusan di atas, dapat dipahami bahwa metode pendidikan Islam adalah berbagai cara yang digunakan oleh pendidik muslim, sebagai jalan pembinaan pengetahuan, sikap dan tingkah laku, sehingga nilai-nilai Islami dapat terlihat dalam pribadi peserta didik (subjek dan obyek pendidikan).
2.2. Hadis-hadis Tentang Metode Pendidikan dalam Lingkup Makro
a. Metode Keteladanan.
Yang Artinya: Hadis dari Abdullah ibn Yusuf, katanya Malik memberitakan pada kami dari Amir ibn Abdullah ibn Zabair dari ‘Amar ibn Sulmi az-Zarâqi dari Abi Qatadah al-Anshâri, bahwa Rasulullah saw. salat sambil membawa Umâmah binti Zainab binti Rasulullah saw. dari (pernikahannya) dengan Abu al-Ash ibn Rabi’ah ibn Abdu Syams. Bila sujud, beliau menaruhnya dan bila berdiri beliau menggendongnya. (HR. al-Bukhari).
Menurut al-Asqalâni, ketika itu orang-orang Arab sangat membenci anak perempuan. Rasulullah saw. memberitahukan pada mereka tentang kemuliaan kedudukan anak perempuan. Rasulullah saw. memberitahukannya dengan tindakan, yaitu dengan menggendong Umamah (cucu Rasulullah saw.) di pundaknya ketika salat. Makna yang dapat dipahami bahwa perilaku tersebut dilakukan Rasulullah saw. untuk menentang kebiasaan orang Arab yang membenci anak perempuan. Rasulullah saw. menyelisihi kebiasaan mereka, bahkan dalam salat sekalipun. (Al-Asqalani).
Memperhatikan kutipan di atas dapat dipahami bahwa keteladanan mempunyai arti penting dalam mendidik, keteladanan menjadi titik sentral dalam mendidik, kalau pendidiknya baik, ada kemungkinan anak didiknya juga baik, karena murid meniru gurunya. merepresentasikan dan mengekspresikan apa yang ingin diajarkan melalui tindakannya dan kemudian menerjemahkan tindakannya ke dalam kata-kata. Bagaimana memuja Allah swt., bagaimana bersikap sederhana, bagaimana duduk dalam salat dan do’a, bagaimana makan, bagaimana tertawa, dan lain sebagainya, menjadi acuan bagi para sahabat, sekaligus merupakan materi pendidikan yang tidak langsung. Mendidik dengan contoh (keteladanan) adalah satu metode pembelajaran yang dianggap besar pengaruhnya. Segala yang dicontohkan oleh Rasulullah saw. dalam kehidupannya, merupakan cerminan kandungan Al-qur’an secara utuh, sebagaimana firman Allah swt. berikut:
Artinya: Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. (QS. 33: 21).
Al-Baidhawi, memberi makna uswatun hasanah pada ayat di atas adalah perbuatan baik yang dapat dicontoh. Dengan demikian, keteladanan menjadi penting dalam pendidikan, keteladanan akan menjadi metode yang ampuh dalam membina perkembangan anak didik. Dengan demikian, keteladanan menjadi penting dalam pendidikan, keteladanan akan menjadi metode yang ampuh dalam membina perkembangan anak didik.
b. Metode lemah lembut/kasih sayang.
Yang Artinya: Hadis dari Abu Ja’far Muhammad ibn Shabah dan Abu Bakr ibn Abi Syaibah, hadis Ismail ibn Ibrahim dari Hajjâj as-Shawwâf dari Yahya ibn Abi Kaşir dari Hilâl ibn Abi Maimũnah dari ‘Atha’ ibn Yasâr dari Mu’awiyah ibn Hakam as-Silmiy, Katanya: Ketika saya salat bersama Rasulullah saw., seorang dari jama’ah bersin maka aku katakan yarhamukallâh. Orang-orang mencela saya dengan pandangan mereka, saya berkata: Celaka, kenapa kalian memandangiku? Mereka memukul paha dengan tangan mereka, ketika saya memandang mereka, mereka menyuruh saya diam dan saya diam. Setelah Rasul saw. selesai salat (aku bersumpah) demi Ayah dan Ibuku (sebagai tebusannya), saya tidak pernah melihat guru sebelumnya dan sesudahnya yang lebih baik pengajarannya daripada beliau. Demi Allah beliau tidak membentak, memukul dan mencela saya. Rasulullah saw. (hanya) bersabda: Sesungguhnya salat ini tidak boleh di dalamnya sesuatu dari pembicaraan manusia. Ia hanya tasbîh, takbîr dan membaca Alquran. (HR. Muslim).
An-Nawâwi, dalam syarahnya mengatakan hadis ini menunjukkan keagungan perangai Rasulullah saw., dengan memiliki sikap lemah lembut dan mengasihi orang yang bodoh (belum mengetahui tata cara salat). Ini juga perintah agar pendidik berperilaku sebagaimana Rasulullah saw. dalam mendidik.
c. Metode deduktif.
Artinya: Hadis Muhammad ibn Basysyar ibn Dar, katanya hadis Yahya dari Abdullah katanya hadis dari Khubâib ibn Abdurrahman dari Hafs ibn ‘Aśim dari Abu Hurairah r.a., Rasulullah saw.bersabda: Tujuh orang yang akan dinaungi oleh Allah di naungan-Nya yang tidak ada naungan kecuali naungan Allah; pemimpin yang adil, pemuda yang tumbuh dalam keadaan taat kepada Allah; seorang yang hatinya terikat dengan mesjid, dua orang yang saling mencintai karena Allah (mereka bertemu dan berpisah karena Allah), seorang yang diajak oleh wanita terpandang dan cantik namun ia berkata ’saya takut kepada Allah’, seorang yang menyembunyikan sadekahnya sampai tangan kirinya tidak mengetahui apa yang diberikan oleh tangan kanannya dan orang yang mengingat Allah dalam kesendirian hingga air matanya mengalir. (HR. al-Bukhari)
Menurut Abi Jamrah, metode deduktif (memberitahukan secara global) suatu materi pelajaran, akan memunculkan keingintahuan pelajar tentang isi materi pelajaran, sehingga lebih mengena di hati dan memberi manfaat yang lebih besar.
d. Metode perumpamaan
Yang Artinya; Hadis dari Muhammad ibn Mutsanna dan lafaz darinya, hadis dari Abdul Wahhâb yakni as- Śaqafi, hadis Abdullah dari Nâfi’ dari ibn Umar, Nabi saw. bersabda: Perumpamaan orang munafik dalam keraguan mereka adalah seperti kambing yang kebingungan di tengah kambing-kambing yang lain. Ia bolak balik ke sana ke sini. (HR. Muslim)
Menurut ath-Thîby orang-orang munafik, karena mengikut hawa nafsu untuk memenuhi syahwatnya, diumpamakan seperti kambing jantan yang berada di antara dua kambing betina. Tidak tetap pada satu betina, tetapi berbolak balik pada ke duanya. Hal tersebut diumpamakan seperti orang munafik yang tidak konsisten dengan satu komitmen. Perumpamaan dilakukan oleh Rasul saw. Perumpamaan yang digunakan oleh Rasulullah saw. sebagai satu metode pembelajaran selalu syarat dengan makna, sehinga benar-benar dapat membawa sesuatu yang abstrak kepada yang konkrit atau menjadikan sesuatu yang masih samar dalam makna menjadi sesuatu yang sangat jelas.
e. Metode kiasan.
Yang Artinya: Hadis Yahya, katanya hadis ‘Uyainah dari Mansyur ibn Shafiyyah dari Ibunya dari Aisyah, seorang wanita bertanya pada Nabi saw. tentang bersuci dari haid. Aisyah menyebutkan bahwa Rasul saw. mengajarkannya bagaimana cara mandi. Kemudian kamu mengambil secarik kain dan memberinya minyak wangi dan bersuci dengannya. Ia bertanya, bagaimana aku bersuci dengannya? Sabda Rasul saw. Kamu bersuci dengannya. Subhânallah, beliau menutup wajahnya. Aisyah mengatakan telusurilah bekas darah (haid) dengan kain itu. (HR. al-Bukhari)
Ibn Hajar, memberi komentar terhadap hadis ini dengan mengatakan ini adalah dalil tentang disunnahkannya menggunkan kiasan/sindiran pada hal-hal yang berkenaan dengan aurat dan bimbingan untuk masalah-masalah yang dianggap aib.
Muhammad bin Ibrahim al-Hamd, mengatakan cara mempergunakan kiasan dalam pembelajaran, yaitu:
1) Rayuan dalam nasehat, seperti memuji kebaikan anak didik, dengan tujuan agar lebih meningkatkan kualitas akhlaknya, dengan mengabaikan membicarakan keburukannya.
2) Menyebutkan tokoh-tokoh agung umat Islam masa lalu, sehingga membangkitkan semangat mereka untuk mengikuti jejak mereka.
3) Membangkitkan semangat dan kehormatan anak didik.
4) Sengaja menyampaikan nasehat di tengah anak didik.
5) Menyampaikan nasehat secara tidak langsung/ melalui kiasan.
6) Memuji di hadapan orang yang berbuat kesalahan, orang yang mengatakan sesuatu yang berbeda dengan perbuatannya. Merupakan cara mendorong seseorang untuk berbuat kebajikan dan meninggalkan keburukan.
f. Metode memberi kemudahan.
Yang Artinya: Hadis Muhammad ibn Basysyar katanya hadis Yahya ibn Sâ’id katanya hadis Syu’bah katanya hadis Abu Tayyâh dari Anas ibn Malik dari Nabi saw. Rasulullah saw. bersabda: Mudahkanlah dan jangan mempersulit. Rasulullah saw. suka memberikan keringanan kepada manusia.(HR. al-Bukhari)
Ibnu Hajar al-Asqalâni mengomentari hadis tersebut dengan mengatakan pentingnya memberikan kemudahan bagi pelajar yang memiliki kesungguhan dalam belajar, (al-Asqalani, I: 62) dalam arti mengajarkan ilmu pengetahuan harus mempertimbangkan kemampuan si pelajar. Sebagai pendidik, Rasulullah saw. tidak pernah mempersulit, dengan harapan para sahabat memiliki motivasi yang kuat untuk tetap meningkatkan aktivitas belajar .
g. Metode perbandingan.
Yang Artinya: Hadis Abu Bakr ibn Abi Syaibah, hadis Abdullah ibn Idris, Hadis ibn Numair, hadis Abi Muhammad ibn Bisyr, hadis Yahya ibn Yahya, khabar dari Musa ibn A’yân, hadis Muhammad ibn Rafi’, hadis Abu Usamah dari Ismail ibn Abi Khalid, hadis Muhammad ibn Hatim dan lafaz darinya, hadis Yahya ibn Sa’id, hadis Ismâil, hadis Qâis katanya aku mendengar Mustaurid saudara dari bani Fihrin katanya, Rasul saw. bersabda: Demi Allah tidaklah dunia dibandingkan dengan akhirat kecuali seperti seorang yang menaruh jarinya ini, beliau menunjuk kepada telunjuknya di laut, kemudian perhatikan apa yang tersisa di telunjuknya. (HR. Muslim, IV: 3193)
Makna hadis di atas yaitu pentingnya metode perbandingan dalam pendidikan, sehingga potensi jasmaniah dan rohaniah si pembelajar dapat memahami hal-hal yang memiliki perbedaan antara suatu permasalahan dengan lainnya.
2.3. Hadis-hadis Tentang Metode Pendidikan dalam Lingkup Mikro
a. Metode tanya jawab
Yang Artinya: Hadis Qutaibah ibn Sa’id, hadis Lâis kata Qutaibah hadis Bakr yaitu ibn Mudhar dari ibn Hâd dari Muhammad ibn Ibrahim dari Abi Salmah ibn Abdurrahmân dari Abu Hurairah r.a. Rasulullah saw. bersabda; Bagaimana pendapat kalian seandainya ada sungai di depan pintu salah seorang di antara kalian. Ia mandi di sana lima kali sehari. Bagaimana pendapat kalian? Apakah masih akan tersisa kotorannya? Mereka menjawab, tidak akan tersisa kotorannya sedikitpun. Beliau bersabda; Begitulah perumpamaan salat lima waktu, dengannya Allah menghapus dosa-dosa. (HR. Muslim)
Metode bertanya ini untuk mengajak si pendengar agar fokus dengan pembahasan. Misalnya kata; ”bagaimana pendapat kalian?” adalah pertanyaan yang diajukan untuk meminta informasi. Maksudnya beritahukan padaku, apakah masih tersisa?. Menurut at-Thiiby, sebagaimana dikutip al-Asqalâni, menjelaskan lafaz ”لو” dalam hadis tersebut memberi makna perumpamaan. (al-Asqalani).
Dalam Al-qur’an banyak memberi informasi tentang dialog, di antara bentuk-bentuk dialog tersebut adalah dialog khitâbi, ta’abbudi, deskritif, naratif, argumentatif serta dialog nabawiyah. Metode tanya jawab, sering dilakukan oleh Rasul saw. dalam mendidik akhlak para sahabat. Dialog akan memberi kesempatan kepada peserta didik untuk bertanya tentang sesuatu yang tidak mereka pahami.
b. Metode Pengulangan.
Artinya: Hadis Musaddad ibn Musarhad hadis Yahya dari Bahzâ ibn Hâkim, katanya hadis dari ayahnya katanya ia mendengar Rasulullah saw bersabda: Celakalah bagi orang yang berbicara dan berdusta agar orang-orang tertawa. Kecelakaan baginya, kecelakaan baginya. (As-Sijistani, t.t, II: 716).
Rasulullah saw. mengulang tiga kali perkataan ”celakalah”, ini menunjukkan bahwa pembelajaran harus dilaksanakan dengan baik dan benar, sehingga materi pelajaran dapat dipahami dan tidak tergolong pada orang yang merugi. Satu proses yang penting dalam pembelajaran adalah pengulangan/latihan atau praktek yang diulang-ulang. Baik latihan mental dimana seseorang membayangkan dirinya melakukan perbuatan tertentu maupun latihan motorik yaitu melakukan perbuatan secara nyata merupakan alat-alat bantu ingatan yang penting.
c. Metode demonstrasi
Yang Artinya: Hadis dari Muhammad ibn Muşanna, katanya hadis dari Abdul Wahhâb katanya Ayyũb dari Abi Qilâbah katanya hadis dari Mâlik. Kami mendatangi Rasulullah saw. dan kami pemuda yang sebaya. Kami tinggal bersama beliau selama (dua puluh malam) 20 malam. Rasulullah saw adalah seorang yang penyayang dan memiliki sifat lembut. Ketika beliau menduga kami ingin pulang dan rindu pada keluarga, beliau menanyakan tentang orang-orang yang kami tinggalkan dan kami memberitahukannya. Beliau bersabda; kembalilah bersama keluargamu dan tinggallah bersama mereka, ajarilah mereka dan suruhlah mereka. Beliau menyebutkan hal-hal yang saya hapal dan yang saya tidak hapal. Dan salatlah sebagaimana kalian melihat aku salat. (HR. al-Bukhari)
Hadis ini sangat jelas menunjukkan tata cara salat Rasulullah saw. kepada sahabat, sehingga para sahabat dipesankan oleh Rasulullah saw. agar salat seperti yang dicontohkan olehnya. Menurut teori belajar sosial, hal yang amat penting dalam pembelajaran ialah kemampuan individu untuk mengambil intisari informasi dari tingkah laku orang lain, memutuskan tingkah laku mana yang akan diambil untuk dilaksanakan.
Metode demonstrasi dilakukan bertujuan agar pesan yang disampaikan dapat dikerjakan dengan baik dan benar. Metode demonstrasi dapat dipergunakan dalam organisasi pelajaran yang bertujuan memudahkan informasi dari model (model hidup, model simbolik, deskripsi verbal) kepada anak didik sebagai pengamat.
d. Metode eksperimen
Yang Artinya: Hadis Adam, katanya hadis Syu’bah ibn Abdurrahmân ibn Abzâ dari ayahnya, katanya seorang laki-laki datang kepada Umar ibn Khattâb, maka katanya saya sedang janabat dan tidak menemukan air, kata Ammar ibn Yasir kepada Umar ibn Khattâb, tidakkah anda ingat ketika saya dan anda dalam sebuah perjalanan, ketika itu anda belum salat, sedangkan saya berguling-guling di tanah, kemudian saya salat. Saya menceritakannya kepada Rasul saw. kemudian Rasulullah saw. bersabda: ”Sebenarnya anda cukup begini”. Rasul memukulkan kedua telapak tangannya ke tanah dan meniupnya kemudian mengusapkan keduanya pada wajah.(HR. al-Bukhari)
Menurut al-Asqalani, hadis ini mengajarkan sahabat tentang tata cara tayammum dengan perbuatan. Sahabat Rasulullah saw. melakukan upaya pensucian diri dengan berguling di tanah ketika mereka tidak menemukan air untuk mandi janabat. Pada akhirnya Rasulullah saw. memperbaiki ekperimen mereka dengan mencontohkan tata cara bersuci menggunakan debu.
e. Metode pemecahan masalah.
Yang artinya : Hadis Quthaibah ibn Sâ’id, hadis Ismâil ibn Ja’far dari Abdullah ibn Dinar dari Umar, sabda Rasulullah saw. Sesungguhnya di antara pepohonan itu ada sebuah pohon yang tidak akan gugur daunnya dan pohon dapat diumpamakan sebagai seorang muslim, karena keseluruhan dari pohon itu dapat dimanfaatkan oleh manusia. Cobalah kalian beritahukan kepadaku, pohon apakah itu? Orang-orang mengatakan pohon Bawâdi. Abdullah berkata; Dalam hati saya ia adalah pohon kurma, tapi saya malu (mengungkapkannya). Para sahabat berkata; beritahukan kami wahai Rasulullah!. Sabda Rasul saw; itulah pohon kurma.(al-Bukhari, I: 34).
Hadis di atas menyebutkan dengan metode perumpamaan tersebut dapat menambah pemahaman, menggambarkannya agar melekat dalam ingatan serta mengasah pemikiran untuk memandang permasalahan yang terjadi. (al-Asqalani).
f. Metode diskusi
Artinya: Hadis Qutaibah ibn Sâ’id dan Ali ibn Hujr, katanya hadis Ismail dan dia ibn Ja’far dari ‘Alâ’ dari ayahnya dari Abu Hurairah ra. bahwasnya Rasulullah saw. bersabda: Tahukah kalian siapa orang yang muflis (bangkrut)?, jawab mereka; orang yang tidak memiliki dirham dan harta. Rasul bersabda; Sesungguhnya orang yang muflis dari ummatku adalah orang yang datang pada hari kiamat dengan (pahala) salat, puasa dan zakat,. Dia datang tapi telah mencaci ini, menuduh ini, memakan harta orang ini, menumpahkan darah (membunuh) ini dan memukul orang ini. Maka orang itu diberi pahala miliknya. Jika kebaikannya telah habis sebelum ia bisa menebus kesalahannya, maka dosa-dosa mereka diambil dan dicampakkan kepadanya, kemudian ia dicampakkan ke neraka.(HR. Muslim)
Penjelasan hadis di atas yaitu Rasulullah saw. memulai pembelajaran dengan bertanya dan jawaban sahabat ternyata salah, maka Rasulullah saw. menjelaskan bahwa bangkrut dimaksud bukanlah menurut bahasa. Tetapi bangkrut yang dimaksudkan adalah peristiwa di akhirat tentang pertukaran amal kebaikan dengan kesalahan. (an-Nawawi, t.t, XVI: 136).
g. Metode pujian/memberi kegembiraan.
Artinya: Hadis Abdul Aziz ibn Abdillah katanya menyampaikan padaku Sulaiman dari Umar ibn Abi Umar dari Sâ’id ibn Abi Sa’id al-Makbârî dari Abu Hurairah, ia berkata: Ya Rasulullah, siapakah yang paling bahagia mendapat syafa’atmu pada hari kiamat?, Rasulullah saw bersabda: Saya sudah menyangka, wahai Abu Hurairah, bahwa tidak ada yang bertanya tentang hadis ini seorangpun yang mendahului mu, karena saya melihat semangatmu untuk hadis. Orang yang paling bahagia dengan syafaatku ada hari Kiamat adalah orang yang mengucapkan ”Lâilaha illa Allah” dengan ikhlas dari hatinya atau dari dirinya.(HR. al-Bukhari)
Ibn Abi Jamrah mengatakan hadis ini menjadi dalil bahwa sunnah hukumnya memberikan kegembiraan kepada anak didik sebelum pembelajaran dimulai. Sebagaimana Rasulullah saw. mendahulukan sabdanya; ’saya telah menyangka’, selain itu ‘karena saya telah melihat semangatmu untuk hadis’. Oleh sebab itu perlu memberikan suasana kegembiraan dalam pembelajaran. (Andalusi)
h. Metode pemberian hukuman.
Artinya: Hadis Ahmad ibn Shalih, hadis Abdullah ibn Wahhab, Umar memberitakan padaku dari Bakr ibn Suadah al-Juzâmi dari Shâlih ibn Khaiwân dari Abi Sahlah as-Sâ’ib ibn Khallâd, kata Ahmad dari kalangan sahabat Nabi saw. bahwa ada seorang yang menjadi imam salat bagi sekelompok orang, kemudian dia meludah ke arah kiblat dan Rasulullah saw. melihat, setelah selesai salat Rasulullah saw. bersabda ”jangan lagi dia menjadi imam salat bagi kalian”… (Sijistani, t.t, I: 183).
Hadis di atas menjelaskan tentang pemberian hukuman (marah) karena orang tersebut tidak layak menjadi imam. Seakan-akan larangan tersebut disampaikan beliau tampa kehadiran imam yang meludah ke arah kiblat ketika salat. (Abadi, t.t, II: 105-106). Dengan demikian Rasulullah saw. memberi hukuman mental kepada seseorang yang berbuat tidak santun dalam beribadah dan dalam lingkungan sosial. Sanksi dalam pendidikan mempunyai arti penting, pendidikan yang terlalu lunak akan membentuk pelajar kurang disiplin dan tidak mempunyai keteguhan hati.
Alternatif lain yang mungkin dapat dilakukan adalah;
1) Memberi nasehat dan petunjuk.
2) Ekspresi cemberut.
3) Pembentakan.
4) Tidak menghiraukan murid.
5) Pencelaan disesuaikan dengan tempat dan waktu yang sesuai.
6) Jongkok.
7) Memberi pekerjaan rumah/tugas.
8) Menggantungkan cambuk sebagai simbol pertakut.
9) Alternatif terakhir adalah pukulan ringan.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Metode pendidikan adalah cara yang dipergunakan pendidik dalam menyampaikan bahan pelajaran kepada peserta didik, sehingga dengan metode yang tepat dan sesuai, bahan pelajaran dapat dikuasai dengan baik oleh peserta didik.
Beberapa metode pendidikan yang dikemukakan dalam makalah ini terdiri dari metode keteladanan, metode lemah lembut/kasih sayang, metode deduktif, metode perumpamaan, metode kiasan, metode memberi kemudahan, metode perbandingan, metode tanya jawab, metode pengulangan, metode demonstrasi, metode eksperimen, metode pemecahan masalah, metode diskusi, metode pujian/memberi kegembiraan, metode pemberian hukuman dapat dilaksanakan pendidik dalam penanaman nilai-nilai pada ranah afektif dan pengembangan pola pikir pada ranah kognitif serta latihan berperilaku terpuji pada ranah psikomotorik. .
DAFTAR PUSTAKA
Andalūsi, Imâm Ibn Abi Jamrah. Bahjât an-Nufūs wa Tahallihâ Bima’rifati mâ Lahâ wa mâ Alaihi (Syârah Mukhtasar Shahih al-Bukhâri) Jam’u an Nihâyah fi bad’i al-Khairi wa an-Nihâyah. Beirut: Dârul Jiil, 1979.
Anwar, Qomari. Pendidikan Sebagai Karakter Budaya Bangsa. Jakarta: UHAMKA Press, 2003.
Arifin, M. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara, 1996.
Asqalâni, Ahmad ibn Ali ibn Hajar Abu al-Fâdhil. Fâthul Bâri Syarah Shahih al-Bukhâri. Beirut: Dâr al-Ma’rifah, 1379
H. Bukhâri, Abu Abdullah bin Muhammad Ismâil. Al-Jâmi’ al-Shahĩh al-Mukhtasar, Juz 1. Beirut: Dâr Ibnu Kaşir al-Yamâmah, 198.
Grendler, Bell E. Margaret. Belajar dan Membelajarkan, terj. Munandir. Jakarta: Rajawali, 1991.
Hamd, Ibrahim, Muhammad. Maal Muallimîn, terj. Ahmad Syaikhu. Jakarta: Dârul Haq, 2002.
Lathîb, Muhammad Syamsy al-Hâq al-’Azhîm ‘Abadi. ‘Aunu al-Ma’būd Syarh Sunan Abi Dâud. Beirut: Dâr al-Kutub al-’Ilmiyah, cet 1, 1401 H.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar