BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Allah SWT. Telah menciptakan manusia di dunia kecuali bertugas pokok menyembah khalik-Nya, bertugas untuk mengelola dan memanfaatkan kekayaan yang terdapat dibumi agar mereka dapat hidup sejahtera dan makmur lahir batin.
Manusia di ciptakan allah selain menjadi hambaNya, juga menjadi penguasa (khalifah)di atas bumi. Selaku hamba dan “khalifah”, manusia telah diberi kelengkapan kemampuan jasmaniyah (fisiologis) dan rohaniah (mental psikologis) yang dapat dikembangtumbuhkan seoptimal mungkin, sehingga menjadi alat yang berdaya guna dalam ikhtiyar kemanusiaannya untuk melaksanakan tugas pokok kehidupannya di dunia.
Untuk mengembangkan atau menumbuhkan kemampuan dasar jasmaniyah dan rohaniyah tesebut, pendidikan merupakan sarana (alat) yang menentukan sampai dimana titik optimal kemampuan-kemampuan tersebut di capai.
1.2. Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Apa pengertian individualisasi dan sosialisasi?
2. Bagaimana cara pengembangan kepribadian itu?
3. Bagaimana cara membentuk kepribadian yang muslim?
4. Seperti apa proses internalisasi nilai-nilai islami?
1.3. Batasan Pembahasan
Dari permasalahan diatas, maka dapat di batasi dari pembahasannya sebagai berikut.
1. Menjelaskan pengertian individualisasi dan sosialisasi.
2. Menjelaskan cara pengembangan kepribadian.
3. Menjelaskan cara membentuk kepribadian yang muslim.
4. Menjelaskan proses internalisasi nilai-nilai islami.
BAB II
PEMBAHASAN
MANUSIA DAN FITRAH PERKEMBANGAN
Proses pengembangan kemampuan manusia melalui pendidikan tidaklah menjamin akan terbentuknya watak dan bakat seseorang untuk menjadi baik menurut kehendak pencipta-Nya, mengingat allah sendiri telah menggariskan bahwa didalam diri manusia terdapat kecenderungan dua arah, yaitu kearah perbuatan fisik (menyimpang dari peraturan) dan kearah ketaqwaan (menaati peraturan/perintah), seperti firman allah dalam surat al-Syams 7-10 sebagai berikut:
Artinya : 7. Dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), 8. Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. 9. Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, 10. Dan Sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.
Dengan demikian, manusia diberi kemungkinan untuk mendidik diri dan orang lain untuk menjadi sosok pribadi yang beruntung sesuai kehendak allah melalui berbagai metode Ikhtiariyah-Nya. Ia tak akan mendapat sesuatu kecuali menurut usahanya, sebagaimana dimaksudkan oleh firman allah dalam surat an-Najm ayat 39,40 yang berbunyi :
•
Artinya : 39. Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya, 40. Dan bahwasanya usaha itu kelak akan diperlihat (kepadanya).
Dari firman Allah diatas menjelaskan bahwa, rahmat dan hidayah serta taufiqNya tidak akan diperoleh manusia tanpa melalui ikhtiyar yang benar dan sungguh-sungguh di jalan allah. Dia telah menjanjikan untuk menunjukkan jalan yang benar sesuai dengan firman-Nya.
• •
Artinya : 69. Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar- benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan kami. dan Sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.(QS. Al-‘Angkabuut :69)
2.1. Individualisasi dan sosialisasi
Bilamana tujuan pendidikan islam diarahkan kepada pembentukan manusia seutuhnya, berarti proses kependidikan yang harus dikelola oleh para pendidik harus berjalan diatas pola dasar dari fitrah yang telah dibentuk allah dalam setiap pribadi manusia.
Pola dasar ini mengandung potensi psikologis yang kompleks, karena didalamnya terdapat aspek-aspek kemampuan dasar yang dapat dikembangkan secara dialektis interaksional (saling mengacu dan mempengaruhi) untuk terbentuknya kepribadian yang serba utuh dan sempurna melalui arahan pendidikan.
Menurut al-Maududi, aspek-aspek kemampuan demikian itu menjadikan manusia, juga makhluk-makhluk lainnya, dilahirkan sebagai muslim (berserah diri) yang berbeda-beda ketaatannya kepada tuhan, tetapi dilain pihak manusia bebas untuk menjadi muslim atau bukan muslim.
Tuhan tidak sekaligus menjadikan manusia dimuka bumi beriman kepadaNya, karena hal semacam itu bukan proses manusiawi atau alami. Umtuk menjadi manusia mukmin harus melalui proses kependidikan yang berkeimanan, yang islami. Untuk menjadi manusia kristen juga melalui proses pengalaman kependidikan yang kristiani, demikian pula menjadi yahudi atau majusi.
Dalam pandangan diatas, tergambar bahwa konsepsi islam dalam pendidikan islam bercorak empirisme, sebagaimana tersebut dalam sabda nabi berikut ini.
كلّ مولودٍ يولَدُ على الفطرةِ فأبواه يُهَوِّدانهِ او يُنصّرانهِ او يمجّسانهِ
Artinya : setiap anak dilahirkan diatas fitrahnya, maka kedua orang tuanya yang menjadikan dirinya beragama yahudi, atau nasrani atau majusi (penyembah api). (HR. Muslim)
Fitrah diartikan kemampuan dasar untuk berkembang dalam pola dasar keislaman (fitrah islamiyah) karena faktor kelemahan diri manusia sebagai ciptaan tuhan yang berkecenderungan asli untuk berserah diri kepada kekuasaan-Nya. Pendapat tersebut didasarkan kepada firman allah berikut ini.
•• ••
Artinya : Maka hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahuiNya. (QS. Ar-Rum :30)
Pendidikan islam tidak hanya menekankan pada pengajaran dimana orientasinya hanya kepada intelektualisasi penalaran, tetapi lebih menekankan kepada pendidikan dimala sdasarannya adalah pembentikan kepriabdian yang utuh dan bulat, maka pada hekikatnya islam adalah berpaham perfeksionisme, yaitu menghendaki kesempurnaan kehidupan yang tuntas sesuai dengan firman allah sebagai berikut:
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.
Dengan demikian, proses kependidikan islam demi mencapai tujuan yang total, menyeluruh dam meliputi segenap aspek kemampuan manusia, diperlukan landasan falsafah pendidikan yang menjangkau pengembangan bakat dan hakikat biologis dan kemanusiaannya. Falsafah pendidikan yang demikian itu bercorak menyeluruh dimana iman mendasarinya, sehingga proses kependidikan yang berwatak keagamaan mampu mengarahkan kepada pembentukan manusia yang mukmin.
Jadi, faktor ikhtiyarlah yang mengandung nilai nilai pedagogis yang menentukan kedudukan atau martabat kemanusiaanya selaku hamba allah yang secara individual dan sosial senantiasa membina hubungan dengan allah dan hubungan dengan masyarakatnya.
2.2. Pengembangan kepribadian
Dengan melalui proses kependidikan yang terencana baik, kepribadian manusia dapat dikembangkan sesuai dengan tujuan yang ditetapkan atau paling tidak, dapat mendekati tujuan tersebut.
Idealisme islam memberikan dasar pandangan kepada kaum realis muslim bahwa:
1. Kedayagunaan nilai bukan ditnetukan oleh pengaruhnya terhadap kepribadian seorang sebagai produk proses pendidikan, melainkan ditentukan oleh sejauh dan sedalam mana ketetapan metode pendidikan yang diterapkan oleh para pendidik terhadap pribadi anak didiknya. Ikhtiyar dibidang pendidikan adalah termasuk jihad. Jihad yang bersungguh-sungguh dengan menggunakan metode yang diberikan oleh allah, keberhasilannya di jamin oleh allah.
• •
Artinya : Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar- benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan kami. dan Sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.
2. Nilai-nilai yang hendak di internalisasikan kedalam pribadi anak didik bukanlah bersifat nisbi (relatif), melainkan bersifat mutlak (absolut). Oleh karena itu tugas pokok pendidikan bukan ahli kebudayaan semata-mata, melainkan lebih dari itu, yaitu menyelamatkan diri dan orang lain termasuk anak didik dari penderitaan hidup, yang oleh al-qur’an di sebut “ siksa api neraka”. Baik neraka dunia maupun akhirat. Allah berfirman :
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka (QS. At-Tahrim:6)
3. Penanggung jawab pendidikan yang wajib melaksanakan tugas pencapaian tujuan utamanya bukan hanya orang tua dan guru, emlainkan seluruh orang dewasa mukmin, yang bertujuan tidak hanya agar mampu belajar menghayati kehidupan melainkan lebih dari itu, yaitu memahami dirinya, alam sekitarnya dan tuhannya, termasuk mempertanggungjawabkan kehidupannya sendiri didepan pengadilan tuhan pada hari akhir.
• ••
Artinya : Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik. (QS. Ali Imran :110)
2.3. Kerpribadian muslim
DR. Fadhil al-Djamali menggambarkan kepribadian muslim sebagai muslim yang berbudaya, yang hidup bersama allah dalam tiap langkah hidupnya. Dia hidup dalam lingkungan yang luas tanpa batas kedalamannya dan tanpa ahkir petinggiannya. Dia mampu menangkap makna ayat yang menyatakan :
•
Artinya : Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segala wilayah bumi dan pada diri mereka sendiri, hingga jelas bagi mereka bahwa Al Quran itu adalah benar. (QS. Fushshilat :53)
Kedapaman dan kelurusan budi manusia yang berkepribadian islam di tamsilkan kedalam sebuah syair yang filosofis sebagai berikut:
وتحسب انك جزمٌ صغيرٌ – وحدك انضرى الحاكم الاكبر
“ Kamu mengira sesungguhnya dirimu itu merupakan sosok tubuh yang kecil, tetapi sebenarnya didalam dirimu terbentang alam yang sangat besar”
Inilah kepribadian islam dari seorang muslim yang dicita-citakan oleh para filosoft pendidikan islam seperti ibnu sina yang memberikan gambaran dalam syairnya sebagai berikut:
هذه النفس بالعلوم لترقى – فترى الكل فهو للكل بيت
“ didiklah jiwa dengan ilmu agar memperoleh ketinggian, maka kau akan melihat keseluruhannya, pada dirinyalah bagaikan rumah bagi keseluruhan itu”
انما النّفس كالوجاجة والعقل – سراج وحكمة الله زيت
“ jiwa itu bagaikan sebuah kaca, dan akal bagaikan lampunya, sedangkan hikmah allah bagaikan minyaknya”
فإذااشرقت فإنّك حيٌّ – واذاأظلمت فإنّك ميِّتٌ
“ maka bila ia bersinar, kau menjadi hidup; bila padam maka kau menjadi mati”
Menurut Shaltut, kepribadian dibagi menurut sumbernya menjadi 3 macam.
a) Kepribadian bangsa yang terbentuk kedalam kerangka kehidupan berbangsa dan bernegara.
b) Kepribadian kemanusiaan yang terbentuk oleh tabi’at asli kemanusiaanya yang terletak pada akal, perasaan, dan prilakunya.
c) Kepribadian kewahyuan yaitu suatu corak kepribadian yang dibentuk melalui petunjuk wahyu dalam kitab suci al-qur’an yang antara lain sebagai berikut.
• •
Artinya : Dan bahwa (yang Kami perintahkan ini) adalah jalanKu yang lurus, Maka ikutilah Dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalanNya. yang demikian itu diperintahkan Allah agar kamu bertakwa.(QS. Al-An’am :153)
2.4. Proses Internalisasi Nilai-Nilai Islami
Pendidikan sebagai proses menginternalisasikan nilai-nilai dalam pribadi anak didik bertumpu pada kemampuan atau kapasitas belajar dalam tiap pribadi anak. Untuk itu, proses internalisasi nilai tersebut dapat di lakukan melalui dua macam pendidikan:
a) Pendidikan yang di lakukan oleh dirinya sendiri. Proses pendidikan jenis ini sering disebut dengan istilah (education by discovery) yaitu berproses melalui kegiatan penelitian untuk menemukan hakikat segala sesuatu yang dipelajari, tanpa bantuan orang lain.
b) Pendidikan melalui orang lain (edication by another) berproses melalui kerja sama dengan ornag lain. Manusia pada mulanya tidak mengetahui segala sesuatu tentang apa yang ada didalam dirinya dan diluar dirinya, karena itu memerlukan orang lain untuk menoling proses kegiatan mengetahuinya. Dalam proses ini stimulasi dari orang lain diperlukan untuk mendorongnya melakukan kegiatan belajar.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Dari pembahasan diatas, maka dapat di simpulkan sebagai berikut:
1. Pendidikan islam tidak hanya menekankan pada pengajaran dimana orientasinya hanya kepada intelektualisasi penalaran, tetapi lebih menekankan kepada pendidikan dimala sdasarannya adalah pembentikan kepriabdian yang utuh dan bulat, maka pada hekikatnya islam adalah berpaham perfeksionisme, yaitu menghendaki kesempurnaan kehidupan yang tuntas.
2. Idealisme islam memberikan dasar pandangan kepada kaum realis muslim bahwa:
a) Ikhtiyar dibidang pendidikan adalah termasuk jihad. Jihad yang bersungguh-sungguh dengan menggunakan metode yang diberikan oleh allah.
b) tugas pokok pendidikan bukan ahli kebudayaan semata-mata, melainkan lebih dari itu, yaitu menyelamatkan diri dan orang lain termasuk anak didik dari penderitaan hidup, yang oleh al-qur’an di sebut “ siksa api neraka”. Baik neraka dunia maupun akhirat.
c) memahami dirinya, alam sekitarnya dan tuhannya, termasuk mempertanggungjawabkan kehidupannya sendiri didepan pengadilan tuhan pada hari akhir.
3. Menurut Shaltut, kepribadian dibagi menurut sumbernya menjadi 3 macam.
a. Kepribadian bangsa yang terbentuk kedalam kerangka kehidupan berbangsa dan bernegara.
b. Kepribadian kemanusiaan yang terbentuk oleh tabi’at asli kemanusiaanya yang terletak pada akal, perasaan, dan prilakunya.
c. Kepribadian kewahyuan yaitu suatu corak kepribadian yang dibentuk melalui petunjuk wahyu dalam kitab suci al-qur’an.
4. Pendidikan sebagai proses menginternalisasikan nilai-nilai dalam pribadi anak didik bertumpu pada kemampuan atau kapasitas belajar dalam tiap pribadi anak. Untuk itu, proses internalisasi nilai tersebut dapat di lakukan melalui dua macam pendidikan:
a. Pendidikan yang di lakukan oleh dirinya sendiri.
b. Pendidikan melalui orang lain.
DAFTAR PUSTAKA
Bernadib, imam, M.A., Ph. D. 1982. Filsafat Pendidikan (Pengantar Mengenai Sistem dan Metode) yayasan penerbit fakultas ilmu pendidikan (FIP), IKIP Yogyakarta.
Hitti, Philip, K. The Arab, a Short History (Terj. Usuludin Hatagalung dkk. Dunia Arab, Sejarah Ringkas), Cetakan Ke 3. Sumur Bandung.
Al Rasyidin dan Nizar, Samsul. Filsafat Pendidikan Islam, Pendekatan Historis, Teoritis Dan Praktis, cet. Ke-2. Ciputat: PT. Ciputat Press, 2005.
Ihsan, Hamdani dan Ihsan, Fuad. Filsafat Pendidikan Islam, cetakan III. Bandung: CV.Pustaka Setia, 2007.
Indar, Djumbransyah. Filsafat Pendidikan Islam. Surabaya: Usaha Nasional, 1992.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar