DOKUMEN MANBA'UL ULUM

DOKUMEN MANBA'UL ULUM
sejarah pengarsipan

Kamis, 26 Januari 2012

pengertian iman

BAB I
PENDAHULUAN

  1. Latar Belakang
Tidak ada keberuntungan bagi umat manusia di dunia dan akhirat kecuali dengan Islam. Kebutuhan mereka terhadapnya melebihi kebutuhan terhadap makanan, minuman, dan udara. Setiap manusia membutuhkan syari'at. Maka, dia berada di antara dua gerakan: gerakan yang menarik kepada perkara yang berguna dan gerakan yang menolak mara bahaya. Islam adalah penerang yang menjelaskan perkara yang bermanfaat dan berbahaya.

  1. Batasan Pembahasan
Dari latar belakang diatas maka pemakalah membatasi pembahasan sebagai berikut.
  1. Menjelaskan tentang pengertian iman
  2. Menjelaskan tentang Iman kepada allah.
  3. Menjelaskan tentang iman kepada malaikat
  4. Menjelaskan tentang iman kepada kitab allah
  5. Menjelaskan tentang iman kepada rasul
  6. Menjelaskan tentang iman kepada hari ahir
Menjelaskan tentang iman kepada qodho dan qodar

  1. Rumusan Masalah
  1. Apa Pengertian Iman ?
  2. Ada berapa iman itu ?




1


BAB II
PEMBAHASAN
  1. Pengertian Iman
Iman adalah ucapan dan perbuatan. Ucapan hati dan lisan, dan amal hati, lisan dan anggota tubuh, iman itu bertambah dengan taat dan berkurang dengan maksiat. Iman lebih umum daripada Islam dari maknanya; karena ia mengandung Islam. Maka, seorang hamba tidak akan sampai kepada tingkatan iman kecuali apabila telah merealisasikan Islam dan iman lebih spesifik dari sisi pelakunya; karena ahli iman adalah segolongan dari ahli Islam (muslim), bukan semuanya. Maka, setiap mukmin adalah muslim dan tidak setiap muslim adalah mukmin.

Iman: Engkau beriman kepada Allah , malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari kiamat, dan engkau beriman kepada qadar (ketentuan) baik dan buruknya.
  1. Cabang-cabang iman:
Dari Abu Hurairah , ia berkata, "Rasulullah bersabda, 'Iman terbagi lebih dari tujuh puluh atau enam puluh cabang. Yang paling utama adalah ucapan laailaa ha illallah dan yang terendah adalah menyingkirkan gangguan dari jalan. Dan sifat malu termasuk satu cabang dari iman." HR. Muslim1

  1. Tingkatan-tingkatan Iman:
Iman itu memiliki rasa, manis dan hakekat.
  1. Adapun rasanya iman, maka Nabi menjelaskan dengan sabda-Nya: "Yang merasakan nikmatnya iman adalah orang yang ridha kepada Allah sebagai Rabb (Tuhan), Islam sebagai agama, dan Muhammad sebagai rasul." HR. Muslim2
  2. Adapun manisnya iman, maka Nabi menjelaskan dengan sabdanya: "Ada tiga perkara, jika terdapat dalam diri seseorang, niscaya dia merasakan nikmatnya iman: bahwa Allah dan Rasul-Nya lebih dicintainya dari apapun selain keduanya, dia tidak mencintai seseorang kecuali karena Allah , dan dia benci kembali kepada kekafiran sebagaimana dia benci dilemparkan dalam api neraka." Muttafaqun 'alaih.
  3. Adapun hakekat iman, maka bisa didapatkan oleh orang yang memiliki hakekat agama. Berdiri tegak memperjuangkan agama, dalam ibadah dan dakwah, berhijrah dan menolong, berjihad dan berinfak.

1, Firman Allah :
                                     
Artinya : 2. Sesungguhnya orang-orang yang beriman[594] ialah mereka yang bila disebut nama Allah[595] gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal.
3. (yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat dan yang menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami berikan kepada mereka.
4. Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya. mereka akan memperoleh beberapa derajat ketinggian di sisi Tuhannya dan ampunan serta rezki (nikmat) yang mulia. (QS. Al-Anfaal :2-4)
[594] Maksudnya: orang yang sempurna imannya.
[595] Dimaksud dengan disebut nama Allah Ialah: menyebut sifat-sifat yang mengagungkan dan memuliakannya.

2, Firman Allah :
                   
Artinya : Dan orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad pada jalan Allah, dan orang-orang yang memberi tempat kediaman dan memberi pertolongan (kepada orang-orang muhajirin), mereka Itulah orang-orang yang benar-benar beriman. mereka memperoleh ampunan dan rezki (nikmat) yang mulia. (QS. Al-Anfal: 74)
3, Firman Allah :
                   
Artinya : Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah, mereka itulah orang-orang yang benar. (QS. Al-Hujuraat :15)

Seorang hamba tidak bisa mencapai hakekat iman sehingga dia mengetahui bahwa apapun yang menimpanya tidak akan luput darinya dan apapun yang luput darinya pasti tidak akan menimpanya.
  1. Kesempurnaan Iman:
Cinta yang sempurna kepada Allah Rasul-Nya memberikan konsekuensi adanya sesuatu yang dicintainya. Apabila cinta dan bencinya hanya karena Allah , yang keduanya adalah amal ibadah hati, dan pemberian dan tidak memberinya hanya karena Allah , yang keduanya adalah amal ibadah badan, niscaya hal itu menunjukkan kesempurnaan iman dan kesempurnaan cinta kepada Allah .
Dari Abu Umamah , dari Rasulullah bersabda, "Barang siapa cinta karena Allah, memberi karena Allah, dan melarang karena Allah , niscaya dia telah menyempurnakan iman." HR: Abu Daud3

Keimanan seorang hamba kepada Allah  merupakan pondasi dan asas yang sangat agung bagi kehidupan manusia. Ketenangan, ketentraman dan keamanan akan selalu menyelimuti hati dan jiwa orang-orang yang memiliki keimanan kepada Allah . Hal ini sebagaimana termaktub dalam firman-Nya,
                                 
Artinya : “Ketahuilah sesungguhnya wali-wali Allah itu tidak ada rasa takut atas mereka; dan tidak pula mereka bersedih; yaitu orang-orang yang beriman dan bertaqwa. Bagi mereka kabar gembira di dunia dan di akhirat, dan tidak ada perubahan bagi kalimat Allah. Dan itu adalah keberuntungan yang besar”. (QS. Yunus: 62 – 64)
Dalam ayat yang lain Allah  juga berfirman,
           
Artinya : “Orang-orang yang beriman dan tidak mencampurkan keimanannya dengan kesyirikan, bagi mereka itulah keamanan, dan mereka (adalah orang yang) mendapatkan petunjuk”. (QS. Al-An’am: 82 )
  1. Iman Dengan Adanya Wujud Allah
Sungguh telah ditunjukkan adanya wujud Allah  ini dari empat sisi, yaitu Fitrah, Akal, Syari’at, dan Indra yang ada pada setiap manusia.
  1. Secara fitrah (naluri) tentang adanya wujud Allah , maka sesungguhnya semua makhluk difitrahkan/mempunyai naluri terhadap penciptanya tanpa didahului dengan berfikir dan belajar sebelumnya. Dan tidak akan menyimpang dari fitrah ini kecuali orang yang telah terlontar dalam hatinya sesuatu yang memalingkan dia dari fitrah tersebut. Hal ini sebagaimana sabda Nabi Muhammad ,
مَا مِنْ مَوْلُوْدٍ إِلاَّ يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ, فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ اَوْ يُنَصِّرَانِهِ اَوْ يُمَجِّسَانِهِ
Artinya : “Tidaklah dilahirkan seseorang melainkan ia dilahirkan di atas fitrahnya, maka orang tuanya-lah yang menjadikan ia Yahudi, Nashrani, atau Majusi.” (HR. Bukhari , dalam Kitabul Janaaiz).
  1. Adapun dalil akal tentang wujud/adanya Allah . Bahwa seluruh makhluk dari zaman terdahulu maupun yang akan datang, pasti ada yang mencipta dan mengadakannya. Karena tidak mungkin seorang mengadakan dirinya sendiri dan tidak mungkin terjadi secara tiba-tiba.
Dengan demikian, apabila tidak mungkin makhluk itu menciptakan dirinya sendiri dan tidak pula ada secara mendadak/kebetulan, maka bisa dipastikan bahwa makhluk tersebut ada yang menciptakan yaitu Allah , Tuhan Yang Maha Esa, satu-satunya Tuhan yang berhak kita sembah, tidak ada sekutu bagi-Nya.
Allah telah menyebutkan dalil akal ini di dalam Al-Qur’an,
                         


Artinya : “Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatupun? ataukah mereka yang menciptakan diri mereka sendiri? Ataukah mereka telah menciptakan langit dan bumi itu? Sebenarnya mereka tidak meyakini (apa yang mereka katakan) Ataukah di sisi mereka ada perbendaharaan Tuhanmu atau merekakah yang berkuasa”. (QS. Ath-Thur : 35-37)
Yaitu mereka tidak tercipta tanpa adanya pencipta dan tidak pula mereka menciptakan diri mereka sendiri. Maka dengan demikian, sangatlah jelas bahwa ada pencipta yang telah menciptakan mereka yaitu Allah .
Dalam sebuah riwayat di sebutkan ketika Zubair bin Muth’im  mendengar Rasulullah  membaca surat Ath-Thur, ketika sampai pada ayat 35–37 diatas, yang artinya “Apakah mereka di ciptakan tanpa sesuatupun ataukah mereka menciptakan diri mereka sendiri? Ataukah mereka menciptakan langit dan bumi ? Sebenarnya mereka tidak meyakini ( apa yang mereka katakan)”, dan di kala itu Zubair d masih musyrik. Maka Zubair berkata ketika itu, ”Hampir-hampir hatiku seperti terbang dan saat itulah awal kali iman bersemi dalam hatiku”. (HR. Bukhari dalam Kitabut Tafsir)
  1. Pendalilan dari sisi syari’at. Yaitu dalil syari’at tentang adanya wujud Allah . Bahwa kitab-kitab samawiyah (langit) semuanya menyatakan demikian. Hukum-hukum yang ada pada kitab-kitab tersebut yang terkandung didalamnya kemashlahatan bagi makhluk-Nya, maka itu sebagai bukti bahwa kitab-kitab tersebut datang dari Rabb Yang Maha Bijaksana dan Maha Mengetahui kemaslahatan hamba-Nya.
  2. Dalil Indrawi. Yaitu bukti dengan indrawi tentang adanya wujud Allah , maka dapat di tinjau dari dua sisi.
Pertama : Kita sering mendengar dan menyaksikan kejadian-kejadian terkabulnya do’a dan ditolongnya orang-orang yang sedang menghadapi kesulitan. Hal ini menunjukkan secara nyata dan pasti akan adanya Allah .
Dalam Al-Qur’an Allah  berfirman, “Dan (ingatlah kisah) Nuh, sebelum itu ketika Dia berdoa, dan Kami memperkenankan doanya, lalu Kami selamatkan Dia beserta keluarganya dari bencana yang besar”. (Al-Anbiya’: 76).      Dan juga firman-Nya, “(Ingatlah), ketika kamu memohon pertolongan kepada Tuhanmu, lalu diperkenankan-Nya bagimu: “Sesungguhnya aku akan mendatangkan bala bantuan kepada kamu dengan seribu Malaikat yang datang berturut-turut”. (QS. Al-Anfaal: 9)
Dalam shahih Bukhari dari shahabat Anas Bin Malik ,  “Bahwa ada seorang arab badui yang masuk ke mesjid pada hari Jum’at dan tatkala itu Rasulullah  sedang berkhutbah, berkata si badui, “Ya Rasulullah! Telah musnah harta benda dan telah kelaparan manusia, berdoalah kepada Allah  (agar menurunkan hujan) untuk kami.” Mendengar hal itu Rasulullah  pun segera mengangkat kedua tangannya berdoa kepada Allah  dan tidak terlihat sedikitpun awan di langit-langit. Dia berkata, “Mulailah muncul dan terkumpul awan laksana gunung dan beliau tidak turun dari mimbar sampai aku melihat air hujan membasahi dan menetes dari jenggotnya”. Pada jum’at berikutnya berdirilah orang badui tersebut atau orang lain sambil mengatakan, “Ya Rasulullah! Telah roboh bangunan-bangunan dan telah tenggelam harta benda terendam air, berdoalah kepada Allah  (Agar menghentikan hujan) untuk kami!” Kembali Rasulullah  menengadahkan kedua tangannya berdoa kepada Allah, “Ya Allah! (Turunkan) sekitar kami dan bukan kepada kami.” Lalu beliau  menunjuk kesuatu arah dan hujanpun reda.” (HR. Bukhari, Kitabul Jum’ah, bab Raf’ul Yadaini fid-Du’a)
Terkabulnya doa adalah perkara yang senantiasa disaksikan sampai pada hari kita ini dan hal itu bagi orang-orang yang benar-benar jujur dalam bersandar dan berlindung kepada Allah  serta memenuhi syarat-syaratnya.
Kedua : Adanya tanda-tanda kenabian yang disebut dengan mu’jizat yang disaksikan atau yang didengar oleh manusia adalah sebagai bukti dan dalil yang kuat dan pasti akan adanya Dzat yang mengutus para rasul tersebut. Karena semua perkara yang terjadi di luar jangkauan manusia diadakan oleh Allah  untuk memperkuat dan menolong rasul-rasul-Nya.
Sebagai contoh mu’jizatnya Nabi Musa  Allah  berfirman, “Lalu Kami wahyukan kepada Musa: “Pukullah lautan itu dengan tongkatmu”. Maka terbelahlah lautan itu dan tiap-tiap belahan adalah seperti gunung yang besar”. (QS. As-Syuara’ : 63)
Contoh yang lain adalah mu’jizatnya Nabi Isa  yang mana dia mampu menghidupkan orang yang sudah mati dan membangkitkannya dari kuburan dengan izin Allah . Allah  berfirman : “Dan aku (Isa ) menghidupkan orang mati dengan seizin Allah”. (QS. Ali-Imran : 49)
dan masih banyak lagi. Inilah ayat-ayat yang bisa disaksikan dan dirasakan oleh panca indera yang dijalankan oleh Allah  untuk memperkuat dan menolong rasul-rasul-Nya sebagai bukti nyata dan pasti akan keberadaan Allah .
Maka, secara akal sehat, dengan sedikit saja pemaparan di atas, kita dapat mengetahui kebodohan orang-orang ‘ateis’ (tidak mengakui adanya Tuhan) seperti ini. Hanya kepada Allah  kita meminta perlindungan dari pemikiran seperti ini.
  1. Beriman Kepada Malaikat

Malaikat adalah makhluk ghaib yang diciptakan Allah dari cahaya, senantiasa menyembah Allah, tidak pernah mendurhakai perintah Allah serta senantiasa melakukan apa yang diperintahkan kepada mereka. Keimanan kepada malakat mengandung 4 unsur, yaitu:
  1. Mengimani adanya malaikat.
Yaitu kepercayaan yang pasti tentang keberadaan para malaikat. Tidak seperti yang dipahami oleh sebagian orang bahwa malaikat adalah hanya sebuah ‘kata’ yang bermakna konotasi yang berarti kebaikan atau semacamnya. Allah Ta’ala telah menyatakan keberadaan mereka dalam firman-Nya yang artinya: “Sebenarnya (malaikat-malaikat itu) adalah hamba-hamba yang dimuliakan, mereka itu tidak mendahului-Nya dengan perkataan dan mereka mengerjakan perintah-perintah-Nya.” (QS. Al-Anbiyaa’: 26-27)
  1. Mengimani nama-nama malaikat yang telah kita ketahui, sedangkan malaikat yang tidak diketahui namanya wajib kita imani secara global.
Di antara dalil yang menunjukkan banyaknya bilangan malaikat dan tidak ada yang dapat menghitungnya kecuali Allah Ta’ala adalah sebuah hadits shahih yang berkaitan dengan baitul makmur. Di dalam hadits tersebut Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya baitul makmur berada di langit yang ketujuh setentang dengan Ka’bah di bumi, setiap hari ada 70 ribu malaikat yang shalat di dalamnya kemudian apabila mereka telah keluar maka tidak akan kembali lagi.” (HR. Bukhari & Muslim)
  1. Mengimani sifat-sifat malaikat yang kita ketahui.
Seperti misalnya sifat Jibril, dimana Nabi mengabarkan bahwa beliau shallallahu’alaihi wa sallam pernah melihat Jibril dalam sifat yang asli, yang ternyata mempunyai enam ratus sayap yang dapat menutupi cakrawala (HR. Bukhari). Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam musnadnya dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melihat malaikat Jibril dalam bentuk aslinya yang mempunyai enam ratus sayap, setiap sayap menutup ufuk, dari sayapnya berjatuhan berbagai warna, mutiara dan permata yang hanya Allah sajalah yang mengetahui keindahannya.” (Ibnu Katsir berkata dalam Bidayah Wan Nihayah bahwa sanad hadits ini bagus dan kuat, sedangkan Syaikh Ahmad Syakir rahimahullah berkata dalam Al-Musnad bahwa sanad hadits ini shahih)
Allah ta’ala menceritakan bahwa sayap yang dimiliki malaikat memiliki jumlah bilangan yang berbeda-beda. “Segala puji bagi Allah, Pencipta langit dan bumi, Yang menjadikan malaikat sebagai utusan-utusan (untuk mengurus berbagai macam urusan) yang mempunyai sayap, masing-masing (ada yang) dua, tiga dan empat. Allah menambahkan pada ciptaan-Nya apa yang dikehendaki-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS. Faathir: 1)
Sifat malaikat yang lain adalah terkadang malaikat itu -dengan kekuasaan Allah- bisa berubah bentuk menjadi manusia, sebagaimana yang terjadi pada Jibril saat Allah mengutusnya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk mengajarkan pada manusia apa itu Islam, Iman dan Ihsan.
  1. mengimani dengan apa yang kita ketahui tentang pekerjaan-pekerjaan mereka
Kita mengimani dengan apa yang kita ketahui tentang pekerjaan-pekerjaan mereka yang mereka tunaikan berdasarkan perintah Allah Ta’ala, seperti bertasbih (mensucikan Allah) dan beribadah kepada-Nya tanpa kenal lelah dan tanpa pernah berhenti. Di antara para malaikat, ada yang memiliki tugas khusus, misalnya:
  1. Jibril ‘alaihissalaam yang ditugasi menyampaikan wahyu dari Allah kepada para Rasul-Nya ‘alaihimussalaam.
  2. Mikail yang ditugasi menurunkan hujan dan menyebarkannya.
  3. Israfil yang ditugasi meniup sangkakala.
  4. Malaikat Maut yang ditugasi mencabut nyawa. Dalam beberapa atsar ada disebutkan bahwa malaikat maut bernama Izrail, namun atsar tersebut tidak shahih. Nama yang benar adalah Malaikat Maut sebagaimana yang disebutkan dalam firman Allah ta’ala yang artinya: “Katakanlah: Malaikat maut yang diserahi untuk (mencabut nyawa)mu akan mematikan kamu.” (QS. As-Sajdah: 11)
  5. Yang ditugasi menjaga amal perbuatan hamba dan mencatatnya, perbuatan yang baik maupun yang buruk, mereka adalah para malaikat pencatat yang mulia. Adapun penamaan malaikat Raqib dan ‘Atid juga tidak memiliki dasar dari Al-Qur’an dan As-Sunnah. Maka kita menamakan malaikat sesuai dengan apa yang telah Allah namakan bagi mereka.
  6. Yang ditugasi menjaga hamba pada waktu bermukim atau bepergian, waktu tidur atau ketika jaga dan pada semua keadaannya, mereka adalah Al-Mu’aqqibat.
  7. Para malaikat penjaga surga. Ridwan merupakan pemimpin para malaikat di surga (apabila hadits tentang hal itu memang sah, ed).
  8. Sembilan belas malaikat yang merupakan pemimpin para malaikat penjaga neraka dan pemukanya adalah malaikat Malik.
  9. Para malaikat yang diserahi untuk mengatur janin di dalam rahim. Jika seorang hamba telah sempurna empat bulan di dalam perut ibunya, maka Allah ta’ala mengutus seorang malaikat kepadanya dan memerintahkannya untuk menulis rezekinya, ajalnya, amalnya dan sengsara atau bahagianya.
  10. Para malaikat yang diserahi untuk menanyai mayit ketika telah diletakkan di dalam kuburnya. Ketika itu, dua malaikat mendatanginya untuk menanyakan kepadanya tentang Rabb-nya, agamanya dan nabinya.
  1. Iman Kepada Kitab Allah
Kita mengimani bahwa Allah Subhanahu Wa Ta’ala telah menurunkan kepada rasul-rasul-Nya kitab-kitab sebagai hujjah buat umat manusia dan sebagai pedoman hidup bagi orang-orang yang mengamalkannya, dengan kitab-kitab itulah para rasul mengajarkan kepada umatnya kebenaran dan kebersihan jiwa mereka dari kemuysrikan. Allah berfirman : Sungguh, kami telah mengutus rasul-rasul kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah kami turunkan bersama mereka Al-kitab dan neraca (keadilan) agar manusia melaksanakan keadilan… (QS: Al-Hadid : 25)
Dari kitab-kitab itu, yang kita kenal ialah :
  1. Taurat, yang Allah turunkan kepada nabi Musa alaihi sallam, sebagaimana firman Allah dalam QS Al-Maidah :44.
  2. Zabur, ialah kitab yang diberikan Allah kepada Daud alaihi sallam.
  3. Injil, diturunkan Allah kepada nabi Isa, sebagai pembenar dan pelengkap Taurat. Firman Allah : …Dan Kami telah memberikan kepadanya (Isa) injil yang berisi petunjuk dan nur, dan sebagai pembenar kitab yang sebelumnya yaitu Taurat, serta sebagai petunjuk dan pengajaran bagi orang-orang yang bertaqwa. (QS : Al-Maidah : 46)
  4. Shuhuf (lembaran-lembaran) yang diturunkan kepada nabi Ibrahim dan Musa, ‘Alaihimas-shalatu Wassalam.
  5. Al-Quran, kitab yang Allah turunkan kepada nabi Muhammad, penutup para nabi. Firman Allah. Bulan Ramadhan yang diturunkan padanya (permulaan) Al-Quran sebagai petunjuk bagi umat manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda antara yang haq dan yang batil… (QS : Al Baqarah: 185).
  1. Iman Kepada Rasul-Rasul
Kita mengimani bahwa Allah telah mengutus rasul-rasul kepada umat manusia, firman Allah (Kami telah mengutus mereka) sebagai rasul-rasul pembawa berita genbira dan pemberi peringatan, supaya tiada alasan bagi manusia membantah Allah sesudah (diutusnya) rasul-rasul itu. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS : AN-Nisa: 165).
Kita mengimani bahwa rasul pertama adalah nabi Nuh dan rasul terakhir adalah Nabi Muhammad, semoga shalawat dan salam sejahtera untuk mereka semua. Firman Allah : Sesungguhnya Kami telahmewahyukan kepadamu sebagaimana Kami telah mewahyukan kepada Nuh dan nabi-nabi yang (datang) sesudahnya… (QS: An-Nisa: 163).
  1. Iman Kepada Hari Kiamat
Kita mengimani kebenaran hari akhirat, yaitu hari kiamat, yang tiada kehidupan lain sesudah hari tersebut.
Untuk itu kita mengimani kebangkitan, yaitu dihidupannya semua mahkluk yang sesudah mati oleh Allah. Firman Allah: Dan ditiuuplah sangkakala, maka matilah siapa yang ada dilangit dan siapa yang ada di bumi kecuali yang dikehendaki Allah. Kemudian ditiup sangkakala itu sekali lagi, maka tiba-tiba mereka bangkitmenunggu (putusannya masing-masing). (QS : Az-Zumar : 68)
Kita mengimani adanya catatan-catatan amal yang diberikan kepada setiap manusia. Ada yang mengambilnya dengan tangan kanan dan ada yang mengambilnya dari belakang punggungnya dengan tangan kiri. firman Allah :Adapun orang yang diberikan kitabnya dengan tangan kanannya, maka dia akan diperiksa dengan pemeriksaan yang mudah dan dia akan kembali kepada kaumnya (yang sama-sama beriman) dengan gembira. Adapun orang yang diberikan kitabnya dari belakang punggungnya, maka dia akan berteriak celakalah aku dan dia akan masuk neraka yang menyala. (QS: Al-Insyiqaq:13-14).
  1. Iman Kepada Qadar Baik dan Buruk
Kita juga mengimani qadar (takdir) , yang baik dan yang buruk; yaitu ketentuan yang telah ditetapkan Allah untuk seluruh mahkluk-Nya sesuai dengan ilmu-Nya dan menurut hikmah kebijakan-Nya.
Iman kepada qadar ada empat tingkatan:
  1. Ilmu : ialah mengimani bahwa Allah Maha tahu atas segala sesuatu,mengetahui apa yang terjadi, dengan ilmu-Nya yang Azali dan abadi. Allah sama sekali tidak menjadi tahu setelah sebelumnya tidakmenjadi tahu dan sama sekali tidak lupa dengan apa yang dikehendaki.
  2. Kitabah : ialah mengimani bahwa Allah telah mencatat di Lauh Mahfuzh apa yang terjadi sampai hari kiamat. firman Allah:Apakah kamu tidak mengetahui bahwa Allah mengetahui apa yang ada di langit dan di bumi. sesungguhnya tu (semua) tertulis dalam sebuah kitab (Lauh Mahfuzh). Sesungguhnya Allah yang demikian itu amat mudah bagi Allah. (QS: Al-Hajj: 70)
  3. Masyi’ah : ialah mengimani bawa Allah SWT. telah menghendaki segala apa yang ada di langit dan di bumi, tiada sesuatupun yang terjadi tanpa dengan kehendak-Nya. Apa yang dikehendaki Allah itulah yang terjadi dan apa yang tidak dikehendaki Allah tidak akan terjadi.
  4. Khal : Ialah mengimani Allah Subhanahu Wa Ta’ala. adalah pencipta segala sesuatu. Firman-Nya; Alah menciptakan segala sesuatu dan Dia memelihara segala sesuatu. Hanya kepunyaan-Nyalah kunci-kunci (perbendaharaan) langit dan bumi.(QS: Az-Zumar: 62-63).


Keempat tingkatan ini meliputi apa yang terjadi dari Allah sendiri dan apa yang terjadi dari mahkluk. Maka segala apa yang dilakuakan oleh mahkluk berupa ucapan, perbuatan atau tindakan meninggalkan, adalah diketahui, dicatat dan dikehendaki serta diciptakan oleh Allah.
BAB III
PENUTUP
  1. KESIMPULAN
Dari pembahasan diatas maka kami simpulkan bahwa :
    1. Iman adalah ucapan dan perbuatan. Ucapan hati dan lisan, dan amal hati, lisan dan anggota tubuh, iman itu bertambah dengan taat dan berkurang dengan maksiat.
    2. Sesuatu yang wajib kita imani adalahsebagai berikut :
  1. mengimani adanya allah dengan Fitrah, Akal, Syari’at, dan Indra yang ada pada setiap manusia.
  2. Mengimani adanya malaikat baik dari keberadaan, nama, sifat dan pekerjaannya.
  3. Mengimani kitab kitab allah yang diturunkan kepada nabi dan rosul.
  4. Mengimani rasul-rasul allah, hari kiamat dan qadha dan qadar allah.






















DAFTAR PUSTAKA


Aqidah Ahlussunnah wal Jama’ah Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin Yayasan Al-Sofwa Jakarta 1995)
Rujukan : Kitab Al Ushul ats Tsalatsah karya Syaikh Muhammad bin Shalih Al-’Utsimin




1 HR. Muslim no. 35
2 HR. Muslim no. 34
3 Hasan/ HR. Abu Daud no. 4681, Shahih Sunan Abu Daud no. 3915. Lihat, as-Silsilah ash-Shahihah no 380

Tidak ada komentar:

Posting Komentar