DOKUMEN MANBA'UL ULUM

DOKUMEN MANBA'UL ULUM
sejarah pengarsipan

Rabu, 23 Mei 2012

strategi pemb, KEDUDUKAN, PEMILIHAN DAN PENENTUAN METODE DALAM BELAJAR MEBGAJAR

BAB I
PENDAHULUAN

1.1.    Latar Belakang
Pendidikan secara umum, merupakan suatu usaha untuk menambah kecakapan, pengertian dan sikap belajar dan pengalaman yang diperlukan untuk mementingkan kelangsungan hidup serta mencapai tujuan hidup. Usaha tersebut terdapat baik dalam masyarakat yang masih terbelakang maupun masyarakat yang sudah maju atau masyarakat yang sangat maju.
Belajar mengajar sebagai salah satu proses merupakan suatu sistem yang tidak terlepas dari komponen-komponen lain yang  saling berinteraksi di dalamnya. Salah satu komponen dalam proses tersebut adalah sumber belajar. Sumber belajar tidak lain adalah daya yang bisa dimanfaatkan guna kepentingan proses belajar mengajar, baik secara langsung maupun tidak langsung. Olehnya itu dalam desain pengajaran yang biasa disusun guru terdapat salah satu komponen pengajaran. Begitu juga pendidik atau guru merupakan seorang fasilitator, yang bertugas memfasilitasi aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik dalam proses pembelajaran. Seorang pendidik harus mampu membangun suasana belajar yang kondusif sehingga siswa mampu belajar sendiri.
Dewasa ini khusus di kota Makassar, banyak acara-acara televisi dalam tayangannya sehingga sangat menyita waktu belajar, acara demi acara tersebut sangat fantastis dari satu chanel ke chanel yang lain. Semua stasiun televisi bersaing untuk menampilkan mulai dari film kartun hingga film Hollywood sehingga para siswa hampir engga untuk menjauhi acara tersebut sehingga banyak tugas-tugas mereka terabaikan, di lain pihak ada siswa yang memanfaatkan media elektronika untuk menyelesaikan tugas-tugas sekolah dengan menemukan jawaban yang dapat dipertanggungjawabkan, tentang kebenaran suatu penelitian ilmiah.

1.2.    Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang yang telah penulis uraikan di atas, maka untuk mendapatkan kejelasan suatu Karya Ilmiah dan tujuan pembahasan yang hendak dicapai sehingga penulis dapat merumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut :
1.    Bagaimana langkah-langkah penerapan metode penugasan siswa dalam proses pembelajaran
2.    Bagaimana pengaruh metode penugasan terhadap efektivitas proses pembelajaran

1.3.    Tujuan Pembahasan
Setiap aktivitas manusia senantiasa diiringi dengan suatu harapan sebagai kerangka landasan untuk melangkah lebih jauh dalam membiasakan sesuatu, termasuk membuat dan menulis suatu  karya tulis yang bermutu atau berguna. Harapan tersebut terkadang manifestasikan yang pada akhirnay dalam suatu tujuan, demikian halnya dengan penulisan karya  ilmiah ini yang sasaran utamanya adalah :
1.    Untuk mengetahui langkah-langkah penerapan metode pengugasan siswa dalam proses pembelajaran
2.    Untuk mengetahui efektivitas metode penugasan siswa dalam proses pembelajaran


BAB II
PEMBAHASAN
KEDUDUKAN, PEMILIHAN DAN PENENTUAN METODE DALAM BELAJAR MEBGAJAR


2.1.    Kedudukan Metode dalam Belajar Mengajar
Kegiatan belajar mengajar yang melahirkan interaksi unsur-unsur manusiawi adalah sebagai suatu proses dalam rangka mencapai tujuan pengajaran. Guru  dengan sadar berusaha mengatur lingkungan belajar agar bergairah bagi anak didik. Dengan seperangkat teori dan pengalamannya, seorang guru dapat mempergunakan metode untuk mempersiapkan program pengajaran dengan baik dan sistematis.
Dari hasil analisis yang dilakukan, lahirlah pemahaman tentang kedudukan metode sebagai alat motivasi ekstrinsik, sebagai pengajaran, dan sebagai alat untuk mencapai tujuan, untuk memahami kedudukan metode belajar mengajar penulis dapat membaginya ke dalam beberapa bagian yaitu:
a.    Metode sebagai alat motivasi ekstrinsik
Sebagai salah satu komponen pengajaran, metode menempati peranan yang tidak kalah pentingnya dari komponen lainnya dalam kegiatan belajar mengajar. Tidak ada satupun kegiatan belajar mengajar yang tidak menggunakan metode pengajar. Ini berarti guru memahami benar kedudukan metode sebagai alat motivasi intrinsik dalam kegiatan belajar mengajar.
Motivasi ekstrinsik menurut Sardiman A.M adalah motif-motif yang akitif dan berfungsi, karena adanya perangsang dari luar. Oleh karena itu, metode berfungsi sebagai alat perangsang dari luar yang dapat membangkitkan belajar seseorang.
b.    Metode sebagai strategi pengajaran
Dalam kegiatan belajar mengajar tidak semua anak didik mampu berkonsentrasi dalam waktu relatif yang lama, daya serap anak didik terhadap bahan yang diberikan juga bermacam-macam, ada yang cepat dan yang sedang dan ada pula yang lambat. Faktor intelegensi mempengaruhi daya serap anak didik terhadap bahan pelajaran yang diberikan sehingga menghendaki pemberian waktu yang bervariasi, agar penguasaan penuh dapat tercapai.
Menurut Dra. Rosita, guru harus memiliki startegi agar anak didik dapat belajar secara efektif dan efisien, mengenai pada tujuan yang diharapkan salah satu langkah untuk memiliki strategi ini adalah harus menguasai teknik-teknik penyajian atau biasa disebut metode pengajar, dengan demikian, metode mengajar adalah strategi.
c.    Metode sebagai alat untuk mencapai tujuan
Tujuan adalah salah satu cita-cita yang akan dicapai dalam kegiatan belajar mengajar. Tujuan adalah pedoman yang memberi arah kemana kegiatan belajar mengajar akan dibawa. Guru tidak bisa membawa kegiatan belajar mengajar menurut sekehendak hatinya dan mengabaikan tujuan yang telah dirumuskan karena itu sama artinya dengan perbuatan yang sia-sia. Kegiatan belajar mengajar yang tidak mempunyai tujuan sama halnya ke pasar tanpa tujuan, sehingga sukar untuk menyelesaikan mana kegiatan yang harus dilakukan dan mana yang harus diabaikan dalam upaya yang mencapai keinginan yang dicita-citakan.
Tujuan dari kegiatan belajar  mengajar tidak akan pernah tercapai selama komponen-komponen lainnya tidak terpenuhi. Salah satunya adalah komponen metode. Metode adalah salah satu alat untuk mencapai tujuan, dengan memanfaatkan metode secara akurat, guru akan mampu mencapai tujuan pengajaran  karena metode pengajaran pelicin jalannya pengajaran menuju tujuan. Ketika dirumuskan agar anak didik memiliki keterampilan tertentu, maka metode yang digunakan harus disesuaikan dengan tujuan.

2.2.    Pemilihan dan Penentuan Metode dalam Pengajaran
Metode mengajar yang guru gunakan dalam setiap kali pertemuan kelas bukanlah asal pakai, tetapi setelah melalui seleksi yang berkesesuaian dengan perumusan tujuan instruksional khusus. Jarang sekali terlihat guru merumuskan tujuan hanya dalam satu rumusan, tetapi guru merumuskan lebih dari satu tujuan, karenanya guru pun selalu menggunakan metode lebih dari satu. Pemakaian metode yang satu digunakan untuk mencapai tujuan yang satu, sementara penggunaan metode yang lain juga digunakan mencapai tujuan yang lain. Sesuai dengan kehendak tujuan pengajaran yang telah dirumuskan diantaranya :
1.    Nilai strategi metode. Kegiatan  belajar mengajar adalah sebuah interaksi yang bernilai pendidikan yang di dalamnya terjadi interaktif edukatif antara guru dan anak didik, ketika guru menyampaikan bahan pengajaran kepada anak didiknya di kelas.
2.    Efektifitas penggunaan metode. Ketika anak didik tidak mampu berkonsentrasi, ketika sebagian besar anak didik membuat kegaduhan, ketika anak didik menunjukkan kelesuan, ketika minat anak didik semakin berkurang dan ketika sebagian besar anak didik tidak menguasai bahan yang telah guru sampaikan,  ketika itulah guru mempertanyakan faktor penyebabnya dan berusaha mencari jawaban secara tepat, karena bila tidak, maka apa yang guru sampaikan akan sia-sia.
3.    Pentingnya pemilihan dan penentuan metode. Tidak sentral yang harus dicapai oleh setiap kegiatan belajar mengajar adalah tercapainya tujuan pengajaran dan sejauh mana tingkat efektifitas dan efisiensi suatu metode yang dipergunakan oleh guru dalam memberikan pelajaran, sehingga siswa mampu memenuhi isi pelajaran yang diberikan oleh guru mereka.
4.    Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan metode. Metode yang biasa disebut dengan cara penyajian pelajaran tidak berdiri  sendiri, tetapi dipengaruhi oleh faktor-faktor lain. Olehnya itu untuk jelasnya akan dikemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi metode diantaranya :
a.    Anak didik, faktor anak didik merupakan suatu hal yang agak rumit
b.    Tujuan yaitu sasaran-sasaran yang dituju dari setiap kegiatan belajar mengajar
c.    Situasi artinya kegiatan belajar mengajar yang guru ciptakan tidak selamanya sama dari hari ke hari
d.    Fasilitas, merupakan hal yang mempengaruhi pemilihan dan penentuan metode mengajar
e.    Guru, setiap guru mempunyai kepribadian yang berbeda-beda.

2.3.    Macam Macam Metode Mengajar
1.    Metode Ceramah
Metode ceramah yaitu sebuah metode mengajar dengan menyampaikan informasi dan pengetahuan secara lisan kepada sejumlah siswa yang pada umumnya mengikuti secara pasif. Muhibbin Syah, (2000). Metode ceramah dapat dikatakan sebagai satu-satunya metode yang paling ekonomis untuk menyampaikan informasi, dan paling efektif dalam mengatasi kelangkaan literatur atau rujukan yang sesuai dengan jangkauan daya beli dan paham siswa. Metode ini berbentuk penjelasan konsep, prinsip dan fakta pada akhir perkuliahan ditutup dengan Tanya jawab antara dosen dan mahasiswa.
2.    Tanya Jawab
Metode tanya jawab adalah suatu metode dimana guru menggunakan atau memberi pertanyaan kepada murid dan murid menjawab, atau sebaliknya murid bertanya pada guru dan guru menjawab pertanyaan murid itu ( Soetomo, 1993 : 150 )
3.    Diskusi
Muhibbin Syah ( 2000 ), mendefinisikan bahwa metode diskusi adalah metode mengajar yang sangat erat hubungannya dengan memecahkan masalah (problem solving). Metode ini lazim juga disebut sebagai diskusi kelompok (group discussion) dan resitasi bersama (socialized recitation). Metode diskusi dapat pula diartikan sebagai siasat “penyampaian” bahan ajar yang melibatkan peserta didik untuk membicarakan dan menemukan alternatif pemecahan suatu topik bahasan yang bersifat problematis. Guru, peserta didik atau kelompok peserta didik memiliki perhatian yang sama terhadap topik yang dibicarakan dalam diskusi.
4.    Demonstrasi
Menurut Muhibbin (2000) Metode demonstrasi adalah metode mengajar dengan cara memperagakan barang, kejadian, aturan, dan urutan melakukan suatu kegiatan, baik secara langsung maupun melalui penggunaan media pembelajaran yang relevan dengan pokok bahasan atau materi yang sedang disajikan. Menurut Syaiful Bahri Djamarah (2000) Metode demonstrasi adalah metode yang digunakan untuk memperlihatkan sesuatu proses atau cara kerja suatu benda yang berkenaan dengan bahan pelajaran.
5.    Karyawisata/ Pengalaman Lapangan
Metode karyawisata adalah metode pembelajaran yang mengajak siswa untuk mengunjungi obyek-obyek dalam rangka untum menambah dan memperluas wawasan obyek yang dipelajari tersebut ( sesuai dengan bidangnya). Misalnya untuk pelajaran pendidikan geografi siswa dapat diajak ke obyek pemukiman transmigrasi atau obyek morfologi. Untuk pelajaran pendidikan sejarah, siswa dapat diajak ke situs sejarah. Untuk pelajaran pendidikan ekonomi siswa dapat diajak mengunjungi pabrik, atau obyek kegiatan ekonomi.
6.    Penugasan
Metode resitasi adalah metode penyajian bahan dimana guru memberikan tugas tertentu agar siswa melakukankegiatan belajar. Metode ini diberikan karena dirasakan bahan pelajaran terlalu banyak , sementara waktu sedikit. Metode pemberian tugas adalah cara dalam proses belajar mengajar dengan jalan memberi tugas kepada siswa. Tugas-tugas itu dapat berupa mengikhtisarkan karangan, (dari surat kabar, majalah atau buku bacaan) membuat kliping, mengumpulkan gambar, perangko, dan dapat pula menyusun karangan.
7.    Eksperimen Laboratorium
Metode eksperimen menurut Syaiful Bahri Djamarah (2000:95) adalah cara penyajian pelajaran, di mana siswa melakukan percobaan dengan mengalami sendiri sesuatu yang dipelajari. Dalam proses belajar mengajar, dengan metode eksperimen, siswa diberi kesempatan untuk mengalami sendiri atau melakukan sendiri, mengikuti suatu proses, mengamati suatu obyek, keadaan atau proses sesuatu. Dengan demikian, siswa dituntut untuk mengalami sendiri, mencari kebenaran, atau mencoba mencari suatu hukum atau dalil, dan menarik kesimpulan dari proses yang dialaminya itu.
8.    Bermain Peran/ Simulasi
Metode ini menampilkan simbol-simbol atau peralatan yang menggantikan proses kejadian atau benda yang sebenarnya. Metode ini adalah suatu cara penguasaan bahan pelajaran melalui pengembangan dan penghayatan anak didik. Metode yang melibatkan interaksi antara dua siswa atau lebih tentang suatu topik atau situasi. Siswa melakukan peran masing-masing sesuai dengan tokoh yang ia lakoni, mereka berinteraksi sesama mereka.
9.    Metode Meragakan
Metode meragakan ialah metode yang dilakukan dengan menggunakan alat peraga (benda) dalam mengajar.
10.    Metode Sosio Drama
Metode yang di pergunakan untuk menjelaskan sesuatu, anak – anak sendiri disuruh melakukannya atau apabila tujuan yang mencakup masalah perhubungan antara manusia seperti peristiwa sejarah.
11.    Metode Test
Ialah metode mengajar dengan jalan memberikan tes kepada anak – anak untuk mengetahuikemampuan anak dalam suatu kegiatan pelajaran. Biasanya dilakukan setelah sesuatu bahan pelajaran diberikan kepada anak-anak tes disusun dengan bentuk tes objektif, tes diberikan kepada semua anak dengan bahan yang sama.
12.    Metode Drill
Metode mengajar dengan mempergunakan latihan-latihan secara intensif dan berulang- ulang adalah memberikan latihan tertulis kepada anak karena bahan pelajaran baru sedikit sedang waktu ujian semakin mendekat.
13.    Metode Infiltrasi
Metode ini disebut juga metode susupan, selipan maksudnya antipati atau jiwa ajaran tertentu diselipkan atau diselundupkan kedalam sesuatu. Mata pelajaran pada waktu guru menerangkan pelajaran tersebut misalkan jiwa agama kita selipkan pada waktu mengajar umum.
Metode ini dimaksudkan untuk memberikan nilai tambah dalam pelajaran yang diberikan, seperti nilai Islam pada pelajaran Geografi. Ketika guru membahas mengenai penciptaan langit dan bumi dapat diselipkan kutipan ayat yang menyatakan kebesaran Allah SWT.
14.    Metode Gotong Royong
Metode gotang raoyong ialah metode yang dilakukan dengan bekerja sama antara beberapa orang anak untuk menyelesaikan suatu tugas atau masalah. Metode ini disebut juga metode kelimpok atau metode beregu dan metode kelompoknya disebut studi club, studi grup.
15.    Metode Survey
Metode yang dilakukan dengan mengadakan penelitian suatu masalah dengan mengmpulkan data-data yang diperlukan dan langsung terjun kemasyarakat.
16.    Metode Wawancara
Metode yang dilakukan dengan mengadakan tanya jawab atau wawancara antara kedua pihak yang langsung berhadapan muka.
17.    Metode Problem Solving
Metode yang digunakan dengan cara langsung menghadapi masalah mengetahui dengan sejelas-jelasnya dan menemukan kesukaran- kesukarannya sehingga dapat dipecahkan.
18.    Metode Proyek
Prinsipnya usaha dengan metode proble solving hanya lebih kompleks sebab dilakukan dengan metode survey, wawancara, metode kelompok. Satu kelompok dibagibagi dalam beberapa unit.
19.    Metode Dikte
Metode yang dilakukan dengan jalan mendikte pelajaran (kuliah) untuk dicatat oleh murid, metode ini lazim dipakai pada perguruan tinggi. Adapun metode dikte ini dimaksudkan untuk mentransfer pemahaman dosen kepada mahasiswanya.

2.4.    PRAKTIK MENGGUNAKAN METODE MENGAJAR
Proses Belajar Mengajar ditinjau dari sudut siswa
Dalam proses belajar mengajar yang mengaktifkan siswa, peranan siswa lebih besar, karena siswa tidak diberi bahan ajar yang sudah jadi atau yang sudah selesai untuk tinggal menghafal, tetapi mereka diberi persoalan-persoalan yang membutuhkan pencarian, pengamatan, percobaan, analisis, sintesis, perbandingan, penilaian dan penyimpulan oleh para siswa sendiri.
Guru dan anak didik tidak dapat dipisahkan dari dunia pendidikan, dimana ada guru disitu ada anak didik yang ingin belajar dari guru, sebaliknya di mana anak didik di sana ada guru yang ingin memberikan binaan dan bimbingan kepada anak didik. Guru dengan ikhlas memberikan apa yang diinginkan oleh anak didiknya, tidak ada sedikitpun dalam benak guru terlintas pikiran negatif untuk tidak mendidik anak didiknya, meskipun sejuta permasalahan sedang merangsang kehidupan seorang guru.
Belajar merupakan serangkaian upaya untuk mengembangkan kemampuan-kemampuan dan sikap serta nilai siswa, untuk memenuhi proses belajar mengajar ditinjau dari sudut siswa, penulis merumuskan beberapa ciri-ciri di mana adanya beberapa perubahan tertentu yang dialami siswa diantaranya :
a.    Perubahan terjadi secara sadar. Hal ini berarti siswa yang belajar akan menyadari terjadinya perubahan itu atau sekurang-kurangnya siswa merekam telah terjadi adanya suatu perubahan dalam dirinya
b.    Perubahan dalam belajar bersifat fungsional. Sebagai hasil belajar, perubahan yang terjadi dalam diri siswa berlangsung terus menerus dan tidak statis.
c.    Perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif. Dalam perubahan belajar perubahan-perubahan itu selalu bertambah dan tertuju untuk memperoleh suatu lebih baik dari sebelumnya
d.    Perubahan dalam proses belajar mengajar bukan bersifat sementara, artinya perubahan yang terjadi karena proses belajar yang sifat utamanya adalah menetap atau permanen
e.    Perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah, artinya perubahan tingkah laku itu terjadi karena ada tujuan yang akan dicapai
f.    Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku, maksudnya perubahan yang diperoleh siswa setelah melalui  proses belajar yang meliputi perubahan keseluruhan tingkah laku secara menyeluruh dalam setiap kebiasaan, keterampilan, pengetahuan dan sebagainya.
Proses Belajar Mengajar ditinjau dari sudut guru
Untuk melaksanakan tugas dalam meningkatkan proses belajar mengajar, guru menempati kedudukan sebagai figur sentral, karena ditangan  para gurulah terletak keberhasilan atau tidaknya pencapaian tujuan pembelajaran di sekolah, serta pada tangan mereka pulalah bergantungnya masa depan karier para peseta didik yang menjadi tumpuan para orang tuanya. Proses belajar mengajar tersusun atas sejumlah komponen atau unsur yang saling berhubungan secara timbal balik dan saling bergantung satu sama lain diantara komponen-komponen yang selalu terdapat dalam kegiatan proses belajar mengajar adalah :
a.    Peserta didik yang terus berusaha mengembangkan dirinya seoptimal mungkin selalu berbagai kegiatan (belajar) guna mencapai tujuan sesuai harapan tahapan perkembangan di jalaninya
b.    Tujuan (yaitu apa yang diharapkan) merupakan seperangkat tugas atau tuntutan yang harus dipenuhi atau sistem nilai yang harus tampak dalam perilaku yang merupakan karakteristik kepribadian peserta didik
c.    Guru yang selalu mengusahakan segala sumber dan menggunakan strategi belajar mengajar dengan tepat dan baik.
Kegiatan belajar mengajar merupakan dua hal yang tidak bisa dipisahkan sebab siswa melakukan kegiatan belajar karena guru mengajar, atau guru mengajar agar siswa belajar. Oleh karena keduanya merupakan suatu keterpaduan, maka pendekatan atau metode mengajar yang digunakan oleh guru menentukan kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa,  kegiatan belajar mengajar yang ditinjau dari sudut guru dapat kita lihat pada beberapa bentuk kegiatan mengajar yaitu :
a.    Mengajar secara ekspositori. Kegiatan belajar mengajar yang bersifat menerima jadi karena guru menggunakan pendekatan belajar yang bersifat ekspositori baik pada tahap perencanaan maupun pada pelaksanaan mengajar.
b.    Mengajar dengan mengaktifkan siswa. Berbeda halnya dengan kegiatan mengajar yang bersifat ekspositori, dalam pelaksanaan kegiatan mengajar dengan mengaktikan siswa, guru tidak banyak melakukan aktivitas, siswa walaupun demikian tidak berarti bahwa guru tinggal diam, akan tetapi harus  memberikan petunjuk kepada siswa tentang apa yang akan diberikan kepada siswa.
Proses Belajar mengajar ditinjau dari sudut kurikulum
Kurikulum merupakan input dari sistem pengembang kurikulum sedangkan output sistem pengembangan kurikulum adalah sistem pengajaran agar dapat di peroleh pemahaman hubungan antara kurikulum dengan pengajaran yang akan dicapai. Kegiatan-kegiatan belajar selain mempelajari yang sudah di temukan, bahkan termasuk pada kegiatan kurikulum, bila kegiatan itu merupakan penunjang atau penyertaan dalam mempelajari suatu mata pelajaran tertentu dari kurikulum.
Dengan demikian proses pendidikan dapat diarahkan kepada pembentukan pribadi anak dengan utuh dan ini dicapai melalui proses belajar mengajar melalui kurikulum sekolah. Dalam pembentukan kurikulum ada beberapa komponen yaitu :
a.    Komponen tujuan, yaitu arah atau sasaran yang hendak di tuju oleh proses penyelenggaraan pendidikan
b.    Isi kurikulum yaitu pengalaman belajar yang diperoleh murid disekolah dalam hal ini murid melakukan berbagai kegiatan dalam rangka memperoleh pengalaman belajar.
c.    Metode atau proses belajar mengajar, yaitu cara murid memperoleh pengalaman belajar untuk mencapai tujuan, metode kurikulum berkenaan dengan proses pencapain tujuan sedangkan proses itu sendiri bertalian dengan bagaimana pengalaman belajar atau isi kurikulum diorganisasi. Setiap bentuk yang digunakan membawa dampak terhadap proses memperoleh pengalaman yang  dilaksanakan.






BAB III
PENUTUP


3.1.   Kesimpulan
Dari pembahasan di atas dapat penulis katakana atau simpulkan, bahwa dalam interaksi belajar mengajar terjadi proses pengaruh mempengaruhi secara timbal balik antara guru dan siswa aktif artinya dalam arti sikap, mental dan perbuatan. Hal ini dapat kita lihat pada pengertian belajar yang merupakan serangkaian upaya untuk mengembangkan kemampuan dan sikap serta nilai siswa, baik kemampuan intelektual, sosial, efektif maupun psikomotor, agar siswa mampu mandiri.
Setelah menguraikan beberapa pembahasan, dalam karya tulis, maka untuk memahami isi karya ilmiah penulis mengambil beberapa kesimpulan dari isi karya tulis ini sebagai berikut :
1.    Metode penugasan siswa dan resitasi sangat efektif karena dapat memberikan kepada siswa untuk berkreasi atas tugas yang diberikan kepadanya, apalagi waktunya lebih lama di luar jam pelajaran sekolah, sehingga siswa memiliki keluasan waktu untuk mengerjakan tugas dengan sebaik mungkin, bahkan siswa dapat menjawab tugas sesuai dengan hasil bacaannya dari beberapa literatur atau pendapat para ahli sehingga dapat memberi atau membuka cakrawala berpikir secara luas dan kritis. Atau pengetahuan yang siswa peroleh dari hasil bacaannya dapat diingat lebih lama, sehingga ia memiliki keberanian untuk mengambil inisiatif bertanggung jawab terhadap masalah yang diberikan kepadanya dan berdiri sendiri untuk mengatasi kesulitan masalah
2.    Bila dibandingkan dengan metode-metode yang lain dalam proses belajar mengajar maka metode pemberian tugas hampir mencakup beberapa metode di dalamnya, termasuk metode tanya jawab, artinya pada saat guru dan murid, termasuk juga mengandung metode demonstasi, yaitu jika tugas berbentuk penelitian, maka siswa akan menjawabnya dengan menggunakan alat peraga untuk mendekatkan pemahaman jawabannya.
3.    Efektifitas metode penugasan siswa jika dikaitkan dengan interaksi, maka akan terjadi interaksi antara dua pihak yaitu pihak guru, dan pihak siswa yang saling aktif.









DAFTAR PUSTAKA



Abu Ahmadi, Drs. H. Joko Tri Prasty, Strategi Belajar Mengajar. Cetakan I; Bandung: CV. Pustaka Setia. 1997.
Hamailk Oemar, Dr. Psikologi Belajar Mengajar. Cetakan III; Bandung: Sebar Baru Algensinso, 2002.
Ibrahim R. Nana Syaodih, S. Perencanaan Pengajaran. Cetakan I; Jakarta: Rineka Cipta. 1996.
Nochi Nasution, M.A. dkk. Materi Pokok Psikologi Pendidikan Program Penyataraan D-II. Modul 1-6. Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Islam dan Universitas Terbuka. Jakarta Depag. 1997.
Subandijah. Pengembangan dan Inovasi Kurikulum. Cetakan II; Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 1996.
Syaiful BahriDjamarah. Guru dan Anak dalam Interaksi Edukatif. Cetakan I; Jakarta : PT. Rineka Cipta. 2000.
_______, Strategi Belajar Mengajar. Cet. I; Jakarta: PT. Rineka Cipta. 1996.


strategi pemb, GURU SEBAGAI AGEN PEMBELAJARAN

BAB I
PENDAHULUAN

1.1.    Latar Belakang
“Bangsa yang maju adalah bangsa yang baik pendidikannya; bangsa yang jelek pendidikannya tidak akan pernah menjadi bangsa yang maju”. ---Presiden Susilo Bambang Yudhoyono--- Salah satu komponen penting dalam upaya meningkatkaan mutu pendidikan nasional adalah adanya guru yang berkualitas, profesional dan berpengetahuan. Guru, tidak hanya sebagai pengajar, namun guru juga mendidik, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik. Dalam menjalankan tugasnya sebagai agen pembelajaran. Guru yang profesional adalah guru yang menguasai materi pembelajaran, menguasai kelas dan mengendalikan perilaku anak didik, menjadi teladan, membangun kebersamaan, menghidupkan suasana belajar dan menjadi manusia pembelajar (learning person). Selain sebagai sebuah profesi, seorang guru adalah fasilitator, motivator, inspirator dan inovator dalam transformasi pembelajaran pada anak didik.

1.2.    Rumusan Masalah
Bagaimana ciri-ciri guru yang baik dan bagaimana pula yang dimaksud dengan guru sebagai agen pembelajaran.

 BAB II
PEMBAHASAN
GURU SEBAGAI AGEN PEMBELAJARAN

Dalam Standar Nasional Pendidikan (SNP) Pasal 28, dikemukakan bahwa: “Pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.”  Selanjutnya dalam penjelasannya dikemukakan bahwa : “yang dimaksud dengan pendidik sebagai agen pembelajaran (learning agent) adalah peran pendidik antara lain sebagai fasilitator, motivator, pemacu dan pemberi inspirasi belajar bagi peserta didik”.
            Sukar untuk menentukan sebenarnya guru yang baik. Walaupun demikian dapat juga diberikan beberapa prinsip yang berlaku umum untuk semua guru yang baik, adalah :
1.    Guru yang baik memahami dan menghormati murid.
2.    Memahami bahan pelajaran yang diberikannya.
3.    Memilih metode yang sesuai.
4.    Menyesuaikan bahan pelajaran dengan kesanggupan murid.
5.    Mengaktif murid dalam hal belajar.
6.    Memberikan pengertian
7.    Menghubungkan pelajaran dengan kebutuhan murid.
8.    Memiliki tujuan tertentu dari setiap pelajaran.
9.    Tidak terikat dengan satu buku teks.
10.    Tidak menyampaikan pengetahuan saja tapi berusaha membentuk kepribadian anak. 

2.1.    Guru sebagai Fasilitator
Guru sebagai fasilitator bertugas memberikan kemudahan belajar kepada seluruh peserta didik, agar mereka dapat belajar dalam suasana yang menyenangkan, gembira, penuh semangat, tidak cemas, dan berani mengemukakan pendapat secara terbuka. 
Guru sebagai fasilitator sedikitnya harus memiliki tujuh sikap seperti yang diidentifikasikan Rogers berikut ini.
1.    Tidak berlebihan mempertahankan pendapat dan keyakinannya, atau kurang terbuka.
2.    Dapat lebih mendengarkan peserta didik, terutama tentang aspirasi dan perasaannya.
3.    Mau dan mampu menerima ide peserta didik yang inovatif, dan kreatif bahkan yang sulit sekalipun.
4.    Lebih meningkatkan perhatiannya terhadap hubungan dengan peserta didik seperti halnya terhadap bahan pembelajaran.
5.    Dapat menerima balikan, baik yang sifatnya positif maupun negatif, dan menerimanya sebagai pandangan yang konstruktif terhadap diri dan perilakunya.
6.    Toleransi terhadap kesalahan yang diperbuat peserta didik selama proses pembelajaran, dan
7.    Menghargai prestasi peserta didik, meskipun biasanya mereka sudah tahu prestasi yang dicapainya. 

Sebagai seorang guru tidak hanya bertugas untuk mengajar dan memahami materi pelajaran yang akan diberikan, namun guru juga harus memahami keadaan peserta didik. Beberapa hal yang harus dipahami guru dari peserta didik antara lain : kemampuan, potensi, minat, hoby, sikap, kepribadian, kebiasaan, catatan kesehatan, latar belakang keluarga dan kegiatannya di sekolah.

2.2.    Guru sebagai Motivator
Motivasi merupakan salah satu faktor yang dapat meningkatkan kualitas pembelajaran, karena peserta didik akan belajar dengan sungguh-sungguh apabila memiliki motivasi yang tinggi. Oleh karena itu, untuk meningkatkan kualitas pembelajaran, guru harus mampu membangkitkan motivasi belajar peserta didik.
1.    Teori Motivasi dari Maslow
Kebutuhan dasar yang dikatakan Maslow sebagai bertata jenjang (hierarki) dilukiskan seperti di bawah ini. 
Kebutuhan untuk Aktualisasi Diri
Kebutuhan untuk Dihargai
Kebutuhan untuk Diakui
Kebutuhan akan Rasa Aman
Kebutuhan Psikologis
Dalam hubungannya dengan peningkatan kualitas pembelajaran, teori Maslow ini dapat digunakan sebagai pegangan untuk melihat dan mengerti mengapa :
a.    Peserta didik yang lapar, sakit atau kondisi fisiknya tidak baik tidak memiliki motivasi untuk belajar.
b.    Peserta didik lebih senang belajar dalam suasana yang menyenangkan.
c.    Peserta didik yang merasa disenangi, diterima oleh teman atau kelompoknya akan memiliki minat belajar yang lebih dibanding dengan peserta didik yang diabaikan atau dikucilkan.
d.    Keinginan peserta didik untuk mengetahui dan memahami sesuatu tidak selalu sama.
2.    Cara Membangkitkan Nafsu Belajar
Berdasarkan teori motivasi di atas terdapat beberapa prinsip yang dapat diterapkan untuk meningkatkan nafsu belajar peserta didik, antara lain :
a.    Peserta didik akan belajar lebih giat apabila topik yang dipelajarinya menarik, dan berguna bagi dirinya.
b.    Tujuan pembelajaran harus disusun dengan jelas dan diinformasikan kepada peserta didik sehingga mereka mengetahui tujuan belajar.
c.    Peserta didik harus selalu diberitahu tentang kompetensi, dan hasil belajarnya.
d.    Pemberian pujian dan hadiah lebih baik daripada hukuman, namun sewaktu-waktu hukuman juga diperlukan.
e.    Manfaatkan sikap, cita-cita, rasa ingin tahu, dan ambisi peserta didik.
f.    Usahakan untuk memperhatikan perbedaan individual peserta didik
g.    Usahakan untuk memenuhi kebutuhan peserta didik tersebut.

Dede Suryadi mengemukakan ada beberapa hal yang patut diperhatikan agar dapat membangkitkan motivasi belajar adalah sebagai berikut :
a.    Memperjelas tujuan yang ingin dicapai,
b.    Membangkitkan minat siswa,
c.    Menciptakan suasana belajar yang menyenangkan,
d.    Memberi pujian yang wajar terhadap keberhasilan siswa,
e.    Memberikan penilaian yang positif,
f.    Memberi komentar tentang hasil pekerjaan siswa, dan
g.    Menciptakan persaingan dan kerja sama. 

2.3.    Guru sebagai Pemacu
Sebagai pemacu belajar guru harus mampu melipat gandakan potensi peserta didik dan mengembangkan sesuai dengan aspirasi dan cita-cita mereka. Guru harus memahami bahwa setiap orang memerlukan bantuan orang lain dalam perkembangannya tidak terkecuali peserta didik yang memerlukan bantuan. 
Guru juga harus berpacu dalam pembelajaran, dengan memberikan kemudahan belajar bagi seluruh peserta didik, agar dapat mengembangkan potensinya secara optimal. Dalam hal ini, guru harus kreatif, profesional, dan menyenangkan, dengan memposisikan diri sebagai berikut. 
1.    Orang tua yang penuh kasih sayang pada peserta didiknya.
2.    Teman, tempat mengadu, dan mengutarakan perasaan bagi para peserta didik.
3.    Fasilitator yang selalu siap memberikan kemudahan, dan melayani peserta didik sesuai minat, kemampuan dan bakatnya.
4.    Memberikan sumbangan pemikiran kepada orang tua untuk dapat mengetahui permasalahan yang dihadapi anak dan memberikan saran pemecahannya.
5.    Memupuk rasa percaya diri, berani dan bertanggung jawab.
6.    Membiasakan peserta didik untuk saling berhubungan dengan orang lain secara wajar.
7.    Mengembangkan proses sosialisasi yang wajar antar peserta didik, orang lain dan lingkungannya.
8.    Mengembangkan kreatifitas.
9.    Menjadi pembantu ketika diperlukan.

2.4.    Guru sebagai Pemberi Inspirasi
Sebagai pemberi inspirasi belajar, guru harus mampu memerankan diri dan memberikan inspirasi bagi peserta didik, sehingga kegiatan belajar dan pembelajaran dapat membangkitkan berbagai pemikiran, gagasan, dan ide-ide baru.
Untuk itu guru harus mampu menciptakan lingkungan sekolah yang aman, nyaman dan tertib, optimisme dan harapan yang tinggi dari seluruh warga sekolah, kesehatan sekolah, serta kegiatan-kegiatan yang terpusat pada peserta didik, agar dapat memberikan inspirasi, membangkitkan nafsu, gairah dan semangat belajar. Iklim belajar yang kondusif merupakan faktor pendorong yang dapat memberikan daya tarik tersendiri bagi proses belajar. Lingkungan yang kondusif antara lain dapat dikembangkan melalui berbagai layanan dan kegiatan sebagai berikut. 
a.    Memberikan pilihan bagi peserta didik yang lambat maupun yang cepat dalam melakukan tugas pembelajaran.
b.    Memberikan pembelajaran remedial bagi peserta didik yang kurang berprestasi, atau berprestasi rendah.
c.    Mengembangkan organisasi kelas yang efektif, menarik, nyaman dan aman bagi perkembangan potensi seluruh peserta didik secara optimal.
d.    Menciptakan kerjasama saling menghargai, baik antar peserta didik maupun antara peserta didik dengan guru dan pengelola pembelajaran lain.
e.    Melibatkan peserta didik dalam proses perencanaan belajar dan pembelajaran.
f.    Mengembangkan proses pembelajaran sebagai tanggung jawab bersama antara peserta didik dan guru, sehingga guru lebih banyak bertindak sebagai fasilitator, dan sebagai sumber belajar.
g.    Mengembangkan sistem evaluasi belajar dan pembelajaran  yang menekankan pada evaluasi diri sendiri.
Sebagai pemberi inspirasi, guru juga dapat memerankan dirinya sebagai pembawa ceritera. Dengan ceritera-ceritera yang menarik diharapkan dapat membangkitkan berbagai inspirasi peserta didik.
Sebagai pendengar, peserta didik dapat mengidentifikasi watak-watak pelaku yang ada dalam ceritera, dapat secara objektif menganalisa, menilai manusia, kejadian-kejadian dan pikiran-pikiran.


BAB II
PENUTUP

3.1.   Kesimpulan
Guru mempunyai berbagai peranan penting dalam metode pembelajaran yaitu; sebagai fasilitator, motivator, inspirator dan inovator untuk mencapai hasil tujuan pembelajaran yang diharapkan. Guru di sekolah adalah pendidik, tugasnya membimbing dan mendampingi siswa agar kelak dapat hidup mandiri. Peran guru sebagai perencana (planner) pada tahap ini melakukan identifikasi masalah yang ada dikelas yang akan digunakan untuk kegiatan lesson study dan perencanaan alternative pemecahannya.












 DAFTAR PUSTAKA

Alma, Buchari. 2008. Guru Profesional (Menguasai Metode dan Terampil Mengajar), Bandung : Alfabeta
E. Mulyasa.2007. Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru, Bandung : PT Remaja Rosdakarya
Suryadi, Dede. 11 Februari 2010. Guru Sebagai Motivator Siswa, http://bataviase.co.id
28 Juli 2010. Guru Sebagai Pemacu,. http://rici22.student.umm.ac.id


strategi pemb, KONSEP STRATEGI BELAJAR MENGAJAR

BAB I
PENDAHULUAN
1.1.    Latar Belakang
Belajar mengajar adalah suatu kegiatan yang bernilai edukatif (pendidikan). Nilai edukatif mewarnai interaksi yang terjadi antara guru dengan anak didik. Interaksi yang bernilai edukatif dikarenakan belajar mengajar yang dilakukan, diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu yang telah dirumuskan sebelum pengajarannya secara sistematis dengan memanfaatkan segala sesuatunya guna kepentingan pengajaran.
Harapan yang tidak pernah sirna dan selalu guru tuntut adalah, bagaimana bahan pelajaran yang disampaikan guru dapat dikuasai oleh anak-anak secara tuntas. Ini merupakan maslaah yang sulit yang dirasakan oleh guru. Kesulitan itu dikarenakan anak didik bukan hanya sebagai individu dengan segala keunikannya, tetapi mereka juga sebagai makhluk sosial dengan latar belakang yang berlainan. Paling sedikit ada 3 (tiga) aspek yang membedakan anak didik yang satu dengan yang lainnya, yaitu aspek intelektual, psikologis dan biologis. Ketiga aspek tersebut diakui sebagai akar permasalahan yang melahirkan bervariasinya sikap dan tingkah laku anak didik di sekolah.
Hal itu pula yang menjadi tugas yang cukup berat bagi guru dalam mengelola kelas dengan baik, masalah lain yang juga sering dirasakan guru adalah masalah pendekatan dan media sumber belajar. Untuk itu, pengambilan metode yang tepat mempunyai andil yang cukup besar dalam kegiatan belajar mengajar. Kemampuan yang diharapkan dapat dimiliki anak didik, akan ditentukan kerelevansian penggunaan suatu metode yang sesuai dengan tujuan. Itu berarti tujuan pembelajaran akan dapat tercapai dengan penggunaan metode yang tepat, sesuai dengan standar keberhasilan yang terpatri di dalam suatu tujuan. Dengan tercapainya tujuan pembelajaran, maka dapat dikatakan bahwa guru telah berhasil dalam mengajar.

1.2.    Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan pokok permasalahan sebagai berikut :
a.    Apa yang dimaksud strategi belajar mengajar?
b.    Bagaimana Cara mengklasifikasikan belajar mengajar?
c.    Apa implementasi belajar mengajar itu?

1.3.    Batasan Pembahasan
Untuk mencapai semua itu maka guru harus memiliki dan mengetahui tentang “Konsep Strategi Belajar Mengajar” yang mencakup diantaranya :
a.    Membahas Pengertian strategi belajar mengajar
b.    Menjelaskan Klasifikasi belajar mengajar, dan
c.    Menjelaskan Implementasi belajar mengajar
Demikianlah beberapa permasalahan yang diuraikan secara umum dan bisa dirasakan guru. Hal ini pula yang menjadi latar belakang bagi penyusun untuk membuat makalah Pada Mata Kuliah “STRATEGI PEMBELAJARAN”.

BAB II
PEMBAHASAN
KONSEP STRATEGI BELAJAR MENGAJAR

2.1.    Pengertian Strategi Belajar Mengajar
Secara umum strategi mempunyai pengertian garis-garis besar haluan untuk bertindak dalam usaha mencapai sasaran yang telah ditentukan. Dihubungkan dengan belajar mengajar, strategi bisa diartikan sebagai pola-pola umum kegiatan guru dan anak didik dalam perwujudan kegiatan belajar mengajar untuk mencapai tujuan yang telah digariskan.
Ada empat strategi dalam belajar mengajar yang meliputi hal-hal berikut :
1.    Mengidentifikasi serta menetapkan spesifikasi dan kualifikasi perubahan tingkah laku dan kepribadian anak didik sebagaimana yang diharapkan.
2.    Memilih sistem pendekatan belajar mengajar berdasarkan aspirasi dan pandangan hidup masyarakat.
3.    Memilih dan menetapkan prosedur, metode dan teknik belajar mengajar yang dianggap paling tepat dan efektif sehingga dapat dijadikan pegangan oleh guru dalam menunaikan kegiatan mengajarnya.
4.    Menetapkan norma-norma dan batasan minimal keberhasilan atau kriteria serta standar keberhasilan sehingga dapat dijadikan pedoman oleh guru dalam melakukan evaluasi hasil kegiatan belajar mengajar yang selanjutnya akan dijadikan umpan balik buat penyempurnaan sistem intruksional yang bersangkutan secara keseluruhan.

2.2.    Klasifikasi Belajar Mengajar
Menurut Tabrani Rusyan dkk., terdapat berbagai masalah sehubungan dengan strategi belajar mengajar yang secara keseluruhan diklasifikasikan sebagai berikut :
1.    Konsep Dasar Strategi Belajar Mengajar
Seperti telah diuraikan pada pembahasan sebelumnya, bahan konsep dasar strategi belajar mengajar ini meliputi hal-hal :
a.    Menetapkan spesifikasi dan kualifikasi perubahan tingkah laku
b.    Menentukan pilihan berkenaan dengan pendekatan terhadap masalah belajar mengajar
c.    Memilih prosedur, metode dan teknik mengajar
d.    Menerapkan norma dan kriteria keberhasilan belajar mengajar
2.    Sasaran Kegiatan Mengajar
Setiap kegiatan belajar mengajar mempunyai sasaran atau tujuan. Tujuan itu bertahap dan berjenjang mulai dari yang sangat operasional dan konkret, yakni tujuan intruksional khusus dan tujuan intruksional umum, tujuan kurikuler, tujuan nasional, sampai kepada tujuan yang bersifat universal.
3.    Belajar Mengajar Sebagai Suatu Sistem
Belajar mengajar selaku suatu sistem intruksional mengacu kepada pengertian sebagai seperangkat komponen yang saling bergantung satu sama lain untuk mencapai tujuan.
Selaku suatu sistem, belajar mengajar meliputi suatu komponen, antara lain tujuan, bahan, siswa, guru, metode, situasi dan evaluasi. Agar tujuan itu tercapai, semua komponen yang ada harus doirganisasikan sehingga antarsesama komponen terjadi kerja sama. Karena itu, guru tidak boleh hanya memperhatikan komponen-komponen tertentu saja misalnya metode, bahan dan evaluasi saja, tetapi guru harus memperhatikan komponen secara keseluruhan.
4.    Hakikat Proses Belajar Mengajar
Belajar adalah proses perubahan perbaikan berkat pengalaman dan latihan. Artinya, tujuan kegiatan adalah perubahan tingkah laku, baik yang mengangkat pengetahuan, keteramnpilan, maupun sikap, bahkan meliputi segenap aspek organisasi atau pribadi. Kegiatan belajar mengajar seperti mengorganisasi pengalaman belajar, mengolah kegiatan belajar mengajar, menilai proses dan hasil belajar, kesemuanya termasuk dalam cakupan tanggung jawab guru. Jadi, hakikat belajar adalah perubahan.
5.    Entering Behavior Siswa
Hasil kegiatan belajar mengajar tercermin dalam perubahan perbaikan perilaku, baik secara material-subtansial, struktural-fungsional, maupun secara behavior. Yang dipersoalkan adalah kepastian bahwa tingkat prestasi yang dicapai siswa itu apakah benar merupakan hasil kegiatan belajar mengajar yang bersangkutan. Untuk kepastiannya seharusnya guru mengetahui tentang karakteristik perilaku anak didik saat mereka mau masuk sekolah dan mulai dengan kegiatan belajar mengajar dilangsungkan, tingkat dan jenis karakteristik perilaku anak didik yang telah dimilikinya ketika mau mengikuti kegiatan belajar mengajar. Itulah yang dimaksudkan dengan entering behavior siswa.
6.    Pola-pola Belajar Siswa
Robert M. Gane membedakan pola-pola belajar siswa dalam delapan tipe, yaitu :
a.    Belajar Tipe 1 : Signal Learning (Belajar Isyarat)
Signal learning dapat diartikan sebagai proses penguasaan pola-pola dasar perilaku bersifat involuatry (tidak sengaja dan tidak disadari tujuannya). Contohnya : Aba-aba “Siap!” merupakan signal atau isyarat untuk mnengambil sikap tertentu.
b.    Belajar Tipe 2 : Stimulus-Respons Learning (Belajar Stimulus-Respons)
Bila tipe diatas digolongkan dalam jenis classical condition, maka tipe belajar 2 ini termasuk ke dalam instrumental conditionius (kinble, 1961) atau belajar dengan trial and error (mencoba-coba). Contoh: Anjing dapat diajar “memberi salam”, dengan mengangkat kaki depannya bila kita katakan “kasih tangan!” atau “salam” ucapan “kasih tangan” atau “salam” merupakan stimulus yang menimbulkan respons “memberi salam” oleh anjing itu.
c.    Belajar Tipe 3 : Chaining (Rantai atau Rangkaian)
Chaining adalah belajar menghubungkan satuan ikatan S-R (Stimulus-Respons) yang satu dengan yang lain. Contoh: Dalam bahasa kita banyak contoh chaining seperti: Ibu-Bapak, kampung-halaman, selamat tinggal, dan sebagainya. Juga dalam perbuatan kita terdapat banyak chaining seperti: pulang kantor, ganti baju, makan malam, dan sebagainya. Chaining terjadi bila terbentuk hubungan antara beberapa S-R, sebab yang satu terjadi segera setelah yang satu lagi. Jadi berdasarkan hubungan (contiguity).
d.    Belajar Tipe 4 : Verbal Association (Asosiasi Verbal)
Bentuk verbal associstion yang penting sederhana adalah bila diperhatikan suatu bentuk geometris, dan si anak dapat mengatakan “bujur sangkar”, tapi sebelumnya ia harus dapat membedakan bentuk geometris agar dapat mengenal bujur sangkar sebagai salah satu bentuk geometris.
e.    Belajar 5 : Distrimination Learning (Belajar Diskriminasi)
Discriminatioin learning atau belajar mengadakan pembeda. Dalam tipe ini anak didik mengadakan selkeksi dan pengujian diantara dua perangsang sejumlah stimulus yang diterimanya, kemudian memilih pola-pola respons yang dianggap paling sesuai.
Contoh : Anak dapat mengenal berbagai merk mobil beserta namanya, walaupun tampaknya mobil itu banyak persamaan.
f.    Belajar Tipe 6 : Concept Learning (Belajar Konsep)
Concept learning adalah belajar pengertian. Dengan berdasarkan kesamaan ciri-ciri dari sekumpulan stimulus dan objek-objeknya, ia membentuk suatu pengertian atau konsep, kondisi utama yang benar diperlukan adalah menguasai kemahiran diskriminasi dan proses kognitif fundamental sebelumnya.
Contoh : Kita dapat menyuruh anak dengan perintah “Ambilkan botol yang di tengah!”, untuk mempelajari suatu konsep, anak harus mengalami berbagai situasi dengan stimulus tertentu, dan ia pun harus dapat mengadakan diskriminasi untuk membedakan apa yang termasuk dan tidak termasuk konsep. Proses belajar konsep memakan waktu dan berlangsung secara berangsur-angsur.
g.    Belajar Tipe 7 : Rule Learning (Belajar Aturan)
Belajar aturan adalah tipe belajar yang banyak terdapat dalam p0elajaran di sekolah. Banyak aturan yang perlu diketahui oleh setiap orang yang terdidik. Aturan ini terdapat dalam tiap mata pelajaran. Misalnya, benda yang dipanaskan memuai, angin berhembus dari daerah maksimum ke daerah minimum, tiap warga negera harus setia kepada negaranya dan sebagainya.
h.    Belajar Tipe 8 : Proldem Solving (Pemecahan Masalah)
Problem solving adalah belajar memecahkan masalah. Langka-langkah dalam memecahkan masalah, adalah sebagai berikut :
1.    Merumuskan dan menegaskan masalah
2.    Mencari fakta pendukung dan merumuskan hipotesis
3.    Mengevaluasi alternatif pemecahan yang dikembangkan
4.    mengadakan pengujian atau verifikasi
7.    Memilih Sistem Belajar
Para ahli teori belajar telah mencoba mengembangkan berbagai pendekatan/sistem pengajaran/proses belajar mengajar. Berbagai sistem pengajaran yang menarik akhir-akhir ini adalah :
a.    Enquiry-Discovery Learning
Equiry-Discovery Learning adalah belajar mencari dan menemukan sendiri. Dalam sistem belajar ini guru menyajikan bahan pelajaran tidak dalam bentuk final, tetapi anak didik diberi peluang untuk mencari dan menemukannya sendiri dengan mempergunakan teknik pendekatan pemecahan masalah.
b.    Ekspository Learning
Dalam sistem ini guru menyajikan dalam bentuk yang telah dipersiapkan secara rapi, sistematis dan lengkap, sehingga anak didik tinggal menyimak dan mencernanya saja secara tertib dan teratur.
c.    Mastery Learning
Pada sistem ini, menurut Carol, setiap anak didik akan mampu menguasai bahan kalau diberikan waktu atau kesempatan yang cukup untuk mempelajarinya, sesuai dengan kapasitas masing-masing anak didik.
d.    Humanistic Education
Karakteristik pokok metode ini antara lain bahwa guru hendaknya jangan membuat jarak terlalu tajam dengan siswa sebagai siswa senior yang selalu siap menjadi sumber atau konsultan yang bicara. Taraf akhir dari proses belajar mengajar menurut pandangan ini adalah self actualization seoptimal mungkin dari setiap anak didik.
e.    Pengorganisasian Kelompok Belajar
Memperhatikan berbagai cara pendekatan atau sistem belajar mengajar seperti diuraikan di atas, disarankan pengorganisasian kelompok belajar anak adalah sebagai berikut :
1.    N1 untuk peserta yang hanya seorang, metode yang diginakan adalah konsep belajar mengajar tutorial, pengajaran berprogram dan studi individual.
2.    N2-20 untuk kelompok kecil sekitar dua sampai dua puluh orang, meto9de belajarnya bisa diskusi atau seminar.
3.    N lebih dari 40 orang, kalau kelompok belajar melebihi 40 orang, pesertanya digabung, biasanya disebut audience. Metode belajarnya adalah ceramah atau kuliah.
3.3.    Implementasi Belajar Mengajar
Proses belajar mengajar adalah suatu aspek dari lingkungan sekolah yang diorganisasi. Lingkungan ini diatur serta diawasi agar kegiatan belajr mengajar terarah sesuai dengan tujuan pendidikan. Sehubungan dengan ini, job deskription guru dalam implementasi belajar mengajar adalah :
1.    Perencanaan Instruksional yaitu alat atau media untuk mengarahkan kegiatan-kegiatan oraganisasi belajar.
2.    Organisasi belajar yang merupakan usaha menciptakan wadah dan fasilitas-fasilitas atau lingkungan yang sesuai dengan kebutuhan yang mengandung kemungkingan terciptanya proses belajar mengajar.
3.    Menggerakan anak didik yang merupakan usaha memancing, membangkitkan dan mengarahkan motivasi belajar siswa. Penggerak atau motivasi di sini pada dasarnaya mempunyai makna lebih dari pemerintah, mengarahkan, mengaktualkan dan memimpin.
4.    Supervisi dan pengawasan, yaitu usaha mengawasi menunjang, membantu, menugaskan dan mengarahkan kegiatan belajar mengajar sesuai dengan perencanaan instruksional yang telah didasari sebelumnya.
5.    Penelitian yang lebih bersifat penafsiran (assessment) yang mengandung pengertian yang lebih luas dibandingkan dengan pengukuran atau evaluasi pendidikan.
Berbagai upaya diusahakan untuk menganalisis proses pengelolaan belajar mengajar ke dalam unsur-unsur komponen-komponen yang dimaksud adalah :
a.    Merencanakan, yaitu mempelajari masa mendatang dan menyusun rencana kerja.
b.    Mengorganisasi, yaitu membuat organisasi, usaha, mengajar, tenaga kerja dan bahan.
c.    Pengkoordinasikan, yaitu menyatukan dan mengkorelasikan semua kegiatan.
d.    Mengawasi, memeriksa agar segala sesuatu dikerjakan sesuai dengan peraturan yang digariskan dan instruktur-instruktur yang diberikan.
Tujuan pengajaran merupakan pangkal tolok ukur keberhasilan dalam pengajaran. Makin jelas rumusan tujuan makin mudah menyusun rencana dan mengimplementasikan kegiatan belajar mengajar dengan bimbingan guru.








BAB III
PENUTUP
3.1.    Kesimpulan
Dari pembahasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa : Belajar mengajar adalah suatu kegiatan yang bernilai edukatif (pendidikan). Karena itu, guna sebelum melakukan kegiatan belajar mengajar harus mempunyai suatu konsep strategi belajar mengajar, yang mana hal itu meliputi pengertian tentang strategi belajar mengajar, klasifikasi strategi belajar mengajar dan implementasi belajar mengajar.
A.    empat strategi dalam belajar mengajar, yaitu
1.    Mengidentifikasi dan menetapkan spesifikasi serta kualifikasi tingkah laku anak didik.
2.    Memilih sistem pendekatan belajar yang tepat
3.    Menetapkan prosedur, metode dan teknik yang tepat, dan
4.    Menetapkan norma, batas minimal dan kriteria penilaian terhadap anak didik.
B.    Klasifikasi strategi belajar mengajar terbagi atas :
1.    Konsep dasar strategi belajar mengajar
2.    Sasaran kegiatan belajar mengajar
3.    Belajar mengajar sebagai suatu sistem
4.    Hakikat proses belajar mengajar
5.    Entering behavior siswa
6.    Pola-pola belajar siswa.
7.    memilih sistem belajar,
C.    deskription guru dalam implementasi proses belajar mengajar adalah :
1.    Perencanaan instruksional
2.    Organisasi belajar
3.    Menggerakkan semangat siswa untuk belajar
4.    Melakukan supervisi dan pengawasan terhadap siswa, dan
5.    Melakukan penelitian demi kepentingan evaluasi pendidikan.












DAFTAR PUSTAKA

Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono, Psikologi Belajar, Rineka Cipta, Jakarta, Cetakan I, 1991
Muhammad Ali, Guru dalam Proses Belajar Mengajar, Sinar Baru, Bandung, Cetakan VIII, 1992
M. Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, Remaja Rosda Karya, Bandung, Cetakan V. 1991
Sudirman N, dkk, Ilmu Pendidikan, Remaja Rosda Karya, Bandung, Cetakan V, 1991
Syaiful Bahri Djamarah, Prestasi belajar dan Kompetensi Guru, Usaha Nasional, Surabaya, Cetakan I, 1994







pai 2, penetapan hukum pada atas tasyri’ dalam al-qur’an

BAB I
PENDAHULUAN

1.1.    Latar Belakang
Keistemewaan ajaran Islam daripada ajaran agama lainnya adalah sisi universalitasnya. Ajaran-ajaran samawi terdahulu, selalu ditujakan kepada kaum tertentu. Sedangkan ajaran Islam diturunkan untuk seluruh umat, baik manusia ataupun jin (kaffah li al-alamin). Telah dimaklumi, bahwa perundang-undangan manapun harus selaras dengan kondisi dan relevansi pihak yang dibebani undang-undang tersebut. Umat Nabi adam as bisa merasakan kelonggaran syari’at berupa kebolehan menikahi saudara sendiri, karena pada saat itu populasi manusia baru dari satu keturunan. Sedangkan umat Nabi Musa as harus merasakan ketatnya syariat, karena dalam menghadapi Bani Israel yang terkenal keras kepala, membutuhkan langkah-langkah preventif dengan menerapkan undang-undang yang sekiranya dapat membuat mereka jera. Sedangkan syari’at Nabi Muhammad saw (Islam) yang ditujukan untuk seluruh makhluk di dunia ini, baik manusia atau jin, tentunya harus membentuk undang-undang (syari’at) yang bisa diterima oleh semua kalangan. Untuk mewujudkan undang-undang tersebut, syari’at Islam memiliki prinsip-prinsip dasae agar dapat diterima oleh seluruh makhluk di segala zaman. Diantaranya:
Telah kita ketahui bersama bahwa sumber penetapan hukum di masa Nabi adalah Al-Qur'an dan Al-Sunnah. Dua hal tersebut merupakan rujukan tertinggi dalam berfatwa dan memutuskan suatu hukum. Namun setelah Nabi wafat dan Wahyu tidak turun lagi, maka kepemimpinan umat dalam urusan dunia dan agama, beralih ke tangan Khulafa al-Rasyidin dan pra sahabat yang terkemuka. Mereka itulah yang mulai memikul beban dan bangkit dengan tugas yang berat.
Dalam menjawab hukum persoalan yang baru, maka para sahabat terlebih dahulu merujuk ke Al-Qur'an, bila tidak ada disana, mereka berpindah ke Al-hadits dan setelah tidak ada al-hadits, maka para sahabat tersebut baru Berijtihad.
Setelah masa khalifah yang keempat berakhir, fase selanjutnya adalah zaman tabi’in yang pemerintahannya oleh dipimpin Bani Umayah. Pemerintahan ini didirikan oleh Mu’awiyah ibn Abi Supyan yang sebelumnya menjadi Gubernur Damaskus.

1.2.    Rumusan Masalah
1.    Bagaimana penetapan hukum atas tasyri’ dalam al-qur’an?
2.    Bagaimana Penetapan Hukum dan hukum sumber pada masa sahabat generasi pertama.

1.3.    Batasan pembahasan
1.    penetapan hukum atas tasyri’ dalam al-qur’an?
2.    Penetapan Hukum dan hukum sumber pada masa sahabat generasi pertama.
BAB II
PEMBAHASAN


1.    penetapan hukum pada atas tasyri’ dalam al-qur’an
syari’at Nabi Muhammad saw (Islam) yang ditujukan untuk seluruh makhluk di dunia ini, baik manusia atau jin, tentunya harus membentuk undang-undang (syari’at) yang bisa diterima oleh semua kalangan. Untuk mewujudkan undang-undang tersebut, syari’at Islam memiliki prinsip-prinsip dasae agar dapat diterima oleh seluruh makhluk di segala zaman. Diantaranya:
1.    Tidak Mempersulit (‘Adam al-Haraj)
Dalam menetapkan syariat Islam, al-Quran senantiasa memperhitungkan kemampuan manusia dalam melaksanaknnya. Itu diwujudkan dengan mamberikan kemudahan dan kelonggaran (tasamuh wa rukhsah) kepada mansusia, agar menerima ketetapan hukum dengan kesanggupan yang dimiliknya. Prinsip ini secara tegas disebutkan dalam a-Quran,
لا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلا وُسْعَهَا ….
Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya… (QS. Al-Baqarah: 286)
Al-Yatibi mengatakan bahwa kesanggupan manusia merupakan syari’at hukum mutlak dalam menerima ketetapan hukum syari’at. Ketetapan hukum yang tidak terjangkau oleh kemampuan manusia -melihat prinsip ini- tidak sah ditetapkan kepada manusia. Hal ini telah menjadi kesepakatan mayoritas ulama, baik dari kalangan Mu’tazilah (rasionalis) maupun sebagian pengikut Asy’ariah (Sunni tradisionalis).
Dalam menetapkan hukum, Allah swt. Senantiasa memperhitungkan kemampuan manusia dan memperhitungkan manfaat dan madlarat yang mungkin ditimbulkan sebagai konsekwensi logis fari pelaksanannya. Karena itu, Abu al-A’la al-Maududi menyebutkan, “Allah membuat undang-undang syari’at untuk mengharamkan sesuatu atas manusia yang membawa ekses negatif (madlarat) dan menghalalkan sesuatu yang mendatangkan dampak positif (manfa’at).
Namun bukan berarti dalam al-Quran tidak ada ketetapan hukum yang sulit dalam pelaksanaannya. Sebab menurut al-Syatibi, hukum sendiri merupakan beban, sehingga kesulitan umum yang biasa dialami masyarakat, misalnya sulit mencari nafkah, tidak termasuk dalam kategori ‘adam al-haraj diatas. Karena kesulitan yang sifatnya seperti itu tidak lain timbul dari kemalasan atau belum adanya keberuntungan saja.
Disinilah pentingnya pembedaan antara musyaqqah (kesulitan) ditinjau dari kacamata syari’at dan musyaqqah menurut kebiasaan umum. Sebab musyaqqah versi masyarakat seringakli dijadikan dalih untuk meremehkan kewajiban agama, sikap mencari-cari kemudahan dalam bearamal.
2.    Mengurangi Beban (Taqlil al-Taklif)
Prinsip kedua ini merupakan langkah prenventif (penanggulangan) terhadap mukallaf dari pengurangan atau penambahan dalam kewajiban agama. Al-Quran tidak memberikan hukum kepada mukallaf agar ia menambahi atau menguranginya, meskipun hal itu mungkin dianggap wajar menurut kacamata sosial. Hal ini guna memperingan dan menjaga nilai-nilai kemaslahatan manusia pada umumnya, agar tercipta suatu pelaksanaan hukum tanpa ddasari parasaan terbebani yang berujung pada kesulitan.
Umat manusia tidak diperintahkan untuk mencari-cari sesuatu yang justru akan memperberat diri sendiri. Allah swt. Berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَسْأَلُوا عَنْ أَشْيَاءَ إِنْ تُبْدَ لَكُمْ تَسُؤْكُمْ وَإِنْ تَسْأَلُوا عَنْهَا حِينَ يُنَزَّلُ الْقُرْآنُ تُبْدَ لَكُمْ عَفَا اللَّهُ عَنْهَا وَاللَّهُ غَفُورٌ حَلِيمٌ    
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian menanyakan (kepada Nabimu) hal-hal yang jika diterangkan kepada kalian, niscaya akan menyusahkan kalian....(QS. al-Maidah: 101)
Sebagian riwayat menjelaskan bahwa kronologi turunnya ayat ini adalah ketika Nabi sedang berpidato di hadapan umatnya, tiba-tiba seorang diantara mereka bertanya, “Siapakah bapakku?”. “Si Fulan!” Jawab Nabi. Ada pula yang bertanya, “Siapakah nama ayahku?” atau “Di mana untaku?” kemudian turunlah ayat di atas sebagai teguran atas pertanyaan-pertanyaan yang tidak perlu. Bahkan mungkin bisa menyusahkan si penanya sendiri. Karena, jawaban yang akan ia terima merupakan baban dari si penanya sendiri. Padahal prinsip agama adalah pengurangan terhadap beban. (taqlil al-taklif).
Dengan demikian dapat dipahami bahwa Nabi ketika menerima ayat al-Quran menafsirkan sesuai kebutuhan masyarakat pada saat tiu. Sedangkan yang tidak dibutuhkan didiamkan saja, dengan maksud nantinya ayat-ayat tersebut dapat ditafsiri sesuai dengan kondisi dan situasi yang terjadi di masyarakat pada masa yang akan datang. Prinsip ini telah disebutkan dalam hadits, “Sesungguhnya Allah telah menetapkan beberapa kewajiban, maka janganlah kalian menyia-nyiakannya. Dan dia telah menetapkan ketentuan-ketentuan, maka janganlah kalian melampauinya. Dia juga telah mengharamkan beberapa hal, maka janganlah kalian merusaknya, serta telah mendiamkan beberapa hal sebagai rahmat buat kalian, bukan karena lupa, maka janganlah kalian membicaraknnya.”
3.    Penetapan Hukum secara Periodik
Al-quran merupakan kitab suci yang dalam prosesi tasri’ sangat memperhatikan berbagai aspek, baik natural, spiritual, kultural, maupun sosial uamt. Dalam menetapkan hukum, al-Quran selalu mempertimbangkan, apakah mental spiritual manusia telah siap untuk menerima ketentuan yang akan dibebankan kepadanya?. Hal ini terkait erat dengan prinsip kesua, yakni tidak memberatkan umat. Karena itulah, hukum syariat dalam al-Quran tidak diturunkan secara serta merta dengan format yang final, melainkan secara bertahap, dengan maksud agar umat tidak merasa terkejut dengan syariat yang tiba-tiba. Karenanya, wahyu al-Quran senantiasa turun sesuai dengan kondisi dan realita yang terjadi pada waktu itu. Untuk lebih jelasnya, berikut ini akan kami kemukakan tiga periode tasryi’ al-Quran;
Pertama, mendiamkan, yakni ketika al-Quran hendak melarang sesuatu, maka sebelumnya tidak menetapkan hukum apa-apa tapi memberikan contoh yang sebaliknya. Sebagai contoh, untuk menetapkan keharaman minuman khamr. Sebagai langkah pertama, yang dilakukan syari’ (Nabi Muhammaf saw) adalah mendiamkan kebiasaan buruk, akan tetapi Nabi sendiri menghindarinya.
Kedua, menyinggung manfat ataupun madlaratnya secara global. Dalam contoh khamr di atas, sebagai langkah kedua, turun ayat yang menerangkan tentang manfaat dan madlarat minum khamr. Dalam ayat tersebut, Allah menunjukkan bahwa efek sampingnya lbih besar daripada kemanfaatannya (QS. Al-Baqarah: 219) yang kemudian segera disusul dengan menyinggung efek khamr bagi pelaksanaan ibadah (al-Nisa: 43)
Ketiga, menetapkan hukum tegas. Dalam contoh tersebut, Syari’ (Allah dan Rasul-Nya) menetapkan hukum haram minum khamr secara tegas, sebagai langkah yang paling akhir (QS.al-Maidah: 90)
Demikian juga dalam menetapkan hukum yang bersifat perintah. Kewajiban shalat misalnya. Tahap pertama terjadi permulaan Islam (di Mekah), di saat umat Islam banyak menuai siksaan dan penindasan dari penduduk Mekah, kewajiban shalat hanya dua raka’at, yaitu pada pagi dan sore. Itu pun dilakukan secara sembunyi-sembunyi, kahawatir terjadi penghinaan yang semakin menjadi-jadi dari suku Qurasy. Sebagaimana disebutkan dalam surat Qaf: 39
فَاصْبِرْ عَلَى مَا يَقُولُونَ وَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ قَبْلَ طُلُوعِ الشَّمْسِ وَقَبْلَ الْغُرُوبِ
“Maka bersabarlah kamu terhadap apa yang mereka katakan dan bertasbihlah (shalatlah) sambil memuji Tuhanmu sebelum terbit matahari dan sebelum terbenam(nya)”
Lalu surat al-Mu’min: 55
فَاصْبِرْ إِنَّ وَعْدَ اللَّهِ حَقٌّ وَاسْتَغْفِرْ لِذَنْبِكَ وَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ بِالْعَشِيِّ وَالإبْكَارِ
“Maka bersabarlah kamu, karena Sesungguhnya janji Allah itu benar, dan mohonlah ampunan untuk dosamu dan bertasbihlah (shalatlah) seraya memuji Tuhanmu pada waktu petang dan pagi”
Ketika penderitaan umat telah menyurut dengan dicabutnya pemboikotan atas Bani Hasyim, dumulailah tahap kedua pelaksanaan shalat. Hal itu dimulai setelah peristiwa Isra’ dan Mi’raj dimana Nabi membawa perintah dari Allah swt. Untuk melaksanakan shalat lima waktu. Dalam hal ini Nabi bersabda, “Pada Malam Isra’ Allah swt, mewajibkan kepada umatku lima puluh shalat. Tak henti-hentinya aku meminta keringanan, hingga kemudian kewajiban itu menjadi lima (kali) dalam sehari semalam.
Perintah dalam ayat tersebut kemudian dijabarkan secara jelas oleh Nabi sebagai kewajiban shalat lima waktu, sebagaimana perintah Nabi ketika mengutus Mu’adz ibn Jabal ke Yaman, “Kabarkan kepada mereka (penduduk Yaman), bahwasannya Allah swt telah mewajibkan kepada mereka shalat lima waktu dalam sehari semalam.” Akkhirnya ketika umat Islam telah mulai merasakan ketenangan di negeri baru mereka, Madinah, turunlah kewajiban-kewajiban yang sifatnya lebih terperinci, yaitu dimulai dengan syarat-syarat shalat berupa wudlu dan tayamum (QS. Al-Maidah: 6), serta rukun-rukn (teknis) pelaksanaan shalat. Teknis pelaksanaan shalat sendiri merupakan cara yang diajarkan oleh Nabi saw. Beliau bersabda, “Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku shalat.
4.    Sejalan dengan Kemaslahatan Universal
Manusia adalah obyek dan subyek legislasi hukum al-Quran. Seluruh hukum yang terdapat dalam al-Quran diperuntukkan demi kepentingan dan perbaikan kehidupan umat, baik mengenai jiwa, akal, keturunan, gama, maupun pengelolaan harta benda, sehingga penerapan hukumnya al-Quran senantiasa memperhitungkan lima kemaslahatan, di situlah terdapat syariat Islam.
Islam bukan hanya doktrin belaka yang identik dengan pembebanan, tetapi juga ajaran yang bertujuan untuk menyejahterakan manusia. Karenanya, segala sesuatu yang ada di mayapada ini merupakan fasilitas yang berguna bagi manusia dalam memenuhi kebutuhannya. ‘Abd al-Wahab Khalaf berkata, “Dalam membentuk hukum, Syari’ (Allah dan Rasul-Nya) selalu membuat illat (ratio logis) yang berkaitan dengan kemaslahatan manusia, juga menunjukkan bebrapa buktu bahwa tujuan legislasi hukum tersebut untuk mewujudkan kemaslahatan manusia. Di samping itu, Syar’I menetapkan hukum-hukum itu sejalan dengan tiadanya illat yang mengiringinya. Oleh karena itu, Allah mensyariatkan sebagian hukum kemudian merevisinya karena ada kemaslahatan yang sebanding dengan hukum tersebut.
5.    Persamaan dan Keadilan (al-Musawah wa al-Adalah)
Persamaan hak di muka adalah salah satu prinsip utama syariat Islam, baik yang berkaitan dengan ibadah atau muamalah. Persamaan hak tersebut tidak hanya berlaku bagi umat Islam, tatpi juga bagi seluruh agama. Mereka diberi hak untuk memutuskan hukum sesuai dengan ajaran masing-masing, kecuali kalau mereka dengan sukarela meminta keputusan hukum sesuai hukum Islam.
Penyamarataan hak di atas berimplikasi pada keadilan yang seringakli didengungkan al-Quran dalam menetapkan hukum,
وَإِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ أَنْ تَحْكُمُوا بِالْعَدْلِ…
… Dan apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia, supaya kamu menetapkan dengan adil.... (QS. Al-Nisa: 58)
Prinsip persamaan hak dan keadilan adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan dalam menetapkan hukum Islam. Keduanya harus diwujudkan demi pemeliharaan martabat manusia (basyariyah insaniyah)

2.2.    Penetapan Hukum Pada Masa Sahabat
Perkembangan Tasri’ pada masa sahabat dimulai sejak wafatnya Rasulullah saw yaitu tahun 11 H (632 M) dan berakhir pada akhir abad 1 H. Pada periode ini disebut periode sahabat sebab kekuasaan perundang-undangan dimotori oleh para tokoh sahabat. Diantara ada sahabat yang hidup sampai akhir abad 1 H seperti Anas bin Malik yang wafat pada tahun 93 H (714 M).
Periode ini adalah periode interpretasi terhadap Undang-undang (tasyri’) dan terbukanya pintu-pintu pengakajian hukum-hukum terhadap peristiwa yang ada ketetapan hukumnya secara jelas. Dan tokoh-tokoh sahabat memunculkan banyak persepsi dalam menginterpretasi teks-teks hukum dalam Al-Qur'an dan sunnah yang merupakan bahan referensi pandangan yuridis bagi penafsiran. Dari para sahabat inilah timbul fatwa-fatwa hukum dalam berbagai problema yang tidak ada ketetapan nasnya secara jelas yang kemudian dianggap sebagai dasar dalam berijtihad dalam mengistimbatkan suatu hukum. (Khalaf, 2002: 44)
1.    Pemegang Kekuasaan Tasyri’ Pada Periode Sahabat
Pada periode Tasyri’ yang pertama (Rasulullah saw) yang telah mewariskan kepada umat Islam suatu undang-undang yang produknya dari teks-teks hukum dalam Al-Qur'an dan sunnah. Tetapi, tidak setiap muslim secara individu mampu merujukkan seluruh persoalannya kepada materi undang-undang pokok tersebut bahkan tidak sanggup memahami hukum-hukum yang ditunjuki nas-nas disebabkan oleh 3 faktor:
a.    Kebanyakan umat Islam adalah orang awam yang belum mampu memahami nas-nas tersebut kecuali dengan bantuan orang-orang yang mengajarkan kepadanya.
b.    Materi undang-undang tersebut belum tersebar luas dikalangan umat Islam sehingga setiap individu belum dapat mempelajarinya, sebab teks Al-Qur'an pada awal periode ini baru dihimpun dalam lembaran-lembaran khusus yang disimpan di rumah kediaman Rasulullah saw dan di rumah sebagian sahabat-sahabatnya, dan sunnah pun belum dikodifikasikan sama sekali.
c.    Materi undang-undang hanya mensyariatkan hukum-hukum tentang berbagai peristiwa dan urusan-urusan peradilan yang terjadi itu dan belum mensyariatkan hukum-hukum tentang peristiwa yang belum dan yang mungkin akan terjadi. Sementara umat Islam terus menerus akan dihadapkan oleh sejumlah kebutuhan hukum tentang kejadian baru serta urusan peradilan yang belum pernah terjadi pada masa Nabi saw, dan ketetapan hukumnya pun belum ada dirumuskan dalam nas-nas.
Sehubungan dengan hal tersebut diatas, maka para ulama dari kalangan sahabat dan tokoh-tokoh nya berkewajiban menegakkan Tasyri’ itu. Kewajiban tersebut berupa:
a.    Menjelaskan kepada umat Islam tentang persoalan-persoalan yang membutuhkan penjelasan dan interpretasi dari teks-teks hukum dalam Al-Qur'an dan sunnah.
b.    Menyebarluaskan di kalangan umat Islam tentang hal-hal yang mereka hafal dari ayat-ayat Al-Qur'an dan hadits-hadits Rasulullah saw.
c.    Menfatwakan kepada masyarakat tentang peristiwa-peristiwa hukum dan urusan-urusan peradilan yang belum ada ketetapan hukumnya. (Khallaf, 2002: 44-45)
2.    Sumber Hukum Pada Masa Sahabat
Adapun sumber hukum dalam penetapan hukum pada periode sahabat ini ada 3 (tiga) yaitu sebagai berikut:
1.    Al-Qur'an
2.    Sunnah
3.    Ijtihad Sahabat
Apabila terjadi suatu peristiwa baru atau persengketaan, maka para ahli Fatwa mencari ketetapan hukumnya dalam Al-Qur'an. Apabila mereka mendapatkan ketetapan hukumnya di dalam nas Al-Qur'an itu, mereka menerapkan hukum tersebut. Akan tetapi, apabila mereka tidak mendapatkan ketetapan hukumnya dalam Al-Qur'an, maka mereka mencari keterangan dalam sunnah. Dan kalau keterangan tentang ketetapan hukumnya itu terdapat dalam sunnah, maka mereka melaksanakan hukum tersebut.
Selanjutnya apabila mereka dalam menetapkan hukum tidak mendapatkan keterangan baik dalam Al-Qur'an ataupun dalam sunnah, maka mereka menempuh langkah dengan Ijtihad untuk menetapkan hukumnya dengan cara menganalogikan (mengqiyaskan) terhadap peristiwa yang baru itu dengan peristiwa yang sudah ada ketetapan hukumnya atau dengan sesuatu yang dikehendaki oleh jiwa dan semangat tasyri’ Islam serta berdasar atas pertimbangan kemaslahatan umat manusia.
Adapun dasar argumentasi yang menjadikan ijtihad sahabat merupakan bagian dari sumber hukum adalah:
a.    Mereka ikut menyaksikan tindakan dan sikap Rasulullah saw. Ketika menggunakan kekuatan ijtihadnya disaat Wahyu tidak turun kepadanya pada saat ada problematika yang muncul di kalangan umat Islam.
b.    Bahwa mereka memahami berdasarkan adanya penyebutan illat pada sebagian ayat-ayat hukum dalam Al-Qur'an dan sunnah sehingga dengan konteks demikian, mereka memahami bahwa tujuan penetapan hukum dalam Al-Qur'an dan sunnah adalah untuk kemaslahatan umat.
4.    Berbagai Keputusan Hukum Periode Sahabat
a.    Memerangi orang yang tidak mau membayar zakat pada masa Abu Bakar yang merupakan khalifah pertama.
b.    Pembagian Harta rampasan perang yang terjadi pada masa Abu Bakar dan Umar bin Khattab.
c.    Satu orang dibunuh beberapa orang, yang terjadi pada masa pemerintahan Umar bin Khattab.
d.    Hukuman diyat karena pengampunan salah seorang wali, juga yang terjadi pada masa Umar bin Khattab.
e.    Pernikahan seorang wanita yang sedang dalam Iddah.
f.    Bagian zakat orang muallaf.
g.    Mushaf Utsmani, yang terjadi pada masa pemerintahan Utsman bin Affan, (Zuhri, 1996: 37-44)


BAB III
PENUTUP

3.1.    Kesimpulan
Dari beberapa penjelasan yang sangat singkat diatas maka dapat kami simpulkan bahwa:
1.    Perkembangan Tasyri’ pada masa Khulafaurrasyidin dimulai sejak wafatnya Rasulullah saw yaitu tahun 11 H (632 M) dan berakhir pada akhir abad 1 H.
2.    Adapun sumber dari penetapan hukum pada masa sahabat adalah:
a.    Al-Qur'an yang merupakan sumber hukum yang tertinggi
b.    Sunnah/Hadits Rasulullah saw.
c.    Ijtihad sahabat
3.    Para sahabat dalam menetapkan suatu hukum sering terjadi perbedaan diantara para sahabat-sahabat itu sendiri.
4.    Pertumbuhan dan perkembangan hukum Islam pada masa tabiin ini banyak diwarnai dengan unsur-unsur kepentingan politik. Ini bisa dilihat dari banyaknya hukum-hukum yang hanya menguntungkan segelintir golongan saja.

DAFTAR PUSTAKA


Muhammad Ali As-Soayis, Sekh, Pertumbuhan dan perkembangan Hukum Fiqh, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1995.
Abdul Wahab Khallaf, Sejarah Pembentukan dan perkembangan Hukum Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001.
M. Ali Hasan,1997,Prbandingan Mazhab Fiqih, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 
Al-Bazdawi, Usul ad-Din, Kairo: ‘Isa al-Babi al-Halabi, 1963.
Mas’ud, Abdurrahman, Intelektual Pesantren Perhelatan Agama dan Tradisi, Yogyakarta: LKiS, 2004.
Jalaluddin Rahmat, Tinjauan Kritis Atas Sejarah Fiqh, Artikel yayasan Paramadina,
Muhammad Nawawi ibn ‘Umar al-Jawi, Fath al-Majid, Semarang: al-Alawiyah, t.th.

pai 2, Pengertian Tarikh Tasyri', macam-macam dan Urgensi dan Kegunaan Mempelajari Tarikh Tasri’

BAB I
PENDAHULUAN
1.1.    Latar Belakang
Islam memiliki banyak ilmu yang sangat menarik untuk dikaji, salah satunya yakni fiqih Islam. Dalam fiqih Islam materi-materinya diambil dari al-Qur'an al-Karim, sabda-sabda dan perbuatan Rasulullah SAW yang menjelaskan al-Qur'an dan menerangkan maksud-maksudnya. Itulah yang dikenal dengan as-Sunnah. Selain itu fiqih Islam juga mengambil materi dari pendapat para fuqaha'. Pendapat-pendapat itu meskipun bersandar kepada al- Qur'an dan as-Sunnah namun merupakan hasil pemikiran yang telah terpengaruh oleh pengaruh yang berbeda-beda sesuai dengan masa yang dialami dan pembawaan-pembawaan jiwa (naluri) bagi setiap faqih.
Perkembangan Hukum Islam tidak dapat dipungkiri dewasa ini, hal ini disebabkan semakin berkembangnya pengetahuan dan tekhnologi sehingga syariat Islam senantiasa berkesusaian dengan perkembangan zaman tersebut. Tidak dapat dipungkiri pula bahwa perkembangan tersebut merupakan salahsatu faktor penyebab perbedaan pendapat diantara kalangan para ahli dalm bidangnya, dan tidak jarang pula saling menghujat dan saling menjatuhkan untuk sebuah pendapat yang diyakininya.
Berdasarkan hal tersebut, maka dengan memahami secara mendalam dan kaaffah tentang hukum Islam setidaknya akan mengurangi bahkan meniadakan pertentangan yang dapat memecah belah persatuan umat Islam, karena memang perbedaan pendapat adalah rahmat dan perpecahan akan membawa kepada murka Allah dan akan memudahkan umat Islam diadu domba oleh kalangan yang tidak senang terhadap Islam yakni umat Yahudi dan Nashroni.

1.2.    Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1.    Apa Pengertian Tarikh Tasyri'?
2.    Seperti apa Ruang Lingkup Tarikh Tasyri' dan seperti apa Pendapat Para Tokoh Islam?
3.    Apa saja Macam-macam Tasyri'?
4.    Apa Urgensi dan Kegunaan Mempelajari Tarikh Tasri’?

1.3.    Batasan Pembahasan
Dari rumusan masalah diatas, maka dapat dibatasi dari pembahasan sebagai berikut:
1.    Apa Pengertian Tarikh Tasyri'?
2.    Seperti apa Ruang Lingkup Tarikh Tasyri' dan seperti apa Pendapat Para Tokoh Islam?
3.    Apa saja Macam-macam Tasyri'?
4.    Apa Urgensi dan Kegunaan Mempelajari Tarikh Tasri’?
BAB II
PEMBAHASAN

2.1.    Pengertian Tarikh Tasyri'
Pengertian Tarikh Tasyri' secara bahasa berasal dari kata Tarikh yang artinya catatan tentang perhitungan tanggal, hari, bulan dan tahun. Lebih populer dan sederhana diartikan sebagai sejarah atau riwayat. Serta dari kata syariah adalah peraturan atau ketentuan-ketentuan yang ditetapkan (diwahyukan) oleh Allah kepada Nabi Muhammad saw untuk manusia yang mencakup tiga bidang, yaitu keyakinan (aturan-aturan yang berkaitan dengan aqidah), perbuatan (ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan tindakan hukum seseorang) dan akhlak (tentang nilai baik dan buruk).
Tarikh Tasyri' memiliki banyak pengertian yang disebutkan oleh beberapa tokoh Islam diantaranya yaitu :
Tarikh al-Tasyri’ menurut Muhammad Ali al-sayis adalah “Ilmu yang membahas keadaan hukum Islam pada masa kerasulan (Rasulullah SAW masih hidup) dan sesudahnya dengan periodisasi munculnya hukum serta hal-hal yang berkaitan dengannya, (membahas) keadaan fuqaha dan mujtahid dalam merumuskan hukum-hukum tersebut”.
Tasyri’ adalah bermakna legislation, enactment of law, artinya penetapan undang-undang dalam agama Islam.
2.2.    Ruang Lingkup dan Pendapat Para Tokoh Islam
Ruang lingkup Tarikh Tasyri' terbatas pada keadaan perundang-undangan Islam dari zaman ke zaman yang dimulai dari zaman Nabi SAW sampai zaman berikutnya, yang ditinjau dari sudut pertumbuhan perundang-undangan Islam, termasuk didalamnya hal-hal yang menghambat dan mendukungnya serta biografi sarjana-sarjana fiqh yang banyak mengarahkan pemikirannya dalam upaya menetapkan perundang-undangan Islam.
Namun bagi Kamil Musa dalam kitab al-Madhkal ila Tarikh at-Tasyri' al-Islami, mengatakan bahwa Tarikh Tasyri' tidak terbatas pada sejarah pembentukan al Qur'an dan As-Sunnah. Ia juga mencakup pemikiran, gagasan dan ijtihad ulama pada waktu atau kurun tertentu. Diantara ruang lingkup Tarikh Tasyri', adalah :
1.    Ibadah
Bagian ini membicarakan tentang hubungan antara manusia dengan Tuhannya. Hukum-hukum yang berhubungan dengan lapangan ibadah bersumber pada nash-nash dari syara' tanpa tergantung pemahaman maksudnya atau alasan-alasannya. Hukum-hukum tersebut bersifat abadi dengan tidak terpengaruh oleh perbedaan lingkungan dan zaman.
2.    Hukum Keluarga
Hukum keluarga ini meliputi: pernikahan, warisan, wasiat dan wakaf.
3.    Hukum Privat
Hukum Privat disini adalah apa yang biasa disebut dikalangan fuqoha dengan nama fiqh Mu'amalat-kebendaan atau hukum sipil (al Qonunul-madani). Hukum ini berisi pembicaraan tentang hak-hak manusia dalam hubungannya satu sama lain, seperti haknya si penjual untuk menerima uang harga dari si pembeli dan haknya si pembeli untuk menerima barang yang dibelinya, dan sebagainya.
4.    Hukum Pidana
   Hukum pidana Islam ialah kumpulan aturan yang mengatur cara melindungi dan menjaga keselamatan hak-hak dan kepentingan masyarakat (negara) dan anggota-anggotanya dari perbuatan-perbuatan yang tidak dibenarkan. Para fuqoha Islam membicarakan lapangan hukum pidana dalam bab "Jinayat" atau "Huud".
5.    Siyasah Syar'iyyah
Siyasah Syar'iyyah ialah hubungan antara negara dan pemerintahan Islam, teori-teori tentang timbulnya negara dan syarat-syarat diadakannya, serta kewajiban-kewajibannya. Hubungan antara rakyat dengan penguasa dalam berbagai lapangan hidup.
6.    Hukum Internasional
Hukum ini ada dua, yaitu pertama hukum perdata internasional ialah kumpulan aturan-aturan yang menerangkan hukum mana yang berlaku, dari dua hukum atau lebih, apabila ada dua unsur orang asing dalam suatu persoalan hukum, seperti orang Indonesia hendak menikah dengan orang Jepang dan perkawinan dilakukan di Amerika. Kedua hukum publik internasional, lapangan hukum ini mengatur antara negara Islam dengan negara lain atau antara negara Islam dengan warga negara lain, bukan dalam lapangan keperdataan.

2.3.    Macam-macam Tasyri'
 Secara umum Tasyri' dibagi menjadi dua, yaitu dilihat dari al-tasyri al-Islam min jihad al-nash yaitu dilihat dari sumbernya dan dari al-tasyri’ al-Islami min jihad al-tawasuh wa al-syumuliyah, yaitu dilihat dari sudut keluasan dan kandungan Tasyri'. Ditinjau dari sudut sumbernya dibentuk pada periode Rasulullah SAW, yakni al-Qur'an dan Sunnah.
Para fuqaha' (muslim jurists) dan sarjana-sarjana modern setuju bahwa al-Qur'an terdiri dari sekitar 500 ayat hukum. Jika dibandingkan dengan keseluruhan materi al-Qur'an, ayat-ayat hukum sangatlah kecil, dan hal itu memberi kesan yang salah bahwa al-Qur'an memperhatikan aspek-aspek hukum karena kebetulan belaka. Pada saat yang sama, banyak dicatat oleh para ahli Islam bahwa al-Qur'an seringkali mengulang-ulang baik secara tematis maupun harfiah.
Gerakan Tasyri kedua yamg dilihat dari kekuatan dan kandunganya mencakup ijtihad sahabat, tabi’in  dan ulama sesudahnya. Tasyri tipe kedua ini  dalam andangan Umar Sulaiman al- Asyqar dapat dibedakan menjadi dua bidang. Pertama bidang ibadah kedua bidang muamalat. Dalam bidang ibadah, Fiqh dibagi menjadi beberapa topik, yaitu: “taharah, salat, zakat, puasa i’ tikad, merawat jenazah, jumrah, sumpah, nazar, jihad, makanan, minuman, kurban, dam sembelihan”.
Bidang muamalat di bagi menjadi beberapa topik, diantaranya perkawinan dan perceraian, uqubat (hudud, qishas, dan ta’zir), jual beli, bagi hasil(qiradl), gadai, musyaqah, muzara’ah, upah, sewa, memindahkan hutang (hiwallah), syuf’ah wakalah, pinjam meminjam(arriyah), barang titipan, luqathah (barang temuan), jaminan (kafalah), sayembara (fi’alah), perseroan  (syirkhah), peradilan, waqaf, hibah, penahanan dan pemeliharaan (al- hajr), wasiat dan faraid (pembagia harta warisan).
Akan tetapi ulama Hanafiah seperti Ibnu Abiddin berbeda pendapat dalam pembagian fiqh. Dia membagi fiqh menjadi tiga bagian, yaitu ibadah, muamalat dan uqubat. Cakupan fiqh ibadah dalam pandangan mereka adalah shalat, zakat, puasa, haji dan jihad. Cakupan fiqh muamalat adalah petukaran harta seperti jual beli, titipan, pinjam meminjam,perkawinan, mukhasammah (gugatan), saksi, hakim dan bersifat duniawi (muamallat), Fiqh yang berhubungan denngan masalah keluarga peradilan, sedangkan cakupan fiqh uqubat dalam pandangan ulama Hanafiah adalah qishas, sanksi pencurian, sanksi zina, sanksi menuduh zina dan sanksi murtad.


2.4.    Urgensi dan Kegunaan Mempelajari Tarikh Tasri’
a.    Mengetahui prinsip dan tujuan syari’at Islam
Melalui kajian tarikh tasyri’ kita dapat mengetahui prinsip dan tujuan syariat Islam. Dimana tujuan dari syariat Islam adalah untuk menjaga harkat dan martabat seorang muslim dan sebagai pembeda atau identitas seorang muslim dibandingkan dengan penganut agam yang lainnya.
Prinsip syari’at Islam yang senantiasa mengedepankan unsure keadilan dan kasih saying merupakan bagian yang tak dapat dipisahkan dalah kehidupan dan manifestasi hukums Islam, dan tentunya melalui pemahaman secara mendalam terhadap tarikh tasyri’ akan menumbulkan sikap toleransi dan memandang setiap orang dengan pandangan yang sama karena memang yang peling mulia disisi Allah Swt. Hanyalah yang dianugerahkan ketaqwaan dan menjadi keunggulan dari umat lainnya.
b.    Pemahaman terhadap Islam yang komprehensif
Melalui kajian tarikh tasyri’ kita dapat mengetahui kesempurnaan dan syumuliyah (integralitas) ajaran Islam terhadap seluruh aspek kehidupan yang tercermin dalam peradaban umat yang agung terutama di masa kejayaannya. Bahwa penerapan syariat Islam berarti perhatian dan kepedulian negara dan masyarakat terhadap pendidikan, ilmu pengetahuan, ekonomi, akhlaq, aqidah, hubungan sosial, sangsi hukum, dan aspek-aspek lainnya. Dengan demikian adalah keliru jika ada persepsi bahwa syariat Islam hanyalah berisi hukum pidana seperti qishash, rajam, dan sejenisnya.
Islam bukan sekedar doktrin, bukan sekedar ibadah dan penghambaan, tapi Islam bersifat holistic dan universal serta sesuai dengan perkembangan dan keadaan zaman. Jika saat ini masih ada pemisahan dalam kajian hokum Islam dengan Negara misalkan, maka itulah yang disebut dengan Liberal. Karenanya Imam Asy-Syahid Hasan Al-Banna mengatakan bahwa Islam adalah doktrin ibadah, Islam adalah ekonomi, Islam adalah pedang dan Jihad, Islam adalah metode dan strategi politik dan Islam yang menjamin kehidupan kesejahteraan masayarakt. Jika Islam hanya dipandang dari satu sudut atau satu sisi tertentu maka dapat dikatakan bahwa ia masih mengkotak-kotakan tentang pemahaman keislamannya karena Allah Swt. Memberikan perintah kepada ummatnya untuk masuk kedalam agama ini secara kaaffah (totalitas) dan tidak setengah-setengah.
c.    Sebagai bentuk penghargaan atas jasa para ulama
Melalui kajian tarikh tasyri’ kita dapat menghargai usaha dan jasa para ulama, mulai dari para sahabat Rasulullah saw hingga para imam dan murid-murid mereka dalam mengisi khazanah ilmu dan peradaban kaum muslimin. Semua itu mereka ambil dari cahaya kenabian yang dibawa oleh Rasulullah saw.
Para ulama terdahulu mencurahkan kehidupan mereka untuk perkembangan kelimuan Islam, tidak hanya sebatas ilmu yang bersifat qauliyah akan tetapi juga ilmu kauniyah. Banyak kita saksikan dalam literature sejarah, para tokoh muslim terfahulu tidak hanya ahli dalam bidang Al-Qur’an dan Hadits, tapi ia juga seorang yang ahli filsafat, ahli kedokteran, ahli astronomi dan pula ahli sejarah. Oleh krena itu dengan kita memahami tarikh tasyri’ adalah manifestasi kita terhadap jasa dan peran penting mereka dalam mengembangkan hokum Islam dari waktu ke waktu agar Islam disegani, tidak hanya sebagai agam yang menunjukan penundukan terhadap Allah Swt. Akan tetapi sebagai solusi dalam setiap permasalahan yang terjadi, karena memangs Islam adalah agama masa depan.
d.    Menumbuhkan rasa bangga terhadap syaria’at Islam
Melalui kajian ini akan tumbuh dalam diri kita kebanggaan terhadap Syariat Islam, rasa bangga itu muncul karena memahami bahwa syariat Islam adalah satu-satunya jalan yang akan menyelamatkan umat manusia dari jurang kemurkaan Allah Swt. Serta syari’at Islamlah yang menjadi standar baik dan buruk serta menjadi tolak ukur dalam setiap langkah dan pergerakan umat Islam.
Serta yang tidak kalah penting pula nagaimana kita memberikan pemahaman dan mewariskan sikap kebanggan akan syari’at Islam ini kepada generasi selanjutnya. Karena kita ketahui bersama bahwa kalangan Yahudi dan Nashroni melalui propagandanya akan terus menerus menyerang pemikiran serta membelokan pandangan generasi muda kepada pandangan yang menyesatkan sehingga rapuhlah generasi pelanjut kejayaan Islam ini. Adalah sebauh keniscayaan untuk tetap mewujudkan serta menanamkan kepada generasi muda bahwa syari’at Islam ini perlu diwujudkan dengan mulai dari diri sendiri, mulai dari yang terkecil dan mulai dari saat ini.
e.    Menumbuhkan motivasi dan optimisme untuk mengembalikan kejayaan Islam.
Motivasi dan optimisme untuk kelangsungan syari’at bisa tegak dimuka bumi bukanlah impian belaka dan bukan pula hanya sebuah wacana. Karena melalui pendalam kajian umat Islam terhadap tarikh tasri’ ini akan menyulut api semangat bahwa Islam mengalami kejayaan yang geilang, pernah melewati masa keemasan yang menjadi pusat dan tolak ukur dalam membangun peradaban dan kebudayaan, dimana Islam dengan syari’atnya telah mebangun manusia-manusia yang unggul dalam segala aspek kehidupan dan menjadin referensi utama dalam kajian keilmuan.
Optimisme akan kejayaan Islam dan syariat Islam menjadi payung dan landasan dalam setiap memutuskan permasalah adalah sikap mulia yang perlu dan tetap ditanmakan dalam jiwa setiap umat Islam. Karena keyakinan tersebut akan memulihkan Islam dari keterpurukan dan menumbulkan ghiroh untuk melakukan yang terbaik dalam rangka tegaknya Syari’at Islam dimuka bumi ini dalam satu kepemimpinan, dalam satu komando dalam dalam satu visi dan misi yang sama dibawah naungan panji Al-Qur’an. Yang menjadikan Allah ‘Azza Wajalla sebagai tujuan, Muhammad Saw. Sebagai suri teladan, Al-Qur’an sebagai Undang-undang, Jihad sebagai jalan perjuangan dan Syahid sebagai cita-cita tertinggi.
f.    Melahirkan sikap toleran terhadap perbedaan diantara umat Islam
Sikap tasamuh atau toleransi terhadap perbedaan faham atau lebih tepatnya perbedaan tatacara ibadah yang merupakan furu’iah bagi ummat Islam seharusnya tidaklah menjadikan konflik yang akan mengakibatkan pecahnya semangat persatuan dan kesatuan umat Islam jika memahami secara mendalam tentang tarkh tasyri’ ini. Karena telah dijelaskan diatas bahwa fiqih merupakan produk ulama yang cenderung kepada kebenaran, artinya bukanlah kebenaran yang absolute tetapi pula tidak salah.
Pemahaman terhadap tarikh tasyri’ akan melahirkan sikap toleran dan saling menghormati serta saling menghargai terhadap perbedaan pendapat, perbendaan pemahaman dan pandangan selama pemahaman tersebut berdasarkan pada Penafsiran Al-Qur’an dan Hadits yang benar dan lurus.





BAB III
P E N U T U P

3.1.   Kesimpulan
a.    Tarikh Tasyri’ secara bahasa berasal dari kata tarikh yang artinya catatan tentang perhitungan tanggal, hari, bulan dan tahun. Dan kata tasyri’ yaitu peraturan-peraturan yang ditetapkan oleh Allah kepada nabi Muhammad untuk manusia, yang mencakup kayakinan, perbuatan dan akhlaq.
b.    Tarikh Tasyri’ menurut Muhammad Ali al-Sayyis adalah ilmu yang membahas keadaan hukum Islam pada masa kerasulan dan sesudahnya dengan periodisasi munculnya hukum serta hal-hal yang berkaitan dengannya untuk membahas keadaan fuqaha dan mujtahid dalam merumuskan hukum-hukum tersebut.
c.    Secara umum Tasyri' dibagi menjadi dua, yaitu dilihat dari al-tasyri al-Islam min jihad al-nash yaitu dilihat dari sumbernya dan dari al-tasyri’ al-Islami min jihad al-tawasuh wa al-syumuliyah, yaitu dilihat dari sudut keluasan dan kandungan Tasyri'.
d.    Adapun Urgensi dan manfaat mempelajari dan memahami Tarikh tasyri’ bagi ummat Islam dinataranya adalah :
1)    Melalui kajian tarikh tasyri’ kita dapat mengetahui prinsip dan tujuan syariat Islam.
2)    Melalui kajian tarikh tasyri’ kita dapat mengetahui kesempurnaan dan syumuliyah (integralitas) ajaran Islam terhadap seluruh aspek kehidupan yang tercermin dalam peradaban umat yang agung terutama di masa kejayaannya. Bahwa penerapan syariat Islam berarti perhatian dan kepedulian negara dan masyarakat terhadap pendidikan, ilmu pengetahuan, ekonomi, akhlaq, aqidah, hubungan sosial, sangsi hukum, dan aspek-aspek lainnya.
3)    Melalui kajian tarikh tasyri’ kita dapat menghargai usaha dan jasa para ulama, mulai dari para sahabat Rasulullah saw hingga para imam dan murid-murid mereka dalam mengisi khazanah ilmu dan peradaban kaum muslimin. Semua itu mereka ambil dari cahaya kenabian yang dibawa oleh Rasulullah saw.
4)    Melalui kajian ini akan tumbuh dalam diri kita kebanggaan terhadap Syariat Islam sekaligus optimisme akan kembalinya siyadah al-syari’ah (kepemimpinan syariat) dalam kehidupan umat di masa depan.





DAFTAR PUSTAKA

Djafar, Muhammadiyah. 1993. Pengantar Ilmu Fiqih. Jakarta : Kalam Mulia
Hallaq, Wael. 2001. Sejarah Teori Hukum Islam. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada
Karim, Khali Abdul. 2003. Historisitas Syari'at Islam. Yogjakarta : Pustaka Alief
Kholaf, Abdul Wahab. 1974. Khulashoh Tarikh Tasyri’ Islam. Solo : Ramadhani
Mubarok, Jaih. 2003. Sejarah Dan Perkembangan Hukum Islam. Bandung : Remaja Rosdakarya
Muhammad, Mustofa. Tarikh al-Tasyri’ al-Islam. Surabaya : al-Hidayah
Zuhri, Mohammad. 1980.  Tarikh Tasyri' Al-Islami (Sejarah Pembinaan Hukum Islam). Semarang : Daarul Ihya-Indonesia


pai 2, PENYUSUNAN SUNNAH DAN PENGARUHNYA ATAS PERKEMBANGAN ASYRI

BAB I
PENDAHULUAN

1.1.    Latar Belakang
Permulaan terjadinya hadis adalah seiring bersamaan dengan turunnya wahyu. Secara singkat dapat dikatakan bahwa usia hadis adalah seusia Al-Qur’an sendiri.
Penyampaian hadis oleh Nabi pada awalnya berjalan apa adanya dan alamiah, sesuai dengan tugasnya dengan audiens sahabat sebagai penerimanya, tanpa melalui syarat-syarat yang ketat atau dengan menggunakan kata-kata penyampai yang rumit, kecuali bahwa sahabat mendengar dan melihat ucapan dan praktek Nabi baik secara langsung maupun tidak. Hal ini bisa dimengerti karena Nabi adalah figure sentral yang menjadi rujukan para sahabatnya dalam segala permasalahan hidup yang melingkupi dan dihadapinya.
Karena berbagai factor dan seiring dengan semakin menyebarnya sahabat, kesempaan mereka untuk menimba ilmu dan mengikuti Nabi antar mereka tidak sama. Di antara mereka ada yang banyak menerima hadis dan meriwayatkan hadis dan ada pula yang sedikit. Semua tergantung pada kesibukan dan profesi mereka yang mendorong mereka untuk tetap eksis. Melihat fenomena ini, Nabi mendorong sahabatnya yang hadir dalam majlisnya untuk menyampaikan kembali pada sahabat lain yang tidak hadir .

1.2.    Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan sebagai berikut:
1.    Seperti apa Pengertian Sunah Dan Kedudukan Sunah?
2.    Bagaimana Sunah Dalam Lintasan Sejarah?
3.    Seperti apa Penyusunan Sunnah?
4.    Bagaimana Pengaruh sunnah terhadap tasyri’?

1.3.    Batasan Pembahasan
Dari permasalahan diatas, maka pemakalah dapat membatasi pembahasan sebagai berikut:
1.    Menjelaskan Pengertian Sunah Dan Kedudukan Sunah.
2.    Menjelaskan Sunah Dalam Lintasan Sejarah.
3.    Menjelaskan Penyusunan Sunnah.
4.    Menjelaskan Pengaruh sunnah terhadap tasyri’.


BAB II
PEMBAHASAN
PENYUSUNAN SUNNAH DAN PENGARUHNYA ATAS PERKEMBANGAN ASYRI

2.1.    Pengertian Sunah Dan Kedudukan Sunah
Umat islam telah bersepakat bahwasanya apa yang disandarkan kepada Rasul baik itu perbuatan, perkataan, atau ketetapan adalah semuanya merupakan perihal yang dijadikan Syariat dan sampai kepada kita dengan sanad yang shahih menjadi suatu dalil baik umat islam dan merupakan sandaran hukum syariat yang darinya diambil hukum-hukum syariat. Maka sunah Nabi adalah pokok kedua dalam dasar dasar syariat dan kedudukanyapun setelah Al-Qur’an dan mengikutinya adalah wajib sebagaimana mengikuti Al-Qur’an. Adapun hal tersebut diperkuatkan oleh ayat Al-Qur’an yang mana Allah memerintahkan supaya mengikuti Rasulnya serta mentaatinya.
وما أ نا كم الر سو ل فحذو ه و ما نها كم عنه فا نتهوا
Dan apa yang telah Rasul berikan kepadamu maka ambilah dan apa yang beliau larang maka cegahlah
يا أ يها الَذ ين أ منوا أطيعو الله و أطيعو االرَسول
Hai orang-orang beriman taatilah Allah dan taatilah Rasul.
Ayat diatas menunjukkan kemutlakan guna mengikuti Rasul dengan apa yang telah disyariatkan oleh beliau dan sesungguhnaya sunnah adalah merupakan syariatnya hukum islam.
Perbuatan para sahabat, bahwasanya para sahabat dalam kehidupan mereka adalah mencontoh kehidupan Rasul dengan perintah-perintahnya dan larangan-larangannya. Dan mereka tidak membedakan antara hukum yang telah diwahyukan oleh Allah dalam Al-Qur’an dan hukum yang bersumbar dari Rasul. Dan juga dalam kehidupan mereka setelah wafatnya Rasul, mereka berpegang kepada Al-Qur’an dan hukum-hukum didalamnya dan jika mereka tidak menemukannya dalam Al-Qur’an mereka mengembalikannya kepada sunah Rasul SAW.
Menjelaskan secara terperinci hal-hal ibadah yang tertulis didalam Al-Qur’an yang bersifat Mujmal. Allah mewajibkan sesuatu kepada manusia namun tidak menjelaskannya didalam Al-Qur’an, tatacara dan perintah tersebut seperti dalam perintah shalat, zakat, puasa serta haji
-و ا قيمو اا لصَلا ة وا لتواالزكا ة٬
-يا أيها لذ ين أمنوا كزتب عليكم الصَيام٬
-و الله على الناسى حج ا لبيت.
Namun Rasul menjelaskan hal-hal tersebut dengan sunah-sunahnya baik perkataan maupun perbuatan sehingga Allah berfirman
وأنز لنا اليك ا لذ كى لتبين النا سى ما نز ل إليهم
Apakah sunah-sunah yang menjelaskan tersebut tidak bisa dijadikan sebagai hujah bagi orang muslim yang wajib diikuti, jadi tidak mungkin seseorang yang mengikuti perintah-perintah Al-Qur’an tidak mengikuti hukum-hukum yang ada didalamnya.
Dengan hal ini sudah tentu bahwasanya apa yang benar-benar dari sunah Rasul yang sifatnya syari’at adalah menjadi dalil dan mengikutinya adalah wajib, dan apabila kewajiban mengikuti Rasul adalah wajib maka wajib pula mengikutinya dalam semua hukum yang dibenarkan darinya, dan itu sama dengan mengikuti hukum dalam Al-Qur’an karena itu adalah sumber hukum yang terjaga .

2.2.    Sunah Dalam Lintasan Sejarah
Sejak resmi diangkat menjadi Nabi dan utusan Allah pada tahun 610 H yaitu dengan mulai menerima wahyu Al-Qur’an, menjadi kewajiban Muhammad menyampaikan apa yang diterimanya tersebut kepada umatnya (QS. An Nahl 44) dan (Al-Maidah 68). Pada saat itulah tahapan dakwah dimulai , karena adanya perintah Tabligh dan dengan begitu dimulai fase pertama terjadinya hadis .
Permulaan terjadinya hadis adalah seiring bersamaan dengan turunnya wahyu. Secara singkat dapat dikatakan bahwa usia hadis adalah seusia Al-Qur’an sendiri.
Penyampaian hadis oleh Nabi pada awalnya berjalan apa adanya dan alamiah, sesuai dengan tugasnya dengan audiens sahabat sebagai penerimanya, tanpa melalui syarat-syarat yang ketat atau dengan menggunakan kata-kata penyampai yang rumit, kecuali bahwa sahabat mendengar dan melihat ucapan dan praktek Nabi baik secara langsung maupun tidak. Hal ini bisa dimengerti karena Nabi adalah figure sentral yang menjadi rujukan para sahabatnya dalam segala permasalahan hidup yang melingkupi dan dihadapinya.
Karena berbagai factor dan seiring dengan semakin menyebarnya sahabat, kesempaan mereka untuk menimba ilmu dan mengikuti Nabi antar mereka tidak sama. Hal ini menjadikan pengetahuan para sahabat mengenai hadis Nabi tidak sama. Di antara mereka ada yang banyak menerima hadis dan meriwayatkan hadis dan ada pula yang sedikit. Semua tergantung pada kesibukan dan profesi mereka yang mendorong mereka untuk tetap eksis. Melihat fenomena ini, Nabi mendorong sahabatnya yang hadir dalam majlisnya untuk menyampaikan kembali pada sahabat lain yang tidak hadir .
Nabi sebagai bagian dari masyarakat yang melakukan aktivitas sebagaimana lazimnya masyarakat pada umumnya, sebenarnya tidak memiliki tempat kusus untuk menyampaikan hadis atau mempraktekkan sunnah. Nabi tidak mempunyai madrasah atau pondok khusus. Di manapun Nabi berada dan memiliki kesempatan, beliau bisa menyampaikan hadisnya, baik dalam suasana perang, dalam bepergian, dirumah atau dimasjid. Meski demikian kegiatan tersebut lebih sering disampaikan dimasjid dengan diikuti oleh banyak sahabat .
Nabi menyampaikan hadisnya dengan tiga cara: secar verbal, tertulis dan demonstrasi secara praktis . Penyampaian verbal adalah hal pertama yang dilakukan Nabi. Ini karena Nabi adalah seorang penyampai (Muballigh). Peyampaian hadis dengan cara tersebut adakalanya didahului oleh sebuah peristiwa, seperti pertanyaan oleh sahabat, dan adakalanya tanpa melalui pertayaan seperti itu. Sedangkan yang dilakukan secara tertulis adalah dakwah Nabi yang dilakukan secara terang-terangan. Tulisan tersebut berupa ajakan Nabi kepada pemimpin-pemimpin Negara tetangga untuk ber-islam. Penyampaian hadis secara demonstrative adalah perilaku Nabi untuk menjelaskan hal-hal yang sifatnya praktis, seperti shalat, wudlu, tayamum dan lain-lain.
Seiring dengan perjalanan dakwah Rosul dengan segala peristiwa dan kejadian yang melingkupunya dan tersebarnya sahabat keberbagai daerah, mejadikan hadis ikut tersebar. Namun demikian pada masa tersebut relative belum ada persoalan mengenai hadis. Kalaupun ada persoalan mereka segera menanyakan kepada Nabi. Pada kurun tersebut hadis masih tetap dalam keutuhan dan keshahihannya. Karena itu penyelidikan ilmu hadis tidak sampai mempertanyakan otentisitas hadis pada tahapan tersebut. Hal ini karena pada zaman Nabi, selain tidak ada bukti yang pasti tentang telah terjadinya pemalsuan Hadis, juga karena pada masa tersebut seseorang akan lebih mudah melakukan pemeriksaan sekiranya ada hadis yang diragukan kesahihannya.
Karena kebijakan Nabi yang lebih mengutamakan Al-Qur’an, menyebabkan hadis terlambat untuk ditulis secara massal. Penulisan Hadis pada zaman Nabi lebih merupakan kegiatan pribadi. Oleh karena itu naskah-naskah hadis sangat sedikit jumlahnya . Naskah-naskah itu sendiri ada yang diberi nama atau tidak.
Ada beberapa alasan kenapa gerakan penulisan hadis tidak terjadi pada masa Rasul, yakni:
1.    Agar perhatian sahabat terhadap Al-Qur’an tidak terbagi
2.    Untuk menjaga keotentikan Al-Qur’an
3.    Al-Qur’an merupakan prioritas utama yang disampaikan Nabi, sedang hadi hanya merupakan “side effect” dari tugas utama tersebut . Ketiadaan gerakan peulisan hadis tersebut hamper mirip atau malah sama dengan pelarangan ziarah kubur pada masa awal islam.

2.3.    Penyusunan Sunnah
Yang dimaksut dengan menyusun As Sunnah adalah mengumpulkan As Sunnah yang sejenis dalam satu judul, sebagiannya dikumpulkan dengan sebagian yang lain, seperti hadis tentang shalat, puasa dan lain sebagainya. Pemikiran ini timbul diseluruh Negara-negara islam dalam waktu yang berdekatan sehinggga tidak diketahui orang yang memperoleh keutamaan dikarenakan lebih dahulu dalam penyusunan itu.
Termasuk orang yang membukukan pada tahap pertama dalam periode ini adalah Imam Malik bin Anas di Madinah, Abdul Malik bin Abdul Azis bi juraij di Makkah, sufyan bin Tsauri di Kufah, Hamad bin Salmah dan Sa’id bin Arubah di Bashrah., Hasyim bin Basyir di Wasith, Abdurrahman Al Auza’I di syam, Ma’mar bin Rasyid di Yaman, Abdullah bin Mubarak di Khurasan, dan Jarir bin Abdul Hamid di Ray. Hal ini terjadi pada tahun 140 H lebih sdikit. Pada kitab-kitab itu hadis masih bercampur dengan kata-kata shahabat dan tabi’in sebagaiman kita lihat dalam kitab Al Muwatha’ susunan Imam Malik rahimahullah.
Pada tahap kedua hadis Rasulullah mulai dipisahkan dari kata-kata orang lain, yaitu pada permulaan tahun 200H. Mereka mengarang kitab yang dikenal dengan musnad, seperti musnad Abdullah bin Musa Al- Kufi, Musnad musaddad bin Masrahad Al Bashri, Musnad Asad bin Musa Al Mishri, Musnad Na’im bin hamad Al Kaza’I, Musnad Ishak bin Rahawaih. Musnad Usman bin Abi Saibah dan Musnad Ahmad bin Hambal. Mereka meletakkan hadist pad musnad-musnad perawinya. Mereka sebut Musnad Abu BAkar, Suatu buku yang didalamnya berisikan Hadist yang diriwayatkan dari padanya. Sesudah itu mereka menyebutkan sahabat satu persatu menurut cara ini.
Sesudah tahapan ini datang tahapan lain yang dihadapannnya terlihat perbendaharaan besar makanya terbuka pintu pemilihan Hadist.
Tahap ini, dua imam besar tokoh As Sunnah yaitu Abu Abdillah Muhammad bin Isma’il Al Bukhari Al Ja’fi yang meninggal pada tahun 256 H, dan Muslim bin Hajjaj An- Naisaburi yang meninggal pada 261 H, menyusun dua kitab Shahihnya, setelah cermat dalam meriwayatkan dan memilihnya. Dua kitab Shahih itu adalah puncak pembukuan hadits. Jalan dua tokoh itu ditempuh juga Abu Dawud Sulaiman bin Al A’yasy As Sijistani yang meninggal tahun 279 H, Abu Isa Muhammad bin Isa Al Salmi At turmudzi yang meninggal pada tahun 279 H, Abu Abdillah Muhammad bin Yazid Al Qazwini yang terkenal dengan ibnu Majah yang meninggal pad atahun 273 H, dan Abu Abdurrahman Ahmad bin Syu’aib An Nasa’I yang meninggal pada tahun 303 H. Kitab-kitab mereka menurut lisan ahli hadits terkenal dengan kutubus sittah (kitab hadits yang enam). Dikalanga kaum muslimin kitab itu memperoleh derajat yang tinggi karena para perawinya dpat dipercaya apalagi Bukhari dan Muslim. Bukan meereka saja orang-orang yang menyusun sunnah, namun banyak orang lain disamping mereka, hanya saja enam orang itulah yang memperoleh kemasyuran yang tidak diperoleh oleh selain mereka .
Diantara tokoh-tokoh pada periode ini ada yang membahas tentang keadaan perawi hadits dari tabi’in dan orang-orang sesudah mereka. Masing-masing perawi disifati dengan sifat yang ada pada diri mereka yakni kuat ingatan, kerapian dan keadilannya, atau sifat-sifat kebalikannya. Para pembahas itu dikenal sebagai tokoh-tokoh Al-jarh wat ta’dil (mencacatkan dan mengadilakn perawi). Siapa yang dianggap cacat maka hadistnya ditinggalkan.
Persoalan As Sunnah berakhir pada pertengahan periode keempat dan As Sunnah sudah berdiri menjadi ilmu yang berdiri sendiri dengan tokoh-tokoh khusus yang membahasnya.

2.4.    Pengaruh sunnah terhadap tasyri’
Sebagaimana yang telah kita ketahui bahwa sunnah merupakan sumber islam kedua bagi ilmu fiqh dan syariat setelah Al-qur’an. Oleh karena itu, memandang sunnah sebagai sumber dalil bagi hukum-hukum syariat merupakan suatu pembahasan yang baik dan menciptakan wawasan luas yang mewarnai semua kitab ushul fikih dan semua mazhab fiqih.
Dalam hal ini, Imam Auza’I wafat pada 157 H, mengatakan bahwa Al;qur’an lebih membutuhkan sunnah dari pada sunnah terhadap Al-qur’an. Hal itu karena sunnah berfungsi menjelaskan makna dan merinci keutamaan Al-qur’an. Berdasarkan kenyataan ini, sebagian ulama mengatakan bahwa sunnahlah yang memegang keputusan terhadap Al Kitab. Dengan kata lain fungsi sunnah adalah menjelaskan makna yang dimaksut Al-qur’an.
Akan tetapi Imam Ahmad masih kurang puas dengan ungkapan ini, tapi tidak berani mengatakan demikian dan hanya mengatakan bahwa sunnah itu menjelaskan makna Al-qur’an. Pendapat ini cukup adil, yaitu memandang sunnah sebagai penjelas Al-qur’an dan disisi lain subjek yang dikemukakan sunnah meliputi Al-qur’an dan tidak pernah keluar atau menyimpang darinya.
Status sunnah sebagai sumber hokum bagi pen-tasyri’-an (perintah) dalam masalah ibadah dan muamalah, individu, keluarga, mayarakat dan Negara tidak diperselisihkan lagi. Imam Syaukani mengatakan bahwa ketetapan status sunnah hujjah dan kemandiriannya dalam merealisasikan hokum syariat dan sunnah sebagai keharusan agama, tidak ditentang oleh seorangpun, selain oleh orang yang mempunyai pemahaman dangkal terhadap agama islam.
Seseorang yang membaca kitab fikih islam dan mazhab apapun, akan banyak menemukan dalil sunnah, baik berupa ucapan, perbuatan, maupun ketetapan. Dalam hal ini orang-orang atau kalangan yang dikenal dalam tarikh fikih dengan sebutan golongan ahli hadis dan yang dikenal dengan sebutan ahli ra’yu sama saja. Prinsip pokoknya dapat diterima oleh kedua kalangan tersebut.
perbedaan pendapat hanya ada dalam perincian dan penerapannya sebagai konsekuensi perbedaan mereka dalam mensyaratkan hadis yang dapat diterima dan pengamalannya. Dengan demikian, orang yang membaca kitab mazhab Hanafi (aliran nasionalis) akan menemukan banyak hadis yang dijadikan sandaran hokum oleh guru-guru mereka.
Sebagian orang yang fanatic dan tidak objektif mengatakan bahwa di antara mereka ada orang yang wawasannya kurang dalam meriwayatkan hadist karena kurangnya perhatian terhadap bidang ini. Padahal tuduhan itu tidak pantas dilancarkan terhadap imam besar karena sesungguhnya syariat islam hanya dapat disimpulkan dari Al-quran dan sunnah. Orang yang sedikit memiliki perbendaharaan hadist, diharuskan menuntut dan meriwayatkannya, serta bersungguh-sungguh menekuni bidang ini supaya dia dapat menyimpulkan hukum-hukum agama dari sumber-sumber yang benar dan menerimanya dari Nabi yang ditugaskan oleh Allah untuk menyampaikannya.
Agar sunnah dapat dijadikan rujukan dalam hokum tasyri’, terlebih lagi kita harus menelitinya dengan pembuktian yang sumber-sumbernya dari Nabi. Kriteria ini menurut peristilahan ilmu mushthalah hadis-agar hadis dapat dijadikan dalil_ hendaklah hadist itu berpredikat shahih atau hasan. Predikat shahih menurut yudisium yang diberikan oleh universitas, berarti istimewa dan baik sekali, sedangkan predikat hasan berartti baik atau sedang. Oleh karena itu dpat dikatakan bahwa predikat hasan yang tinggi lebih mendekati predikat shahih, sebagaimana predikat hasan yang rendah, lebih dekat dengan criteria dhaif .
Kita dapat menyimpulkan dengan pasti bahwa semua ahli fikih kaum mislimin dari berbagai aliran dan mazhabnya dikota-kota besar, baik dari kalangan yang mazhabnya masih ada maupun yang sudah pudar, baik dari kalangan orang-orang yang diikuti maupun bukan, berpendapat bahwa sunnah merupakan pegangan dan sumber hokum mereka dalam menetapkan hokum-hukum fikih, yaitu apabila dalam sunnah tersebut terdapat suatu penjelasan yang menerangkan hokum agama Allah. Mereka sama sekali tidak mau menentang perintah yng diisyaratkan oleh sunnah. Dalam hal ini tidak ada perbedaan pendapat antara orang yang berasal dari alira ra’yu ataupun aliran hadist.






BAB III
PENUTUP

3.1.   Kesimpulan
Sunah Nabi adalah pokok kedua dalam dasar dasar syariat dan kedudukanyapun setelah Al-Qur’an dan mengikutinya adalah wajib sebagaimana mengikuti Al-Qur’an. Adapun hal tersebut diperkuatkan oleh ayat Al-Qur’an yang mana Allah memerintahkan supaya mengikuti Rasulnya serta mentaatinya
Sejak resmi diangkat menjadi Nabi dan utusan Allah pada tahun 610 H yaitu dengan mulai menerima wahyu Al-Qur’an, menjadi kewajiban Muhammad menyampaikan apa yang diterimanya tersebut kepada umatnya (QS. An Nahl 44) dan (Al-Maidah 68). Pada saat itulah tahapan dakwah dimulai , karena adanya perintah Tabligh dan dengan begitu dimulai fase pertama terjadinya hadis . Permulaan terjadinya hadis adalah seiring bersamaan dengan turunnya wahyu. Secara singkat dapat dikatakan bahwa usia hadis adalah seusia Al-Qur’an sendiri.
Yang dimaksut dengan menyusun As Sunnah adalah mengumpulkan As Sunnah yang sejenis dalam satu judul, sebagiannya dikumpulkan dengan sebagian yang lain, seperti hadis tentang shalat, puasa dan lain sebagainya. Pemikiran ini timbul diseluruh Negara-negara islam dalam waktu yang berdekatan sehinggga tidak diketahui orang yang memperoleh keutamaan dikarenakan lebih dahulu dalam penyusunan itu.
Sebagaimana yang telah kita ketahui bahwa sunnah merupakan sumber islam kedua bagi ilmu fiqh dan syariat setelah Al-qur’an. Oleh karena itu, memandang sunnah sebagai sumber dalil bagi hukum-hukum syariat merupakan suatu pembahasan yang baik dan menciptakan wawasan luas yang mewarnai semua kitab ushul fikih dan semua mazhab fiqih.


DAFTAR PUSTAKA


Drs. Munzier Suparta, MA. 2002. Ilmu Hadits. Jakarta. PT. Raja Grafindo Persada.
DR. H. Said Agil Husain Al-Munawar, M.A.1996. Ilmu Hadits. Jakarta. Gaya Media Pratama.
Syaikh Manna’ Al-Qaththan. 2004. Pengantar Studi Ilmu Hadits Edisi Terjemah. Jakarta. Pustaka Alkautsar
------------, (2007), Pengantar Ilmu Fiqh,  Jakarta: Bulan Bintang.
Luthfi As-Syaukani, (2002), pengantar Wajah Islam Liberal di Indonesia, Jakarta: JIL.
Muhammad ‘Ajjaj al-Khathib, (1963), Al-Sunnah Qabla al-Tadwin, Mesir: Maktabah Wahbah.